Sulap Gentong jadi taman indah
A
A
A
Sindonews.com - Suara gemericik air mendominasi ruang tengah, dari dalam gentong terlihat pemandangan air terjun mini yang asri dan sejuk, membuat setiap orang yang melihatnya akan merasakan kesegaran alam.
“Saya mengutamakan suara gemericik air dan pemandangan alam,” ujar Ritta Apriyanti, pemilik usaha Curug Gentong (air terjun dalam gentong), di Depok pekan lalu.
Usaha yang didirikan pada 2003 bersama sang suami tersebut dimulai dari sebuah hobi terhadap kesenian. Sebelum Ritta mendirikan usaha Curug Gentong, ibu dua anak tersebut mencoba produk pertamanya dari bahan daur ulang seperti sumpit untuk membuat rumah-rumahan dan koran bekas yang digunakan membuat miniatur motor Harley Davidson. “Suami dan saya memang suka dengan kesenian, kebetulan suami pandai melukis,” imbuhnya.
Namun, Ritta merasa tidak puas karena usaha yang dijalaninya tidak berjalan lancar. Alasannya, dia dan suami merasa tidak cocok dengan usaha tersebut. Karena itu, Ritta mencari ide lain dan terciptalah usaha taman miniatur.
Keluhan yang didapat Ritta dari seorang teman mengenai taman hasil renovasi yang harus ditinggalkan saat menempati rumah baru juga makin memantapkan Ritta untuk menuangkan ide miniatur taman yang dapat dibawa- bawa dan ditempatkan di mana saja sesuai keinginan sang empunya.
Sebelum menggunakan media gentong, Ritta mencoba membuat taman miniatur dengan media barang bekas seperti kaleng dan wadah lainnya. Produk pertamanya tidak untuk dijual, tapi hanya digunakan sebagai pajangan pemuas hati. Hingga suatu hari Ritta menemukan media yang tepat untuk membuat taman miniatur.
“Sewaktu saya dan keluarga sedang makan di sebuah restoran, tempat air untuk cuci tangannya memakai gentong. Dari situ, saya memutuskan untuk menggunakan gentong sebagai wadah taman miniatur dan dari situ usaha Curug Gentong bermula,” ungkapnya.
Bermodalkan Rp5 juta dari hasil tabungannya, Ritta menggunakan dana tersebut untuk membeli mesin pemotong dan alat-alat kerja. Dibantu oleh suami, Ritta terus mencoba sampai akhirnya produk pertama dengan menggunakan media gentong tercipta.
“Saya pajang di ruang tengah, ada tetangga yang melihat dan tertarik untuk memesan. Alhamdulillah produk yang saya buat banyak diminati,” imbuh wanita yang hobi membaca buku tersebut.
Dibantu oleh pemerintah daerah setempat, Ritta rajin mengikuti pameran-pameran untuk memperkenalkan produk buatannya. “Awal ikut pameran pada 2004 dan alhamdulillah responsnya sangat bagus. Dari sanalah usaha saya juga mulai dikenal dan banyak media yang meliput,” ujar dia.
Usaha yang dijalani Ritta bersama suami tidak selalu berjalan mulus. Dia mengaku sebelum sukses seperti sekarang banyak orang yang mencemooh apa yang dia kerjakan.
Namun, Ritta tidak berputus asa dan menganggapnya sebagai doa. “Saya dan suami hanya mengamini saja, biar Tuhan yang melihat dan mengatur apa yang kami berdua kerjakan. Saya tidak menganggapnya sebagai gangguan, malahan saya termotivasi untuk meningkatkan inovasi dan menggali kreativitas saya,” ungkap wanita kelahiran 1962 tersebut.
Sebelum Ritta serius membuka usaha Curug Gentong, dia pernah menjadi pedagang busana muslim biasa buatan kerabatnya. Namun, lagi-lagi, mantan karyawan perusahaan ekspedisi kapal laut (EMKL) pada 1988-1992 tersebut tidak puas hanya menjadi pedagang.
Memutuskan untuk keluar dari pekerjaan juga menjadi jalan keluar baginya yang merasakan bahwa dengan bekerja untuk orang lain membuat waktunya berkurang, bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk keluarganya.
“Saya memutuskan untuk berhenti bekerja setelah hati nurani merasakan ada yang hilang dalam diri saya. Saya merasa dijajah oleh waktu,” katanya.
Awal berhenti bekerja, Ritta mantap membulatkan tekad untuk membuat usaha sendiri. Sedikit pun dia dan suami tidak pernah memikirkan keuntungan atau kerugian yang akan dialami nanti.
Menurutnya, ketika membuka usaha atau bisnis tidak berbicara mengenai laku atau tidak laku, tetapi inilah bisnis yang akan dijalani dan sebisa mungkin dikerjakan dengan sepenuh hati agar menghasilkan yang terbaik.
“Bisnis itu kan sebuah ibadah. Jika kita ingin beribadah, pasti ada kendala dan kesulitan. Di situlah poinnya sebagai pelaku usaha. Bukan berarti dengan ada kesulitan kita mundur. Kita harus tetap maju dan bertekad agar usaha kita sukses dan menghasilkan,” ungkapnya sembari tersenyum.
Jika ditanya mengenai omzet, Ketua Komunitas Usaha Kecil Menegah (UKM) Semut Depok tersebut mengungkapkan, menyadari Curug Gentong bukan kebutuhan utama, dia dan suami mendapat omzet kotor sebesar Rp30–50 juta per bulan. Dari jumlah tersebut, Ritta bisa menikmati margin sekitar 30–40 persen. (bro)
Chindya Citra
()