Kemenkeu khawatirkan posisi Danamon

Jum'at, 20 April 2012 - 09:50 WIB
Kemenkeu khawatirkan...
Kemenkeu khawatirkan posisi Danamon
A A A


Sindonews.com - Pemerintah mengkhawatirkan peran Bank Danamon dalam mendukung perekonomian nasional akan berkurang setelah diakuisisi oleh DBS Group Holding Ltd Singapura.

Kekhawatiran tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar. Dia juga khawatir akuisisi akan berujung pada status Bank Danamon sebagai cabang DBS di Indonesia semata. Padahal, Danamon memiliki sejarah panjang dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kami agak khawatir kalau Danamon yang justru bergabung ke DBS. Institusi yang besar itu tidak kemudian menjelma menjadi semata-mata bentuk asing, yaitu DBS, karena Danamon punya latar belakang dan perkembangan historis sebagai institusi yang kuat,” tutur Mahendra saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis 19 April 2012.

Mahendra menambahkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang tidak bisa melarang ataupun menyetujui akuisisi DBS terhadap Danamon karena hal itu merupakan wewenang Bank Indonesia (BI) sebagai regulator perbankan.

Mahendra mengingatkan bahwa Kemenkeu sangat berkepentingan terhadap perkembangan akuisisi Danamon karena langkah tersebut bisa berdampak pada stabilitas keuangan serta pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Apalagi Danamon itu cukup besar dari segi operasi maupun segi kredit, termasuk pada skala UKM. Kami melihat makro, mikro, stabilitasnya dan prospek pertumbuhannnya yang jadi perhatian,” tambahnya.

Mahendra kemarin bertemu perwakilan Bank Danamon di kantornya. Pihak Bank Danamon yang meminta agar pertemuan tersebut terlaksana karena mereka ingin menjelaskan perihal akuisisi DBS. Selain itu, Mahendra dijadwalkan mengadakan pertemuan terpisah dengan perwakilan DBS serta Temasek yang merupakan pemilik Bank Danamon. Namun, hanya Presiden Direktur Bank Danamon Henry Ho yang datang, pihak DBS berhalangan hadir.

Menurut Mahendra, pada pertemuan itu pihak Danamon meyakinkan pemerintah bahwa posisi dan peran mereka akan dipertahankan, meski sebagian besar saham mereka telah dibeli DBS.

“Tadi dijelaskan DBS yang akan merger ke Danamon untuk operasi diIndonesia, jadi Danamon posisinya dipertahankan,” imbuhnya.

Direktur Pengawasan II BI Endang Kussulanjari Tri Subari sebelumnya menegaskan BI belum menyetujui akuisisi Bank Danamon. Alasannya, aksi korporasi tersebut tidak masuk dalam rencana bisnis bank (RBB) pada tahun ini.

Endang juga mengakui BI kecolongan dalam kasus pengambilalihan PT Bank Danamon ke DBS karena tidak mengetahuinya. “(BI) tidak setujui dulu, sebelum ada di RBB, kita nggak akan kita setujui langsung. Kita kan selalu meneliti, adakah rencana bisnis itu (aksi korporasi) karena itu adalah rencana yg strategis. Di RBB dua bank itu nggak ada,” tutur Endang, Rabu 18 April 2012.

Seperti diketahui, pada awal bulan ini, bank terbesar di Asia Tenggara yang berbasis di Singapura, DBS Group Holdings Ltd mengambil alih 67,37 persen saham Bank Danamon. Akuisisi tersebut dilakukan dengan membeli 100 persen saham Fullerton Financial Holdings Pte Ltd (FFH) pada Asia Financial (Indonesia) Pte Ltd, perusahaan pemilik 67,37 persen saham Danamon, senilai Rp45,2 triliun.

Danamon merupakan bank terbesar keenam di Indonesia dengan total aset per Desember 2011 sebesar Rp127 triliun.

Endang menjelaskan rencana aksi korporasi, apalagi penjualan saham seharusnya dimasukkan ke RBB. Terkait hal itu, BI akan memanggil pihak Bank Danamon serta Temasek (pemilik Asia Financial) untuk meminta penjelasan dari mereka.

Dia juga mengungkapkan, hingga kini BI belum membicarakan sanksi bagi Danamon meskipun mereka telah menjual saham tanpa restu bank sentral.

Dihubungi terpisah, pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, akuisisi Danamon oleh DBS tentu harus mendapatkan persetujuan dari regulator, baru transaksi di bursa bisa berjalan. Sudah seharusnya, segera setelah DBS mengumumkan akuisisi itu, BI langsung memanggil DBS dan Bank Danamon karena rencana itu tidak ada di RBB kedua bank itu.

”Bukan berlarut-larut seperti sekarang ini. Ini saatnya bagi BI untuk menaikkan daya tawar dengan minta resiprokal perizinan kepada bank sentral Singapura,” katanya, Kamis 19 April 2012.

Karena itu, menurut Paul, wajar jika Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar khawatir dengan transaksi kedua bank ini. Pasalnya jelas, bank hasil merger Bank DBS Indonesia dan Bank Danamon justru bisa jadi ancaman bagi bank lokal karena aset total mereka makin besar. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6121 seconds (0.1#10.140)