RUU pangan dinilai hambat iklim investasi
A
A
A
Sindonews.com - Pengusaha nasional menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sediaan Farmasi, Pangan Olahan, Perbekalan Kebutuhan Rumah Tangga, dan Alat Kesehatan (RUU Pangan) akan menghambat iklim investasi di Indonesia. RUU itu dinilai akan merusak tatanan bisnis pangan di Indonesia.
”Kami berharap keberatan dan masukan kami bisa dipertimbangkan. Dalam hal ini, semoga menteri perdagangan bisa menyuarakan kekhawatiran kami karena aturan itu tidak mungkin diterapkan,” kata Perwakilan US-ASEAN Business Council Rachmat Hidayat di Jakarta kemarin.
RUU tersebut, kata Rachmat, mengatur mengenai pengadaan dan pembuatan pangan olahan untuk anak umur di bawah lima tahun hanya bisa dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Selain itu, semua pembuatan, pengadaan, dan kegiatan usaha di bidang farmasi pun hanya bisa dilakukan oleh BUMN. Di sisi lain, imbuh dia, ada pasal lainnya yang mengatur bahwa perusahaan lain bisa melakukan kegiatan usaha di sektor-sektor tersebut asalkan mendapat izin dari Kementerian BUMN. Hal itu sangat membingungkan kalangan usaha.
”Selama ini sektor-sektor itu kan sudah regulated, mulai dari BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sekarang, ditambah lagi dari BUMN,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Produsen Farmasi Asing di Indonesia (International Pharmaceuticals Manufacturer Group/IPMG) Luthfi Mardiansyah mengatakan, pihaknya juga telah memberi masukan bagi RUU tersebut.
”Inti yang menjadi masukan kami adalah pasal yang mengatur kegiatan usaha hanya bisa dilakukan BUMN. Artinya, tidak bisa menjalankan bisnis di sini. Secara aturan, regulasi itu bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional, WTO, asas persamaan dan iklim investasi. Ini yang kami sampaikan ke Baleg,” jelas Lutfi. (ank)
”Kami berharap keberatan dan masukan kami bisa dipertimbangkan. Dalam hal ini, semoga menteri perdagangan bisa menyuarakan kekhawatiran kami karena aturan itu tidak mungkin diterapkan,” kata Perwakilan US-ASEAN Business Council Rachmat Hidayat di Jakarta kemarin.
RUU tersebut, kata Rachmat, mengatur mengenai pengadaan dan pembuatan pangan olahan untuk anak umur di bawah lima tahun hanya bisa dilakukan oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Selain itu, semua pembuatan, pengadaan, dan kegiatan usaha di bidang farmasi pun hanya bisa dilakukan oleh BUMN. Di sisi lain, imbuh dia, ada pasal lainnya yang mengatur bahwa perusahaan lain bisa melakukan kegiatan usaha di sektor-sektor tersebut asalkan mendapat izin dari Kementerian BUMN. Hal itu sangat membingungkan kalangan usaha.
”Selama ini sektor-sektor itu kan sudah regulated, mulai dari BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sekarang, ditambah lagi dari BUMN,” tuturnya.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Produsen Farmasi Asing di Indonesia (International Pharmaceuticals Manufacturer Group/IPMG) Luthfi Mardiansyah mengatakan, pihaknya juga telah memberi masukan bagi RUU tersebut.
”Inti yang menjadi masukan kami adalah pasal yang mengatur kegiatan usaha hanya bisa dilakukan BUMN. Artinya, tidak bisa menjalankan bisnis di sini. Secara aturan, regulasi itu bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional, WTO, asas persamaan dan iklim investasi. Ini yang kami sampaikan ke Baleg,” jelas Lutfi. (ank)
()