BBM di Mentawai masih tinggi, SK Bupati tak digubris pedagang
A
A
A
Sindonews.com - Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan minyak tanah sepertinya enggan turun di Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
SK Bupati Mentawai Judas Sabaggalet 188.45-2 tahun 2012 yang ditetapkan 21 Desember 2011 dan mulai berlaku 13 Januari 2012 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) BBM per liter Rp6 ribu ternyata tak mempan mengatur para pangkalan dan pengecer memasang tarif mahal.
Harga eceran minyak tanah di Siberut Selatan sebelum naik berkisar Rp5.000 per liter, namun kini harga naik berkisar Rp6.000 bahkan sampai Rp6.500 di pusat kecamatan, dan Rp10 ribu per botol harganya di daerah pedalaman yang meliputi Desa Madobak, Matotonan dan Salappak. Belum lagi premium yang dibrandol dengan harga tinggi Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per liter padahal harga normalnya hanya Rp6.000 per liter
Kepala Desa Maileppet di Kecamatan Siberut Selatan, Idris Siregar kecewa dengan tingginya harga premium. Katanya, sejak terjadi kelangkahan BBM sekitar Oktober 2011, warganya di Desa Maileppet tak pernah lagi menikmati yang namanya BBM bersubsidi. “Semua penjual bensin selalu beralasan ini tak disubsidi pemerintah, maka dengan enteng mereka jual bensin paling murah Rp10 ribu per liter bahkan sampai Rp15 ribu per liter, itu kan tidak manusiawi lagi,” katanya, Rabu (7/3/2012)
Ia juga mengaku sangat kecewa terhadap camat karena SK Bupati yang baru tentang pengaturan HET BBM tak pernah diteruskan kepada mereka agar menjadi pedoman yang bisa disampaikan kepada warga untuk bisa mengambil tindakan. “Saya baru tahu ada SK baru setelah baca di media , camat tak pernah kasih tahu itu, padahal kalau dulu, SK semacam itu selalu disampaikan dan ditempel di tempat umum untuk bisa diketahui semua masyarakat,” kesalnya.
Sekretaris Desa Muntei Filifus Sabajou, Kecamatan Siberut Selatan mengakui harga bensin yang mahal saat ini menambah penderitaan rakyat. “Yang ekonominya mampu saja mengeluh harga yang terlalu tinggi, apalagi yang ekonominya pas-pasan,” katanya.
Ia menilai penertiban harga BBM segera dilakukan pemerintah agar lebih aman, karena kalau masyarakat yang ikut menertibkan kemungkinan besar bisa rusuh karena emosi keresahan warga dari segala lini sudah lama menumpuk. Semua warga butuh BBM, buat sepeda motor, mesin rumput, chainsaw, mesin pompong dan keperluan lain, pembiaran ini sudah berlarut-larut. “Ini sudah menjadi ibarat bom waktu, kalau ada yang memicu sedikit saja langsung meledak kalau tak cepat ditangani pemerintah,” ujarnya.
Kepala Desa Madobak, Kecamatan Siberut Selatan, Fransiskus Samapopoupou sangat menyayangkan krisis harga BBM terutama jenis premium dan minyak tanah karena itu yang banyak digunakan oleh warga. “Harga yang terlalu tinggi membuat ekonomi warga makin tercekik, mobiltas jadi terbatas,” ujarnya.
Ia menyebutkan, kalau harga bensin per liter di Madobak paling rendah Rp13 ribu. “Itu sudah harga terendah, kadang mencapai Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per liter,” ungkapnya.
Akibat mahalnya harga, masyarakat yang mempunyai kepentingan ke Muara Siberut atau ke mana saja terpaksa membatasi perjalanannya. “Kalau sangat penting dan mendesak baru mereka turun dengan pompong ke Muara, berbeda kalau harga masih stabil,” jelasnya.
Senada dengan Fransiskus, Tulut Ogok, Kepala Desa Muntei menyebutkan pengeluaran warga buat pembelian BBM naik dua kali lipat. Kalau dulu dengan harga Rp6.000 per liter bensin, warga yang mau ke Muara atau pulang balik ke Salappak cukup merogoh kocek sebesar Rp60 ribu untuk beli bensin sebanyak 10 liter. “Tapi sekarang, uang Rp100 ribu belum cukup membayar bensin kalau mau pp,” ungkapnya.
Ia pribadi mengaku sangat keberatan dengan harga yang berlaku saat ini, gara-gara harga bensin yang mahal ia terpaksa numpang ke pompong warga lain karena tak sanggup menutupi biaya BBM jika naik pompong sendiri. “Kalau tidak seperti itu, ekonomi keluarga bisa ambruk, uang habis hanya beli bensin yang mahal,” keluhnya.
