Produksi kakao Mamuju terus menurun

Kamis, 19 April 2012 - 19:27 WIB
Produksi kakao Mamuju...
Produksi kakao Mamuju terus menurun
A A A
Sindonews.com - Produksi kakao di Mamuju mulai mengalami penurunan, hal ini diduga akibat kondisi kebun kakao yang di serang penyakit, cuaca maupun kurangnya pupuk dan obat-obatan.

Salah seorang petani di Desa Salukayu Kecamatan Papalang, Baddu, menuturkan, sejak tiga tahun terakhir produksi kakaonya terus menurun. Dua hektar lahan kakao yang dia miliki hanya mampu menghasilkan rata-rata 40 kilogram per panen.

"Biasanya banyak, bahkan sampai dua ton setiap panen. Yang paling utama adalah serangan penyakit yang belum ada obatnya, kecuali dengan perubahan pola panen. Sebab pupuk dan obat tidak dapat memperbaiki pohon. Apalagi jumlah pupuk dan obat itu tidak sesuai dengan luas lahan saya," katanya, Kamis (19/4/2012).

Seperti petani lainnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Baddu juga merencanakan untuk melakukan alih fungsi lahan. Jagung dan beberapa tanaman jangka pendek lainnya menjadi alternatif utama.

Salah seorang anggota DPRD Mamuju, Hajrul Malik, mengatakan, pemanfaatan lahan dengan tanaman sela memang disarankan di tengah kondisi kakao terserang masalah. Sifat tanaman itu tidak permanen. Kendati demikian, tetap kakao harus menjadi tanaman idola. Di Mamuju, lahan kakao seluas 65 ribu hektar.

Hajrul pun membenarkan adanya penurunan produksi kakao setiap petani di Mamuju. Meski Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Mamuju berdalih bahwa penurunan itu disebabkan oleh belum meratanya program Gerakan Nasional (Gernas) kakao, namun Hajrul melihatnya lebih ke arah non teknis.

"Kakao kita juga belum mendapatkan pembenahan secara maksimal. Selama tiga tahun terakhir. Mamuju mengandalkan program Gernas Kakao yang nyatanya tidak tepat sasaran. Artinya, sebagian program Gernas itu tidak menyentuh sasaran yang memang petani butuhkan. Seperti peremajaan, yang metodenya bukan seperti yang dipaksakan oleh orang Jakarta. Yakni bibit dari Jember dengan metode SE (Somatic Embryogenesis)," tuturnya.

Disebutkan, ada tiga hal pokok dalam program Gernas Kakao. Yakni rehabilitasi dengan sistem sambung samping, intensifikasi yaitu pengobatan untuk optimalisasi buah dan peremajaan atau tanam ulang. Sayangnya peremajaan dengan dana ratusan miliar itu tidak bermanfaat dengan baik. Karena para petani merasa tidak cocok dengan sistem SE itu.

Sistem peremajaan SE menggunakan bibit yang tidak memiliki akar tunggal. Tanaman itu menghasilkan ratusan pohon dalam satu bunga kakao. Dan sifat tanaman ini ternyata sangat manja. Tidak bisa beradaptasi dan berkembang di alam Mamuju.

Petani membutuhkan yang lain, karena bibit itu tidak mereka tanam. Hajrul mengungkapkan, ada trauma dalam hal progam-program seperti itu. Meski demikian, dia menilai Gernas kakao tidak semuanya gagal. Tetap ada yang berhasil sambung samping dan intensifikasinya.

Dianggap tidak tepat sasaran lainnya, lanjut Hajrul, adalah soal kelompok tani penerima dana bantuan Gernas Kakao. Disebutkan, ada hal tidak masuk akal yang terjadi di lapangan. Salah satunya, terdapat 17 kelompok tani dalam satu dusun.

"Kami di Kabupaten mamuju sementara melakukan pembenahan untuk mengejar tage line daerah kami sebagai produsen kakao di Sulbar. Mamuju membuat terobosan dengan metode sambung pucuk, bukan lagi sambung samping," katanya.

Menurut Hajrul, program Gernas kakao itu kemudian didampingi dengan metode sambung pucuk. Penanaman ulang kakao ini sedang diuji cobakan di Kecamatan Sampaga, Papalang dan Pangale.

"Satu hektar bisa menghasilkan Rp60 sampai Rp80 juta per tahun. Sebab per hektar bisa panen sebanyak 4 ton sampai 8 ton. Ada petani yang hanya menanam 150 pohon dalam 3/4 hektar dengan usia 2,4 tahun, enam bulan yang lalu sudah panen. Dan sekali panen sebanyak 30 kilogram," ungkap Hajrul. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0548 seconds (0.1#10.140)