Rumah tipe 36 tak mungkin Rp70 juta
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai program rumah tipe 36 Rp70 juta untuk PNS dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dinilai tidak realistis.
"Rumah tipe 36 enggak mungkin harganya Rp70 juta. Minimal itu Rp80 juta, baik di Jawa dan di luar Jawa, utamanya di daerah perkotaan," kata Ketua Umum Apersi Eddy Ganefo sebagaimana dikutip dari Okezone, Rabu (28/3/2012).
Menurutnya, rumah murah yang berada di halaman kantor Kemenpera dan yang sudah dibangun di Palembang sebagai kota asal rumah murah dengan sistem cetak ini sangat berbeda.
"Rumah yang Rp25 juta itu di Palembang tanpa plafon, keramik, dan plester. Sedangkan rumah contoh yang ada di kantor Kemenpera itu sudah sekira Rp35-40 juta. Pokoknya ditambah tanah maka total harganya di atas Rp70 juta," paparnya.
Dia menegaskan, Apersi menolak untuk membangun rumah murah tipe 36 dengan harga Rp70 juta, dikarenakan penghitungan biaya yang telah mereka lakukan, hasilnya melebihi angka tersebut.
"Kami tetap menolak dan enggak mau bangun. Perumnas saja keberatan. Karena seperti contoh di Tarakan saja yang pedalaman rumahnya lebih dari Rp70 juta. Apalagi yang di perkotaan kan," ujar Eddy.
"Rumah tipe 36 enggak mungkin harganya Rp70 juta. Minimal itu Rp80 juta, baik di Jawa dan di luar Jawa, utamanya di daerah perkotaan," kata Ketua Umum Apersi Eddy Ganefo sebagaimana dikutip dari Okezone, Rabu (28/3/2012).
Menurutnya, rumah murah yang berada di halaman kantor Kemenpera dan yang sudah dibangun di Palembang sebagai kota asal rumah murah dengan sistem cetak ini sangat berbeda.
"Rumah yang Rp25 juta itu di Palembang tanpa plafon, keramik, dan plester. Sedangkan rumah contoh yang ada di kantor Kemenpera itu sudah sekira Rp35-40 juta. Pokoknya ditambah tanah maka total harganya di atas Rp70 juta," paparnya.
Dia menegaskan, Apersi menolak untuk membangun rumah murah tipe 36 dengan harga Rp70 juta, dikarenakan penghitungan biaya yang telah mereka lakukan, hasilnya melebihi angka tersebut.
"Kami tetap menolak dan enggak mau bangun. Perumnas saja keberatan. Karena seperti contoh di Tarakan saja yang pedalaman rumahnya lebih dari Rp70 juta. Apalagi yang di perkotaan kan," ujar Eddy.
()