DPR setujui draft ratifikasi konvensi migrant
A
A
A
Sindonews.com - Komisi IX DPR dan pemerintah menyetujui ratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Buruh Migrant dan Keluarganya sebagai dasar revisi penempatan dan perlindungan TKI.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfidz mengatakan, seluruh fraksi yang hadir dalam rapat kemarin menyetujui draft ratifikasi tersebut. Ratifikasi ini merupakan kemajuan bagi bangsa Indonesia dan akan berkontribusi positif terhadap perlindungan tenaga migrant baik dalam pra penempatan, selama bekerja dan pasca tenaga migrant ini menjadi pekerja di luar negeri.
Dengan disahkannya ratifikasi ini, ujar Irgan yang menjadi pemimpin rapat kerja, mengatakan hal ini dapat menjadi modal awal untuk mendesak Negara lain khususnya Negara-negara penempatan TKI dan Negara transit untuk menghormati dan memberikan perlindungan hak azasi manusia bagi tenaga migrant asal Indonesia.
Politikus dari Fraksi PPP ini menyatakan, keputusan rapat kemarin akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Anggota Komisi IX DPR Diana Anwar yang menjadi Juru Bicara dari Fraksi Demokrat menyatakan, fraksinya menyetujui ratifikasi tersebut karena Indonesia mempunyai komitmen untuk mendorong ratifikasi universal bagi perlindungan hak dari seluruh pekerja dan keluarganya. “Rancangan ini juga untuk menentukan standar administrasi dan peradilan di Negara-negara penempatan,” katanya di gedung DPR, Senin (9/4/2012).
Terobosan yang akan didapat dari konvensi ini, ujarnya, ialah agar semua orang yang akan menjadi TKI memenuhi kualifikasi sesuai konvensi sehingga berhak menikmati hak azasi manusia di negara manapun dan hukum yang berjalan sesuai aturan.
Fraksinya berpendapat, setiap pekerja migrant mempunyai hak untuk tinggal, masuk dan menetap di Negara manapun. Selain itu juga TKI berhak bebas dari perbudakan, berkeyakinan dan beragama, hak bebas dari penangkapan, hak untuk mendapatkan kontrak kerja yang sesuai, hak untuk berserikat, akses pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan anggota Komisi IX DPR Hernani Hurustiati selaku Juru Bicara Fraksi Golkar menyatakan, pemerintah memang harus berkomitmen untuk memberikan perlindungan ke tenaga migrant yang kini sudah berjumlah 3 juta lebih beserta keluarganya.
Pemerintah memang membutuhkan waktu lama untuk meratifikasi konvensi tersebut, terangnya, karena masih ada perbedaan filosofis dari tujuan dan ruang lingkup pasal dan ayat yang tidak sejalan dari isi konvensi tersebut.
“Ada sejumlah kewajiban yang muncul yaitu penyesuaian hak pekerja migrant yang terkait dengan konvensi yang membutuhkan biaya besar. Namun Indonesia dengan ratifikasi ini akan mendapatkan posisi tawar yang lebih besar untuk TKI di dunia internasional,” terangnya.
Hernani menyatakan, dibutuhkan kemauan politik pemerintah untuk memastikan perlindungan internasional melalui ratifikasi yang harus diterapkan yang sesuai dengan peraturan perundangan nasional.
Sementara Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka menjelaskan, konvensi ini berfungsi lengkap sebagai pencegahan dan penyelesaian sengketa hukum TKI. Konvensi ini juga menyerap prinsip aturan hak azasi manusia secara internasional dan juga terhadap kekerasan atas perempuan dan anak.
Selain mengatur hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya seluruh buruh migrant dan keluarganya, konvensi ini juga mengakui adanya kontribusi tenaga migrant terhadap perekonomian dan Negara tempat mereka bekerja.
Juru Bicara Fraksi PDIP ini juga menjelaskan, konvensi dapat mencegah proses migrasi dan perdagangan manusia. “Tercantum dalam pasal 52 dimana tenaga migrant dalam Negara tempat bekerja berhak untuk secara bebas menentukan pekerjaan yang dibayar sesuai dengan kategori pekerjaan, dan bebas memilih pekerjaan sesuai dengan peraturan mengenai pengakuan kualifikasi pekerjaan yang diperoleh di luar wilayah,” ungkapnya.
Menakertrans Muhaimin Iskandar yang juga menghadiri rapat tersebut memberikan paparan mewakili pemerintah menyatakan, ratifikasi ini menjadi bagian penting untuk mendorong peran dunia internasional untuk menjalankan perlindungan tenaga kerja di luar negeri.
Dia pun bersyukur draft ini disetujui dan akan dibawah ke rapat paripurna DPR sehingga akan makin memperkuat seluruh lini perlindungan TKI baik pra, masa dan pasca penempatan.
Ia juga menjelaskan, pemerintah akan menyesuaikan ratifikasi ini menjadi bagian dari konvensi PBB sehingga dunia internasional akan turut mendukung.
