Pengembang keberatan peraturan pembangunan rumah murah
A
A
A
Sindonews.com - Program rumah murah yang dicanangkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) ternyata tidak dengan serta merta membawa angin segar bagi masyarakat. Pasalnya, pihak pengembang merasa keberatan dengan adanya persyaratan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Pembangunan (FLPP) yang tidak diperbolehkan untuk bangunan rumah di bawah tipe 36.
"Kami bukannya tidak mendukung program ini. Tapi, kami sebagai pengembang sangat keberatan dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.4 Tahun 2012 tentang persyaratan FLPP yang tidak boleh diberlakukan pada rumah di bawah tipe 36," kata Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (APERSI) Eddy Ganefo, saat dihubungi okezone, di Jakarta, Jumat (9/3/2012).
Eddy menambahkan, persyaratan tersebut tentu saja sangat membatasi rakyat kurang mampu dalam memiliki rumah yang layak. Apalagi rumah tipe 36 tersebut telah dibatasi harga jual maksimalnya hanya Rp70 juta.
"Pengembang tidak akan mampu memenuhi syarat tersebut. Dengan banyak pertimbangan tentu saja. Seperti mahalnya harga tanah, perizinan membangun, pembangunan infrastruktur hingga PPN yang dikenakan karena nilainya sudah mencapai Rp70 juta. Itu semua sangat memberatkan bagi kami pengembang di daerah mana pun," tegasnya.
"Kalau ada pemerintah daerah (pemda) yang ingin menyediakan lahan. Pemda yang mana yang sanggup? Itu tidak mudah," tandas Eddy.
Selain itu, Eddy juga menilai jika rumah murah seharga Rp25 juta tersebut hanya dapat dibangun di kawasan pinggir kota atau pedesaan.
"Rumah murah hanya bisa dibangun di kampung-kampung saja. Bahkan di kota-kota di Luar Jawa pun tidak bisa dibangun, karena harga tanahnya sudah sangat mahal. Jadi rumah murah yang totalnya Rp70 juta tersebut tidak mungkin dibangun dengan harga segitu. Di daerah Serang, Banten sekalipun tidak bisa," kata Eddy.
Menyoroti rencana pembangunan rumah murah yang akan dibangun di NTT, Maluku Utara, dan derah lainnya. Eddy pun punya tanggapan sendiri.
"Di sana itu yang bangun kontraktor bukan pengembang. Itu kan proyek pemerintah yang dananya dari APBN. Kalau kontraktor mana ada yang menolak kalau dikasih proyek pemerintah kayak gitu?," paparnya.
"Kami bukannya tidak mendukung program ini. Tapi, kami sebagai pengembang sangat keberatan dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No.4 Tahun 2012 tentang persyaratan FLPP yang tidak boleh diberlakukan pada rumah di bawah tipe 36," kata Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (APERSI) Eddy Ganefo, saat dihubungi okezone, di Jakarta, Jumat (9/3/2012).
Eddy menambahkan, persyaratan tersebut tentu saja sangat membatasi rakyat kurang mampu dalam memiliki rumah yang layak. Apalagi rumah tipe 36 tersebut telah dibatasi harga jual maksimalnya hanya Rp70 juta.
"Pengembang tidak akan mampu memenuhi syarat tersebut. Dengan banyak pertimbangan tentu saja. Seperti mahalnya harga tanah, perizinan membangun, pembangunan infrastruktur hingga PPN yang dikenakan karena nilainya sudah mencapai Rp70 juta. Itu semua sangat memberatkan bagi kami pengembang di daerah mana pun," tegasnya.
"Kalau ada pemerintah daerah (pemda) yang ingin menyediakan lahan. Pemda yang mana yang sanggup? Itu tidak mudah," tandas Eddy.
Selain itu, Eddy juga menilai jika rumah murah seharga Rp25 juta tersebut hanya dapat dibangun di kawasan pinggir kota atau pedesaan.
"Rumah murah hanya bisa dibangun di kampung-kampung saja. Bahkan di kota-kota di Luar Jawa pun tidak bisa dibangun, karena harga tanahnya sudah sangat mahal. Jadi rumah murah yang totalnya Rp70 juta tersebut tidak mungkin dibangun dengan harga segitu. Di daerah Serang, Banten sekalipun tidak bisa," kata Eddy.
Menyoroti rencana pembangunan rumah murah yang akan dibangun di NTT, Maluku Utara, dan derah lainnya. Eddy pun punya tanggapan sendiri.
"Di sana itu yang bangun kontraktor bukan pengembang. Itu kan proyek pemerintah yang dananya dari APBN. Kalau kontraktor mana ada yang menolak kalau dikasih proyek pemerintah kayak gitu?," paparnya.
()