Konversi BBM lambat penyebab subsidi PLN bengkak
A
A
A
Sindonews.com - Terlambatnya langkah melakukan konversi minyak ke gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dinilai menjadi penyebab perusahaan PT PLN (Persero) meminta subsidi listrik yang besar hingga Rp93 triliun seperti yang diajukan dalam APBNP 2012.
"PLN terlambat melakukan konversi BBM ke gas, padahal PLTU milik PLN sejak zaman Soeharto sudah dirancang dengan sistem double fire yang memungkinkan menggunakan dua bahan bakar, minyak dan gas," demikian diungkapkan ekonom Iman Sugema ketika menemui wartawan di kantor EC-Think, kawasan Kebayoran, Jakarta, Selasa (27/3/2012).
Sebelumnya, di dalam APBNP 2012, PLN mengajukan subsidi listrik sebesar Rp93 triliun dari angka sebelumnya Rp48 triliun. Namun, DPR hanya mengesahkan subsidi listrik bagi PLN tahun ini sebesar Rp65 triliun.
Menurut Iman, PLN bisa saja langsung menggunakan bahan bakar gas ketimbang terus menggunakan minyak di pembangkitnya. Namun, PLN tidak melakukannya karena margin PLN jika tetap menggunakan minyak lebih besar.
"Ini bukan masalah enggak bisa tetapi enggak mau. Kalau tidak ada gas, PLN kan bisa impor gas, tetapi dia enggak mau," lanjut dia.
Seperti diketahui DPR dan Pemerintah sebelumnya menyepakati besaran subsidi listrik dalam RAPBNP 2012 sebesar Rp64,97 triliun atau tambahan sebesar Rp24,52 triliun. Angka ini berbeda dengan dua opsi subsidi yang diajukan sebelumnya sebesar Rp83,45 triliun dan Rp80,45 triliun.
"Hari ini kita menyepakati telah menyepakati dua asumsi makro di bidang energi, subsidi listrik sebesar Rp64,97 triliun atau tambahan sebesar Rp24,52 triliun," ungkap Menteri ESDM Jero Wacik dalam rapat dengan komisi VII.
Hingga akhirnya pada rapat antara Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah, disepakati subsidi listrik sebesar Rp65 triliun dan cadangan risiko untuk listrik sebesar Rp23 triliun. (ank)
"PLN terlambat melakukan konversi BBM ke gas, padahal PLTU milik PLN sejak zaman Soeharto sudah dirancang dengan sistem double fire yang memungkinkan menggunakan dua bahan bakar, minyak dan gas," demikian diungkapkan ekonom Iman Sugema ketika menemui wartawan di kantor EC-Think, kawasan Kebayoran, Jakarta, Selasa (27/3/2012).
Sebelumnya, di dalam APBNP 2012, PLN mengajukan subsidi listrik sebesar Rp93 triliun dari angka sebelumnya Rp48 triliun. Namun, DPR hanya mengesahkan subsidi listrik bagi PLN tahun ini sebesar Rp65 triliun.
Menurut Iman, PLN bisa saja langsung menggunakan bahan bakar gas ketimbang terus menggunakan minyak di pembangkitnya. Namun, PLN tidak melakukannya karena margin PLN jika tetap menggunakan minyak lebih besar.
"Ini bukan masalah enggak bisa tetapi enggak mau. Kalau tidak ada gas, PLN kan bisa impor gas, tetapi dia enggak mau," lanjut dia.
Seperti diketahui DPR dan Pemerintah sebelumnya menyepakati besaran subsidi listrik dalam RAPBNP 2012 sebesar Rp64,97 triliun atau tambahan sebesar Rp24,52 triliun. Angka ini berbeda dengan dua opsi subsidi yang diajukan sebelumnya sebesar Rp83,45 triliun dan Rp80,45 triliun.
"Hari ini kita menyepakati telah menyepakati dua asumsi makro di bidang energi, subsidi listrik sebesar Rp64,97 triliun atau tambahan sebesar Rp24,52 triliun," ungkap Menteri ESDM Jero Wacik dalam rapat dengan komisi VII.
Hingga akhirnya pada rapat antara Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah, disepakati subsidi listrik sebesar Rp65 triliun dan cadangan risiko untuk listrik sebesar Rp23 triliun. (ank)
()