Dirinya juga meminta dimasukkanya peraturan keimigrasian dalam ratifikasi konvensi ini. Selain itu UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masuk dalam aturan penjelasan. “Revisi UU 39 akan terus berjalan dan ratifikasi ini akan memperkuat point penting seperti system perlindungan, peran pemerintah dan swasta yang berimbang,” tandasnya. (ank)
Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfidz mengatakan, seluruh fraksi yang hadir dalam rapat kemarin menyetujui draft ratifikasi tersebut. Ratifikasi ini merupakan kemajuan bagi bangsa Indonesia dan akan berkontribusi positif terhadap perlindungan tenaga migrant baik dalam pra penempatan, selama bekerja dan pasca tenaga migrant ini menjadi pekerja di luar negeri.
Dengan disahkannya ratifikasi ini, ujar Irgan yang menjadi pemimpin rapat kerja, mengatakan hal ini dapat menjadi modal awal untuk mendesak Negara lain khususnya Negara-negara penempatan TKI dan Negara transit untuk menghormati dan memberikan perlindungan hak azasi manusia bagi tenaga migrant asal Indonesia.
Politikus dari Fraksi PPP ini menyatakan, keputusan rapat kemarin akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Anggota Komisi IX DPR Diana Anwar yang menjadi Juru Bicara dari Fraksi Demokrat menyatakan, fraksinya menyetujui ratifikasi tersebut karena Indonesia mempunyai komitmen untuk mendorong ratifikasi universal bagi perlindungan hak dari seluruh pekerja dan keluarganya. “Rancangan ini juga untuk menentukan standar administrasi dan peradilan di Negara-negara penempatan,” katanya di gedung DPR, Senin (9/4/2012).
Terobosan yang akan didapat dari konvensi ini, ujarnya, ialah agar semua orang yang akan menjadi TKI memenuhi kualifikasi sesuai konvensi sehingga berhak menikmati hak azasi manusia di negara manapun dan hukum yang berjalan sesuai aturan.
Fraksinya berpendapat, setiap pekerja migrant mempunyai hak untuk tinggal, masuk dan menetap di Negara manapun. Selain itu juga TKI berhak bebas dari perbudakan, berkeyakinan dan beragama, hak bebas dari penangkapan, hak untuk mendapatkan kontrak kerja yang sesuai, hak untuk berserikat, akses pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan anggota Komisi IX DPR Hernani Hurustiati selaku Juru Bicara Fraksi Golkar menyatakan, pemerintah memang harus berkomitmen untuk memberikan perlindungan ke tenaga migrant yang kini sudah berjumlah 3 juta lebih beserta keluarganya.
Pemerintah memang membutuhkan waktu lama untuk meratifikasi konvensi tersebut, terangnya, karena masih ada perbedaan filosofis dari tujuan dan ruang lingkup pasal dan ayat yang tidak sejalan dari isi konvensi tersebut.
“Ada sejumlah kewajiban yang muncul yaitu penyesuaian hak pekerja migrant yang terkait dengan konvensi yang membutuhkan biaya besar. Namun Indonesia dengan ratifikasi ini akan mendapatkan posisi tawar yang lebih besar untuk TKI di dunia internasional,” terangnya.
Hernani menyatakan, dibutuhkan kemauan politik pemerintah untuk memastikan perlindungan internasional melalui ratifikasi yang harus diterapkan yang sesuai dengan peraturan perundangan nasional.
Sementara Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka menjelaskan, konvensi ini berfungsi lengkap sebagai pencegahan dan penyelesaian sengketa hukum TKI. Konvensi ini juga menyerap prinsip aturan hak azasi manusia secara internasional dan juga terhadap kekerasan atas perempuan dan anak.
Selain mengatur hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya seluruh buruh migrant dan keluarganya, konvensi ini juga mengakui adanya kontribusi tenaga migrant terhadap perekonomian dan Negara tempat mereka bekerja.
Juru Bicara Fraksi PDIP ini juga menjelaskan, konvensi dapat mencegah proses migrasi dan perdagangan manusia. “Tercantum dalam pasal 52 dimana tenaga migrant dalam Negara tempat bekerja berhak untuk secara bebas menentukan pekerjaan yang dibayar sesuai dengan kategori pekerjaan, dan bebas memilih pekerjaan sesuai dengan peraturan mengenai pengakuan kualifikasi pekerjaan yang diperoleh di luar wilayah,” ungkapnya.
Menakertrans Muhaimin Iskandar yang juga menghadiri rapat tersebut memberikan paparan mewakili pemerintah menyatakan, ratifikasi ini menjadi bagian penting untuk mendorong peran dunia internasional untuk menjalankan perlindungan tenaga kerja di luar negeri.
Dia pun bersyukur draft ini disetujui dan akan dibawah ke rapat paripurna DPR sehingga akan makin memperkuat seluruh lini perlindungan TKI baik pra, masa dan pasca penempatan.
Ia juga menjelaskan, pemerintah akan menyesuaikan ratifikasi ini menjadi bagian dari konvensi PBB sehingga dunia internasional akan turut mendukung.
Dirinya juga meminta dimasukkanya peraturan keimigrasian dalam ratifikasi konvensi ini. Selain itu UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masuk dalam aturan penjelasan. “Revisi UU 39 akan terus berjalan dan ratifikasi ini akan memperkuat point penting seperti system perlindungan, peran pemerintah dan swasta yang berimbang,” tandasnya. (ank)
()