Keberatan, perusahaan tambang minta divestasi 51% dikaji ulang
A
A
A
Sindonews.com – Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) keberatan atas aturan yang mewajibkan perusahaan tambang asing secara bertahap mendivestasikan minimal 51 persen sahamnya kepada mitra Indonesia setelah 5–10 tahun berproduksi.
API menilai Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 23/2010 tentang Kewajiban Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Mendivestasikan 51 persen Sahamnya itu sulit terealisasi. Sebab, perusahaan tambang asing diperkirakan akan bersandar pada perjanjian kontrak karya ataupun izin usaha pertambangan yang sudah mereka sepakati sebelumnya dengan pemerintah.
Sekretaris Jenderal API Tony Wenas mengatakan, klausul kontrak karya maupun perjanjian pengusahaan pertambangan batu bara masing-masing perusahaan tambang juga berbeda. Karena itu, dia meminta pemerintah mengkaji lebih dalam penerbitan regulasi tersebut. ”Apakah semata melihat keberadaan tambang dari aspek manfaat bagi masyarakat atau hanya dari kepemilikan saham? Apalagi, pengembangan perusahaan tambang mineral dan batu bara membutuhkan investasi cukup besar,” tuturnya di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, jika terdapat keharusan pelepasan saham, ditakutkan asing kembali masuk karena pihak domestik kesulitan dana untuk mengembangkan tambang. ”Belum lagi, saat ini banyak perusahaan tambang di Indonesia pemiliknya asing. Itu juga harus diteliti,” imbuhnya.
Diketahui, peraturan tersebut ditujukan kepada seluruh kontrak pertambangan yang lama maupun baru. Artinya, perusahaan tambang besar macam PT Freeport Indonesia pun tidak luput dari aturan itu dan wajib melepas kepemilikan saham mayoritasnya secara bertahap ke mitra nasional. Juru Bicara PT Freeport Indonesia Ramdhani Sirait saat dikonfirmasi tidak bersedia menyebutkan sikap perseroan atas kebijakan pemerintah tersebut.
Menurut Ramdhani, Freeport Indonesia mengacu kepada kontrak karya yang ditandatangani dengan pemerintah. Namun,Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan,p ihaknya meminta perusahaan asing mematuhi PP No 24/2012 yang mewajibkan perusahaan penanaman modal asing (PMA) pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk melakukan divestasi sahamnya sebesar 51 persen.
”Peraturan ini untuk kebaikan nasional, kami minta mereka patuh pada peraturanini,” tegas Jero kemarin. Sementara, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan, acuan pasal dalam PP No 24/2012 itu berlaku untuk seluruh perusahaan tambang asing. Peraturan tersebut ditujukan kepada seluruh kontrak pertambangan, yang lama maupun baru.
”Kalau sudah peraturan pemerintah seperti ini, berarti berlaku umum, termasuk Freeport,”kata Widjajono. Dia menambahkan,akan dibentuk tim khusus yang diatur oleh Manteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk menindaklanjuti persoalan tersebut. Tim khusus ini nanti akan melakukan upaya pembicaraan dengan para perusahaan tambang asing.
Sementara, Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite menjelaskan, keberadaan PP sudah tegas yakni berlaku untuk perusahaan yang baru mendapatkan IUP dan IUPK serta perusahaan yang melakukan perpanjangan setelah PP diundang- undangkan. Menurut Thamrin, pemegang IUPK lama tidak serta merta bisa lolos dari peraturan ini. ”Misalnya Freeport, untuk divestasinya akan dimasukkan ke dalam poin renegosiasi,”jelasnya.
Mengenai mitra Indonesia yang disebutkan dalam aturan itu, cakupannya adalah pemerintah pusat,daerah,perusahaan swasta, dan perusahaan badanusahamiliknegara( BUMN). Dalam PP itu juga disebutkan pengalihan saham asing dilakukan secara berurutan,pertama kepada pemerintah pusat, selanjutnya ditawarkan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota.
API menilai Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 23/2010 tentang Kewajiban Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara Mendivestasikan 51 persen Sahamnya itu sulit terealisasi. Sebab, perusahaan tambang asing diperkirakan akan bersandar pada perjanjian kontrak karya ataupun izin usaha pertambangan yang sudah mereka sepakati sebelumnya dengan pemerintah.
Sekretaris Jenderal API Tony Wenas mengatakan, klausul kontrak karya maupun perjanjian pengusahaan pertambangan batu bara masing-masing perusahaan tambang juga berbeda. Karena itu, dia meminta pemerintah mengkaji lebih dalam penerbitan regulasi tersebut. ”Apakah semata melihat keberadaan tambang dari aspek manfaat bagi masyarakat atau hanya dari kepemilikan saham? Apalagi, pengembangan perusahaan tambang mineral dan batu bara membutuhkan investasi cukup besar,” tuturnya di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, jika terdapat keharusan pelepasan saham, ditakutkan asing kembali masuk karena pihak domestik kesulitan dana untuk mengembangkan tambang. ”Belum lagi, saat ini banyak perusahaan tambang di Indonesia pemiliknya asing. Itu juga harus diteliti,” imbuhnya.
Diketahui, peraturan tersebut ditujukan kepada seluruh kontrak pertambangan yang lama maupun baru. Artinya, perusahaan tambang besar macam PT Freeport Indonesia pun tidak luput dari aturan itu dan wajib melepas kepemilikan saham mayoritasnya secara bertahap ke mitra nasional. Juru Bicara PT Freeport Indonesia Ramdhani Sirait saat dikonfirmasi tidak bersedia menyebutkan sikap perseroan atas kebijakan pemerintah tersebut.
Menurut Ramdhani, Freeport Indonesia mengacu kepada kontrak karya yang ditandatangani dengan pemerintah. Namun,Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menegaskan,p ihaknya meminta perusahaan asing mematuhi PP No 24/2012 yang mewajibkan perusahaan penanaman modal asing (PMA) pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk melakukan divestasi sahamnya sebesar 51 persen.
”Peraturan ini untuk kebaikan nasional, kami minta mereka patuh pada peraturanini,” tegas Jero kemarin. Sementara, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan, acuan pasal dalam PP No 24/2012 itu berlaku untuk seluruh perusahaan tambang asing. Peraturan tersebut ditujukan kepada seluruh kontrak pertambangan, yang lama maupun baru.
”Kalau sudah peraturan pemerintah seperti ini, berarti berlaku umum, termasuk Freeport,”kata Widjajono. Dia menambahkan,akan dibentuk tim khusus yang diatur oleh Manteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk menindaklanjuti persoalan tersebut. Tim khusus ini nanti akan melakukan upaya pembicaraan dengan para perusahaan tambang asing.
Sementara, Direktur Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite menjelaskan, keberadaan PP sudah tegas yakni berlaku untuk perusahaan yang baru mendapatkan IUP dan IUPK serta perusahaan yang melakukan perpanjangan setelah PP diundang- undangkan. Menurut Thamrin, pemegang IUPK lama tidak serta merta bisa lolos dari peraturan ini. ”Misalnya Freeport, untuk divestasinya akan dimasukkan ke dalam poin renegosiasi,”jelasnya.
Mengenai mitra Indonesia yang disebutkan dalam aturan itu, cakupannya adalah pemerintah pusat,daerah,perusahaan swasta, dan perusahaan badanusahamiliknegara( BUMN). Dalam PP itu juga disebutkan pengalihan saham asing dilakukan secara berurutan,pertama kepada pemerintah pusat, selanjutnya ditawarkan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota.
()