Baik Fransiskus dan Tulut berharap pemerintah segera mengambil tindakan menstabilkan harga eceran bensin, “Penertiban jangan hanya sebatas kata,” ujar Frans.
Menanggapi SK baru tentang aturan harga, David L Tobing, salah seorang pemilik kios minyak di Desa Muntei Kamis 23 Februari 2012 lalu mengatakan mendukung peraturan itu. “Saya dukung kalau benar-benar dilaksanakan,” ujarnya.
Namun aturan HET belum bisa ia jalankan karena bensin yang ia beli kepada salah satu pangkalan di Muara Siberut masih jauh lebih mahal. “Satu drum saya beli Rp1,9 juta, kalau diecer itu tak bisa Rp6 ribu per liter karena sangat rugi, kecuali harganya Rp1,1 juta, pangkalan saja sudah jual mahal apalagi kami yang butuh ongkos transportasi lagi membawa ke rumah,” jelasnya.
Untuk sementara ia masih mengecer dengan harga Rp10 ribu per liter ke pada masyarakat. “Tak tahulah kalau BBM yang baru masuk nanti,” katanya.
Menanggapi lambannya penstabilan harga BBM, Asril, Camat Siberut Selatan mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan harga penjualan pada Jumat 24 Februari 2012 pada tiga pangkalan yang ada di Muara Siberut yakni milik Ujang, Rasyidin Syaiful dan Zebua. “Kita sudah awasi itu dan mereka juara sesuai HET yakni Rp6.000 per liter bensin,” katanya.
Bahkan katanya, pangkalan yang dulu tak mau jual BBM yakni milik Rasyidin Syaiful diperintahkan menjual BBM ke masyarakat. “Itu sudah dilakukan, dan pangkalan itu telah jual BBM,” jelasnya.
Mengenai harga BBM yang masih dijual seharga Rp10 ribu per liter, ia mengatakan itu bensin non subsidi yang pengecer itu usahakan sendiri tanpa melalui agen resmi. “Itu di luar kewenangan kami, yang kami awasai itu BBM bersubsidi,” pungkasnya.
Sementara Wakil Bupati Mentawai, Rijel Samaloisa akan menindak para pengecer dan pemilik pangkalan yang masih menjual BBM dengan tarif mahal. “Kalau ada kedapatan yang masih menjual BBM dengan harga yang mahal pemerintah akan menindak tegas melalui camat dan dinas terkait,” ungkapnya.
Selain itu kata wakil Bupati Mentawai akan melakukan sosialisasi. “Kita juga harus lakukan sosialisasi,” pungkasnya.
SK Bupati Mentawai Judas Sabaggalet 188.45-2 tahun 2012 yang ditetapkan 21 Desember 2011 dan mulai berlaku 13 Januari 2012 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) BBM per liter Rp6 ribu ternyata tak mempan mengatur para pangkalan dan pengecer memasang tarif mahal.
Harga eceran minyak tanah di Siberut Selatan sebelum naik berkisar Rp5.000 per liter, namun kini harga naik berkisar Rp6.000 bahkan sampai Rp6.500 di pusat kecamatan, dan Rp10 ribu per botol harganya di daerah pedalaman yang meliputi Desa Madobak, Matotonan dan Salappak. Belum lagi premium yang dibrandol dengan harga tinggi Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per liter padahal harga normalnya hanya Rp6.000 per liter
Kepala Desa Maileppet di Kecamatan Siberut Selatan, Idris Siregar kecewa dengan tingginya harga premium. Katanya, sejak terjadi kelangkahan BBM sekitar Oktober 2011, warganya di Desa Maileppet tak pernah lagi menikmati yang namanya BBM bersubsidi. “Semua penjual bensin selalu beralasan ini tak disubsidi pemerintah, maka dengan enteng mereka jual bensin paling murah Rp10 ribu per liter bahkan sampai Rp15 ribu per liter, itu kan tidak manusiawi lagi,” katanya, Rabu (7/3/2012)
Ia juga mengaku sangat kecewa terhadap camat karena SK Bupati yang baru tentang pengaturan HET BBM tak pernah diteruskan kepada mereka agar menjadi pedoman yang bisa disampaikan kepada warga untuk bisa mengambil tindakan. “Saya baru tahu ada SK baru setelah baca di media , camat tak pernah kasih tahu itu, padahal kalau dulu, SK semacam itu selalu disampaikan dan ditempel di tempat umum untuk bisa diketahui semua masyarakat,” kesalnya.
Sekretaris Desa Muntei Filifus Sabajou, Kecamatan Siberut Selatan mengakui harga bensin yang mahal saat ini menambah penderitaan rakyat. “Yang ekonominya mampu saja mengeluh harga yang terlalu tinggi, apalagi yang ekonominya pas-pasan,” katanya.
