China cetak defisit perdagangan tertinggi
A
A
A
Sindonews.com – China mencatatkan rekor defisit perdagangan tinggi sepanjang sejarah sebesar USD31,5 miliar pada Februari lalu. Besarnya defisit tersebut dipicu melonjaknya impor seiring dengan kekhawatiran terhadap perekonomian global.
”Impor mengalami kenaikan tajam sebesar 39,6 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD145,9 miliar, sementara ekspor naik lebih lambat sebesar 18,4 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi USD114,5 miliar,”ujar Pemerintah China di Beijing seperti dikutip BBC kemarin.
Melonjaknya impor ke China disebabkan besarnya permintaan minyak mentah di mana pengirimannya mencapai rekor tertinggi 5,95 juta barel per hari (bph) di tengah kekhawatiran gangguan pasokan dari Timur Tengah.
Selain itu, defisit dipengaruhi melonjaknya harga minyak yang rata-rata mencapai USD 125 per barel. BBC melaporkan, defisit tersebut mencerminkan pertumbuhan China yang relatif kuat, meski di kawasan lain seperti Eropa terlilit krisis utang serta masih melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS).
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV/2011 mencapai 8,9 persen dan target pertumbuhan pemerintah tahun ini sebesar 7,5 persen. Sementara, laju inflasi diperkirakan di level empat persen hingga akhir tahun. Pada dua bulan pertama 2012, pertumbuhan ekspor melambat menjadi 6,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan, impor selama dua bulan naik 7,7 persen atau turun dari 11,8 persen pada Desember 2011. Para analis menggabungkan dua periode tersebut untuk mengimbangi dampak dari Tahun Baru Imlek yang muncul di waktu yang berbeda pada Januari atau Februari setiap tahun.
Menurut mereka, hal itu akan mendistorsi nilai perdagangan akibat produsen terburu-buru memenuhi pesanan. Saat ini permintaan Beijing untuk minyak mentah, bijih besi, dan komoditas lain serta komponen industri mengalami penurunan akibat melambatnya pesanan ekspor.
Selama ini ekspor China memang bergantung pada pasar AS dan Eropa. Di AS perekonomian Negeri Paman Sam masih belum menunjukkan pemulihan sepenuhnya meski pekan lalu pemerintah setempat menyatakan telah mampu menciptakan 227 ribu pekerjaan pada Februari. Namun, hal itu belum cukup mengurangi level pengangguran yang masih di kisaran 8,3 persen.
”Eropa dan Amerika samasama sedang menuju pemulihan meski melambat.Kami seharusnya tidak pesimistis dengan ekspor,” kata analis dari Huachuang Securities Hua Zhongwei.
”Impor mengalami kenaikan tajam sebesar 39,6 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD145,9 miliar, sementara ekspor naik lebih lambat sebesar 18,4 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi USD114,5 miliar,”ujar Pemerintah China di Beijing seperti dikutip BBC kemarin.
Melonjaknya impor ke China disebabkan besarnya permintaan minyak mentah di mana pengirimannya mencapai rekor tertinggi 5,95 juta barel per hari (bph) di tengah kekhawatiran gangguan pasokan dari Timur Tengah.
Selain itu, defisit dipengaruhi melonjaknya harga minyak yang rata-rata mencapai USD 125 per barel. BBC melaporkan, defisit tersebut mencerminkan pertumbuhan China yang relatif kuat, meski di kawasan lain seperti Eropa terlilit krisis utang serta masih melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS).
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV/2011 mencapai 8,9 persen dan target pertumbuhan pemerintah tahun ini sebesar 7,5 persen. Sementara, laju inflasi diperkirakan di level empat persen hingga akhir tahun. Pada dua bulan pertama 2012, pertumbuhan ekspor melambat menjadi 6,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sedangkan, impor selama dua bulan naik 7,7 persen atau turun dari 11,8 persen pada Desember 2011. Para analis menggabungkan dua periode tersebut untuk mengimbangi dampak dari Tahun Baru Imlek yang muncul di waktu yang berbeda pada Januari atau Februari setiap tahun.
Menurut mereka, hal itu akan mendistorsi nilai perdagangan akibat produsen terburu-buru memenuhi pesanan. Saat ini permintaan Beijing untuk minyak mentah, bijih besi, dan komoditas lain serta komponen industri mengalami penurunan akibat melambatnya pesanan ekspor.
Selama ini ekspor China memang bergantung pada pasar AS dan Eropa. Di AS perekonomian Negeri Paman Sam masih belum menunjukkan pemulihan sepenuhnya meski pekan lalu pemerintah setempat menyatakan telah mampu menciptakan 227 ribu pekerjaan pada Februari. Namun, hal itu belum cukup mengurangi level pengangguran yang masih di kisaran 8,3 persen.
”Eropa dan Amerika samasama sedang menuju pemulihan meski melambat.Kami seharusnya tidak pesimistis dengan ekspor,” kata analis dari Huachuang Securities Hua Zhongwei.
()