Tak capai target, PDAM Bandung berutang Rp200 M
A
A
A
Sindonews.com - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung kesulitan mencapai target 80 persen air baku dalam sasaran pembangunan milenium atau millennium development goals (MDGs). Upaya yang dilakukan yakni kembali berutang untuk mengelola sumber air baku baru.
”Untuk penambahan debit air baku yang dibutuhkan, dalam waktu dekat kami akan lakukan penyediaan air baku dari sungai yang ada di Gedebage. Debit airnya 290 liter per detik dan biayanya mencapai Rp200 miliar,” ujar Dirut PDAM Kota Bandung Pian Sopian di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganeca.
Menurut Pian, dana yang dibutuhkan untuk penambahan debit air di titik sumber lainnya Rp1 triliun. Setelah pihaknya melakukan evaluasi mendalam dan pemrograman pembiayaan, diperkirakan tahun ini akan berutang kembali kepada pemerintah pusat.
”PDAM Tirtawening termasuk kategori rajin membayar utang. Tahun lalu pun kami melakukan pelunasan utang, maka kami rencanakan untuk meminjam uang lagi kepada pusat,” ujar Pian.
Dia mengatakan, sejumlah program tengah dikerahkan untuk penyediaan air baku di Kota Bandung. Di antaranya pemrograman sungai di Gedebage. Di antaranya, pengandalan Sungai Cikapundung dan Cisangkuy sebagai sumber air baku, dan memberdayakan potensi Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat.
Selain itu, PDAM Kota Bandung sedang menagih janji Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membangun lima bendungan kecil di Sungai Cikapundung. ”Saat ini Cikapundung hanya memenuhi kebutuhan air baku dengan debit 400 liter per detik, sementara untuk mencapai angka MDGs dibutuhkan debit mencapai 5.000 liter per detik,” ucap dia.
Pian menyebutkan, jumlah debit keseluruhan air baku saat ini mencapai angka 2.700 liter per detik dengan total pencapaian MDGs 72 persen. Target 80 persen MDGs karena sisanya merupakan cakupan badan perorangan dan perusahaan penyedia air baku.
PDAM tetap mempertahankan Waduk Saguling jadi sumber air baku, meskipun kualitasnya sangat buruk karena kotor. ”Namun dengan teknologi filterasi yang ampuh, dipastikan akan memperbaiki kualitas air baku, bahkan menangani jarak tempuh yang jauh. Evaluasi mendalam diperlukan untuk memenuhi debit air yang dibutuhkan,” ujar dia.
Selain Saguling, PDAM juga melirik potensi Waduk Santosa. Pian mengungkapkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2005, seharusnya air baku disediakan pemerintah, sementara PDAM sebagai operator yang mengelola. Pihaknya mengharapkan kepada pemerintahan provinsi, kota, dan kabupaten untuk menjadikan penyediaan air baku sebagai prioritas.
Ditemui terpisah di Kantor Bandung Green Institute, Jalan Sadang Barat, Direktur Air Minum PDAM Kota Bandung Tardan Setiawan mengatakan bahwa limbah besi dan tanah paling banyak ditemui pada unsur air baku di Sungai Cikapundung.
”Kandungan besi memang tinggi karena pada dasarnya kontur Bandung dikelilingi jenis tanah tertentu. Selain itu, banyak limbah peternakan seperti pestisida dan kotoran hewan,” kata Tardan. (ank)
”Untuk penambahan debit air baku yang dibutuhkan, dalam waktu dekat kami akan lakukan penyediaan air baku dari sungai yang ada di Gedebage. Debit airnya 290 liter per detik dan biayanya mencapai Rp200 miliar,” ujar Dirut PDAM Kota Bandung Pian Sopian di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganeca.
Menurut Pian, dana yang dibutuhkan untuk penambahan debit air di titik sumber lainnya Rp1 triliun. Setelah pihaknya melakukan evaluasi mendalam dan pemrograman pembiayaan, diperkirakan tahun ini akan berutang kembali kepada pemerintah pusat.
”PDAM Tirtawening termasuk kategori rajin membayar utang. Tahun lalu pun kami melakukan pelunasan utang, maka kami rencanakan untuk meminjam uang lagi kepada pusat,” ujar Pian.
Dia mengatakan, sejumlah program tengah dikerahkan untuk penyediaan air baku di Kota Bandung. Di antaranya pemrograman sungai di Gedebage. Di antaranya, pengandalan Sungai Cikapundung dan Cisangkuy sebagai sumber air baku, dan memberdayakan potensi Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat.
Selain itu, PDAM Kota Bandung sedang menagih janji Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membangun lima bendungan kecil di Sungai Cikapundung. ”Saat ini Cikapundung hanya memenuhi kebutuhan air baku dengan debit 400 liter per detik, sementara untuk mencapai angka MDGs dibutuhkan debit mencapai 5.000 liter per detik,” ucap dia.
Pian menyebutkan, jumlah debit keseluruhan air baku saat ini mencapai angka 2.700 liter per detik dengan total pencapaian MDGs 72 persen. Target 80 persen MDGs karena sisanya merupakan cakupan badan perorangan dan perusahaan penyedia air baku.
PDAM tetap mempertahankan Waduk Saguling jadi sumber air baku, meskipun kualitasnya sangat buruk karena kotor. ”Namun dengan teknologi filterasi yang ampuh, dipastikan akan memperbaiki kualitas air baku, bahkan menangani jarak tempuh yang jauh. Evaluasi mendalam diperlukan untuk memenuhi debit air yang dibutuhkan,” ujar dia.
Selain Saguling, PDAM juga melirik potensi Waduk Santosa. Pian mengungkapkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2005, seharusnya air baku disediakan pemerintah, sementara PDAM sebagai operator yang mengelola. Pihaknya mengharapkan kepada pemerintahan provinsi, kota, dan kabupaten untuk menjadikan penyediaan air baku sebagai prioritas.
Ditemui terpisah di Kantor Bandung Green Institute, Jalan Sadang Barat, Direktur Air Minum PDAM Kota Bandung Tardan Setiawan mengatakan bahwa limbah besi dan tanah paling banyak ditemui pada unsur air baku di Sungai Cikapundung.
”Kandungan besi memang tinggi karena pada dasarnya kontur Bandung dikelilingi jenis tanah tertentu. Selain itu, banyak limbah peternakan seperti pestisida dan kotoran hewan,” kata Tardan. (ank)
()