EPA AS minta pengunduran waktu

Selasa, 27 Maret 2012 - 09:21 WIB
EPA AS minta pengunduran waktu
EPA AS minta pengunduran waktu
A A A


Sindonews.com - Environment Protection Agency (EPA) AS meminta pengunduran waktu hingga akhir April 2012 untuk melakukan pengkajian semua data serta masukan yang diberikan Indonesia terkait permasalahan ekspor minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO).

Pernyataan itu disampaikan ketika delegasi Indonesia bertolak ke AS pada minggu lalu. “Waktu tanggal 22 Maret, kami mendapat kabar bahwa EPA meminta waktu hingga akhir April untuk menyampaikan pendapatnya,” kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Zaenal Bachruddin ketika dihubungi di Jakarta, Senin 26 Maret 2012.

Dia menambahkan, hingga akhir April 2012, Indonesia juga akan melakukan sejumlah perbaikan serta pengkajian kembali terhadap data-data yang sudah ada sebelum nantinya akan diberikan lagi kepada EPA.
“Karena mereka minta waktu mundur, kita dari tim pemerintah akan kembali memperbaiki semua data yang sudah kita berikan minggu lalu. Nanti, akhir April kita akan berikan lagi. Tidak harus datang ke sana lagi, bisa dikirimkan melalui email atau cara lain,” tuturnya.

Meski demikian, Zaenal tetap berharap, pengunduran waktu tersebut bisa memberikan titik cerah. Pasalnya, dia meyakini, EPA sangat responsif ketika melihat semua data serta masukan dari Indonesia. EPA juga menyampaikan bahwa data yang diberikan harus sudah solid dan dikaji secara ilmiah.

“Tapi, kita harus positive thinking. Harapan kita, mereka bisa memberikan kita kesempatan dan biodiesel yang dihasilkan CPO kita tidak bermasalah di AS dan bisa memberikan kontribusi dalam pengurangan emisi, serta mengurangi pencemaran lingkungan,” jelasnya.

Setelah akhir April, lanjutnya, Indonesia, Malaysia, dan AS akan melakukan dialog interaksi selama enam bulan. “Setelah enam bulan nanti, kemungkinan besar kita akan mengundang EPA ke Indonesia, karena salah satu keputusannya adalah mereka diundang datang ke sini untuk melihat langsung di lapangan,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, delegasi Indonesia yang melakukan pertemuan di AS terdiri dari 10–12 orang. Menurutnya, Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Jalal sangat membantu sekali dalam mengatasi masalah tersebut.
“Di AS, pertemuan itu terdiri dari dialog, diskusi, memberikan pendapat dan data-data tentang penggunaan lahan sistem daur ulang limbah, serta sistem pengembangan sawit kita. Tanggal 22 Maret juga ada pertemuan formal antara Menteri Perdagangan Malaysia dan tim teknis kami,” paparnya.

Sekjen Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, pihaknya berharap hingga akhir tahun ini sudah ada keputusan yang baik dari Pemerintah AS sehingga produk CPO terutama biodiesel tidak sulit untuk diekspor ke AS.

“AS meminta waktu sekitar enam bulan untuk mengkaji semua masukan, data, serta perhitungan dari Indonesia,” kata Paulus.

Sebelumnya CPO Indonesia dianggap tidak memenuhi syarat minimal standar energi terbarukan AS terkait emisi gas rumah kaca sebesar 20%. Notice of Data Availability (NODA) dari EPA AS menyebutkan biofuel CPO Indonesia berada di level 17%.

Sedangkan untuk renewable diesel, EPA mencatat minimal standar energi terbarukannya hanya 11%. AS meminta tanggapan Indonesia paling lambat 28 Februari tetapi kemudian mundur.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) mencatat, hasil riset peneliti Indonesia dan Uni Eropa menunjukkan, CPO sebagai bahan biofuel mampu mengurangi emisi gas buang 37-49%. Angka itu jauh dari emisi yang mampu diserap kedelai dan jagung yang mendominasi ekspor AS.

Akibatnya, sebagian pihak menilai AS merasa kehadiran sawit sebagai ancaman bagi komoditas ekspor utama AS itu. Ditambah lagi,harga CPO cenderung lebih murah dibanding harga minyak kedelai dan jagung. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8142 seconds (0.1#10.140)