Ia menilai penertiban harga BBM segera dilakukan pemerintah agar lebih aman, karena kalau masyarakat yang ikut menertibkan kemungkinan besar bisa rusuh karena emosi keresahan warga dari segala lini sudah lama menumpuk. Semua warga butuh BBM, buat sepeda motor, mesin rumput, chainsaw, mesin pompong dan keperluan lain, pembiaran ini sudah berlarut-larut. “Ini sudah menjadi ibarat bom waktu, kalau ada yang memicu sedikit saja langsung meledak kalau tak cepat ditangani pemerintah,” ujarnya.
Kepala Desa Madobak, Kecamatan Siberut Selatan, Fransiskus Samapopoupou sangat menyayangkan krisis harga BBM terutama jenis premium dan minyak tanah karena itu yang banyak digunakan oleh warga. “Harga yang terlalu tinggi membuat ekonomi warga makin tercekik, mobiltas jadi terbatas,” ujarnya.
Ia menyebutkan, kalau harga bensin per liter di Madobak paling rendah Rp13 ribu. “Itu sudah harga terendah, kadang mencapai Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per liter,” ungkapnya.
Akibat mahalnya harga, masyarakat yang mempunyai kepentingan ke Muara Siberut atau ke mana saja terpaksa membatasi perjalanannya. “Kalau sangat penting dan mendesak baru mereka turun dengan pompong ke Muara, berbeda kalau harga masih stabil,” jelasnya.
Senada dengan Fransiskus, Tulut Ogok, Kepala Desa Muntei menyebutkan pengeluaran warga buat pembelian BBM naik dua kali lipat. Kalau dulu dengan harga Rp6.000 per liter bensin, warga yang mau ke Muara atau pulang balik ke Salappak cukup merogoh kocek sebesar Rp60 ribu untuk beli bensin sebanyak 10 liter. “Tapi sekarang, uang Rp100 ribu belum cukup membayar bensin kalau mau pp,” ungkapnya.
Ia pribadi mengaku sangat keberatan dengan harga yang berlaku saat ini, gara-gara harga bensin yang mahal ia terpaksa numpang ke pompong warga lain karena tak sanggup menutupi biaya BBM jika naik pompong sendiri. “Kalau tidak seperti itu, ekonomi keluarga bisa ambruk, uang habis hanya beli bensin yang mahal,” keluhnya.
Baik Fransiskus dan Tulut berharap pemerintah segera mengambil tindakan menstabilkan harga eceran bensin, “Penertiban jangan hanya sebatas kata,” ujar Frans.
Menanggapi SK baru tentang aturan harga, David L Tobing, salah seorang pemilik kios minyak di Desa Muntei Kamis 23 Februari 2012 lalu mengatakan mendukung peraturan itu. “Saya dukung kalau benar-benar dilaksanakan,” ujarnya.
Namun aturan HET belum bisa ia jalankan karena bensin yang ia beli kepada salah satu pangkalan di Muara Siberut masih jauh lebih mahal. “Satu drum saya beli Rp1,9 juta, kalau diecer itu tak bisa Rp6 ribu per liter karena sangat rugi, kecuali harganya Rp1,1 juta, pangkalan saja sudah jual mahal apalagi kami yang butuh ongkos transportasi lagi membawa ke rumah,” jelasnya.
Untuk sementara ia masih mengecer dengan harga Rp10 ribu per liter ke pada masyarakat. “Tak tahulah kalau BBM yang baru masuk nanti,” katanya.
Menanggapi lambannya penstabilan harga BBM, Asril, Camat Siberut Selatan mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan harga penjualan pada Jumat 24 Februari 2012 pada tiga pangkalan yang ada di Muara Siberut yakni milik Ujang, Rasyidin Syaiful dan Zebua. “Kita sudah awasi itu dan mereka juara sesuai HET yakni Rp6.000 per liter bensin,” katanya.
Bahkan katanya, pangkalan yang dulu tak mau jual BBM yakni milik Rasyidin Syaiful diperintahkan menjual BBM ke masyarakat. “Itu sudah dilakukan, dan pangkalan itu telah jual BBM,” jelasnya.
Mengenai harga BBM yang masih dijual seharga Rp10 ribu per liter, ia mengatakan itu bensin non subsidi yang pengecer itu usahakan sendiri tanpa melalui agen resmi. “Itu di luar kewenangan kami, yang kami awasai itu BBM bersubsidi,” pungkasnya.
Sementara Wakil Bupati Mentawai, Rijel Samaloisa akan menindak para pengecer dan pemilik pangkalan yang masih menjual BBM dengan tarif mahal. “Kalau ada kedapatan yang masih menjual BBM dengan harga yang mahal pemerintah akan menindak tegas melalui camat dan dinas terkait,” ungkapnya.
Selain itu kata wakil Bupati Mentawai akan melakukan sosialisasi. “Kita juga harus lakukan sosialisasi,” pungkasnya.
()