Pengusaha rumput laut keluhkan biaya ekspor

Jum'at, 16 Maret 2012 - 06:13 WIB
Pengusaha rumput laut...
Pengusaha rumput laut keluhkan biaya ekspor
A A A
Sindonews.com - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Keluhkan Biaya Ekspor yang semakin tinggi dengan panjangnya proses dari mulai perizinan sampai pada pengiriman rumput laut ke negara tujuan ekspor.

Ketua ARLI Safari Azis menyatakan bahwa pihaknya keberatan dengan proses pengurusan Certificate of Legal Origin (CoLO). Sertifikat tersebut fungsinya untuk menjamin tentang asal usul rumput laut, dari hasil budi daya atau panenan dari alam yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Setiap proses perizinan membutuhkan biaya. Dengan adanya persayaratan tambahan CoLO ini semakin mempertinggi beban pengusaha rumput laut untuk melakukan ekspor ke negara tujuan,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Kamis 15 Maret 2012.

Menurutnya, untuk mendapatkan CoLO, eksportir diwajibkan memiliki tiga dokumen persyaratan antara lain Izin Usaha Perikanan (IUP), Health Certificate (HC) dan Surat Kelayakan Pengolahan (SKP). “Yang terjadi di lapangan dengan adanya permintaan CoLO dari negara tujuan seolah-olah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mengeluarkan perizinan untuk memperpanjang rantai birokrasi dengan biaya-biayanya," ungkap Safari.

Safari menilai, saat ini birokrasi untuk ekspor dan impor rumput laut belum terintegrasi dengan baik dan mempersulit pelaku usaha. Sebagai contoh dapat terlihat dari pengusaha yang mengolah rumput laut sudah memiliki izin usaha perindustrian, akan tetapi mereka tetap harus pula memiliki SKP yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“SKP ini tumpang tindih dengan Izin Usaha Perindustrian yang telah dimiliki oleh prosesor. Sehingga penerbitan izin yang sama dari dua Kementerian yakni KKP dan Perindustrian membuat bingung para prosesor rumput laut.”

ARLI melalui Safari mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan agar SKP ini ditinjau kembali dengan kondisi yang sebenarnya atau dihapuskan sekaligus. “Jika ada negara tujuan ekspor yang mempersyaratkan CoLO seperti Chile, maka pemerintah seyogjanya membuat CoLO tersebut tanpa harus memperpanjang rentetan persyaratan lainnya,” kata Safari.

Selain menyulitkan dalam perizinan, Safari juga mengungkapkan biaya untuk mendapatkan CoLO dinilai tinggi jika dihitung berdasarkan jumlah volume barang mencapai Rp1-1,5 juta per kontainer. Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya Certificate of Origin (COO) yang dikeluarkan oleh Kemendag atau Kadin yang hanya Rp200.000 untuk sekali pengiriman ekspor berapa pun jumlah kontainer yang dikirim. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5622 seconds (0.1#10.140)