Mengais rezeki dari bisnis mainan edukatif
A
A
A
Sindonews.com - Berawal dari keinginan memberikan mainan edukatif yang aman bagi buah hatinya, Yulina memutuskan untuk membuatnya sendiri. Tak disangka, kini mainan yang dibuatnya boleh dibilang sudah bisa dinikmati seluruh anak Indonesia.
Melalui bendera Malva Kayla Toas, Yulina bahkan kini berkontribusi membantu menciptakan lapangan pekerjaan bagi sedikitnya 25 orang. “Kebanyakan mainan anak itu produk impor dari China yang tidak ada bahasa Inggrisnya,” kata dia ketika ditemui di showroom-nya, di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, belum lama ini.
Selain alasan itu perempuan bernama lengkap Yulina Setianingsih itu, juga khawatir mainan anak yang kurang aman bagi kesehatan buah hatinya. Mainan yang kali pertama dibuatnya pada 2005 silam ialah berbahan dasar kain flanel.
Ketertarikannya membuat mainan berbahan flanel lantaran lebih mudah dikreasikan. Dia lalu membuat mainan berupa softbook mengenai binatang beberapa tahun lalu. Softbook binatang yang dibuatnya saat itu adalah burung. Ide membuat softbook burung didorong keinginannya mengenalkan unggas itu kepada anaknya. Pasalnya, saat itu sedang marak kasus flu burung.
Dengan softbook tersebut, Yuli, panggilan akrab Yulina, berharap buah hatinya bisa lebih waspada dengan hewan yang saat itu menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Mainan edukatif perdananya dia tampilkan di salah satu milis balita yang diikutinya.
Respons positif ditunjukkan dari anggota milis tersebut saat itu. Dari 10 mainan edukatif yang dibuatnya dari bahan kain flanel, semuanya laris terjual hanya dalam satu hari. Sejak itu, seiring meningkatnya jumlah permintaan terhadap mainan edukatif miliknya, istri dari Ade Subagio ini termotivasi membuat mainan edukatif lebih banyak dan bervariasi.
Selain bahan flanel, Yuli juga mencoba kain nelex. Kain ini dinilai lebih aman dibanding kain flanel karena lebih lembut dan tidak menyimpan debu. “Kain nelex lebih aman untuk anak-anak yang memiliki penyakit asma,” imbuh perempuan kelahiran 20 Juli 1975 ini.
Dalam pekembangannya, ibu dari satu putra dan satu putri, ini juga memproduksi mainan edukatif berbahan kayu. Menurut Yuli, mainan dari bahan kayu memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dari bahan kain. Sehingga dia harus mendatangkan ahli mainan kayu dari Sukabumi, Jawa Barat.
Melihat kesibukan bisnis istrinya, Ade, sang suami, memutuskan mengundurkan diri sebagai sales supervisor di salah satu perusahaan penerbitan di ibu kota guna membantu mengembangkan bisnisnya.
Sebelum memiliki workshop, Yuli yang pernah bekerja sebagai wartawan ini hanya menggunakan salah satu jasa ahli pembuat mainan dari bahan kayu. “Namun, lama-kelamaan yang mereka buat tidak sesuai dengan kemauan saya. Karena itu, untuk bisa mengontrol kualitas dan kuantitas, akhirnya kami memiliki pabrik (workshop),” tutur Yuli yang mengaku dari usahanya saat ini bisa mengantongi omzet Rp50-60 juta per bulan.
Adapun modal untuk membangun workshop pada 2008 sekitar Rp30 jutaan, dengan pendanaan dari suami tercinta. Seiring berdirinya workshop, Yuli juga membuka showroom pertamanya di PGC. Hal ini dilakukan karena makin banyak pembeli maupun agen produk mainannya.
Saat ini, selain dibantu karyawannya sendiri, Yuli sudah memiliki 302 agen, dengan jumlah agen aktif tiap bulannya sebanyak 30 agen. (ank)
Melalui bendera Malva Kayla Toas, Yulina bahkan kini berkontribusi membantu menciptakan lapangan pekerjaan bagi sedikitnya 25 orang. “Kebanyakan mainan anak itu produk impor dari China yang tidak ada bahasa Inggrisnya,” kata dia ketika ditemui di showroom-nya, di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, belum lama ini.
Selain alasan itu perempuan bernama lengkap Yulina Setianingsih itu, juga khawatir mainan anak yang kurang aman bagi kesehatan buah hatinya. Mainan yang kali pertama dibuatnya pada 2005 silam ialah berbahan dasar kain flanel.
Ketertarikannya membuat mainan berbahan flanel lantaran lebih mudah dikreasikan. Dia lalu membuat mainan berupa softbook mengenai binatang beberapa tahun lalu. Softbook binatang yang dibuatnya saat itu adalah burung. Ide membuat softbook burung didorong keinginannya mengenalkan unggas itu kepada anaknya. Pasalnya, saat itu sedang marak kasus flu burung.
Dengan softbook tersebut, Yuli, panggilan akrab Yulina, berharap buah hatinya bisa lebih waspada dengan hewan yang saat itu menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Mainan edukatif perdananya dia tampilkan di salah satu milis balita yang diikutinya.
Respons positif ditunjukkan dari anggota milis tersebut saat itu. Dari 10 mainan edukatif yang dibuatnya dari bahan kain flanel, semuanya laris terjual hanya dalam satu hari. Sejak itu, seiring meningkatnya jumlah permintaan terhadap mainan edukatif miliknya, istri dari Ade Subagio ini termotivasi membuat mainan edukatif lebih banyak dan bervariasi.
Selain bahan flanel, Yuli juga mencoba kain nelex. Kain ini dinilai lebih aman dibanding kain flanel karena lebih lembut dan tidak menyimpan debu. “Kain nelex lebih aman untuk anak-anak yang memiliki penyakit asma,” imbuh perempuan kelahiran 20 Juli 1975 ini.
Dalam pekembangannya, ibu dari satu putra dan satu putri, ini juga memproduksi mainan edukatif berbahan kayu. Menurut Yuli, mainan dari bahan kayu memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dari bahan kain. Sehingga dia harus mendatangkan ahli mainan kayu dari Sukabumi, Jawa Barat.
Melihat kesibukan bisnis istrinya, Ade, sang suami, memutuskan mengundurkan diri sebagai sales supervisor di salah satu perusahaan penerbitan di ibu kota guna membantu mengembangkan bisnisnya.
Sebelum memiliki workshop, Yuli yang pernah bekerja sebagai wartawan ini hanya menggunakan salah satu jasa ahli pembuat mainan dari bahan kayu. “Namun, lama-kelamaan yang mereka buat tidak sesuai dengan kemauan saya. Karena itu, untuk bisa mengontrol kualitas dan kuantitas, akhirnya kami memiliki pabrik (workshop),” tutur Yuli yang mengaku dari usahanya saat ini bisa mengantongi omzet Rp50-60 juta per bulan.
Adapun modal untuk membangun workshop pada 2008 sekitar Rp30 jutaan, dengan pendanaan dari suami tercinta. Seiring berdirinya workshop, Yuli juga membuka showroom pertamanya di PGC. Hal ini dilakukan karena makin banyak pembeli maupun agen produk mainannya.
Saat ini, selain dibantu karyawannya sendiri, Yuli sudah memiliki 302 agen, dengan jumlah agen aktif tiap bulannya sebanyak 30 agen. (ank)
()