INSA keluhkan pungli
A
A
A
Sindonews.com - Indonesian National Shipowners Association (INSA) mendesak pemerintah membentuk badan tunggal penegak peraturan pelayaran untuk melenyapkan pungutan liar (pungli) di sektor pelayaran.
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini masih terdapat tumpang tindih kewenangan pada kegiatan penjagaan laut dan pantai di perairan Indonesia. Hal itu menimbulkan terjadinya pungli yang diperkirakan nilainya mencapai hingga Rp5,5 triliun per tahun.
“Denda yang dikenakan per kapal bisa mencapai Rp50 juta, kita asumsikan jika jumlah kapal niaga yang beroperasi dan dikenakan denda sekitar 11.000 kapal, kemudian dikali 12 bulan, maka kerugian yang dicapai akibat pungli ini bisa mencapai Rp5,5 triliun per tahun,” kata Carmelita di Jakarta kemarin.
Angka kerugian bahkan bisa lebih tinggi hingga dua kali lipat jika kerugian akibat tumpang-tindih kewenangan dalam kegiatan penjagaan laut dan pantai itu dihitung dari tambahan biaya operasional kapal pelayaran rakyat (pelra) hingga angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP).
Menurut dia, kapal niaga menengah ke bawah adalah yang paling banyak mengeluhkan pungutan liar. “Kondisi itu sangat memberatkan pelayaran sebab biaya operasional kapal semakin mahal akibat meningkatnya harga minyak mentah dunia yang kini sudah menyentuh level USD120 dolar per barel, serta tingginya harga bungker di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya,” tuturnya.
Menurut dia, saat ini kegiatan pungli bahkan penangkapan kapal niaga nasional semakin marak terjadi. Hal ini semakin dikeluhkan para operator pelayaran nasional. Carmelita menambahkan, banyak lembaga yang terlibat dalam penegakan peraturan pelayaran, seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai, hingga Administrator Pelabuhan (Adpel).
“Dalam Undang-Undang (UU) No 17/2008 tentang Pelayaran telah mengamanatkan pemerintah untuk membentuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai (sea and coast guard) sebagai lembaga tunggal yang berwenang dalam kegiatan penegakan aturan di bidang pelayaran,” jelasnya.
Carmelita menjelaskan bahwa untuk mengakhiri tumpang tindih kewenangan serta mendukung program peningkatan daya saing logistik dan percepatan arus barang domestik, pemerintah harus mengambil langkah cepat dengan menerbitkan regulasi berupa keputusan presiden (keppres) yang menunjuk badan tunggal menjadi penegak hukum pelayaran di laut.
Menurut dia, badan tunggal yang ditunjuk melalui keppres dapat menjadi cikal bakal bagi lahirnya Badan Penjagaan Laut dan Pantai untuk kawasan perairan Indonesia.
“Ini langkah cepat untuk mengakhiri tumpang-tindih kewenangan penegakan aturan di laut dan untuk meningkatkan daya saing pelayaran nasional sesuai Inpres No 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional,” katanya.
Sementara, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan mengatakan, dalam sektor pelayaran memang terdapat peraturan dan kewenangan sesuai masing-masing instansi dan hal tersebut telah terdapat dalam UU Pelayaran.
Sedangkan, kewenangan dalam Kemenhub yaitu mengenai bidang keselamatan dan keamanan di kapal dan pelabuhan. “Untuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai saat ini sedang dalam tahap akhir pembahasan, jika telah terbentuk diharapkan lembaga ini bisa menjadi koordinasi keamanan dan keselamatan yang menjadi kewenangan Kemenhub,” ujar Bambang. (ank)
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini masih terdapat tumpang tindih kewenangan pada kegiatan penjagaan laut dan pantai di perairan Indonesia. Hal itu menimbulkan terjadinya pungli yang diperkirakan nilainya mencapai hingga Rp5,5 triliun per tahun.
“Denda yang dikenakan per kapal bisa mencapai Rp50 juta, kita asumsikan jika jumlah kapal niaga yang beroperasi dan dikenakan denda sekitar 11.000 kapal, kemudian dikali 12 bulan, maka kerugian yang dicapai akibat pungli ini bisa mencapai Rp5,5 triliun per tahun,” kata Carmelita di Jakarta kemarin.
Angka kerugian bahkan bisa lebih tinggi hingga dua kali lipat jika kerugian akibat tumpang-tindih kewenangan dalam kegiatan penjagaan laut dan pantai itu dihitung dari tambahan biaya operasional kapal pelayaran rakyat (pelra) hingga angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP).
Menurut dia, kapal niaga menengah ke bawah adalah yang paling banyak mengeluhkan pungutan liar. “Kondisi itu sangat memberatkan pelayaran sebab biaya operasional kapal semakin mahal akibat meningkatnya harga minyak mentah dunia yang kini sudah menyentuh level USD120 dolar per barel, serta tingginya harga bungker di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya,” tuturnya.
Menurut dia, saat ini kegiatan pungli bahkan penangkapan kapal niaga nasional semakin marak terjadi. Hal ini semakin dikeluhkan para operator pelayaran nasional. Carmelita menambahkan, banyak lembaga yang terlibat dalam penegakan peraturan pelayaran, seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai, hingga Administrator Pelabuhan (Adpel).
“Dalam Undang-Undang (UU) No 17/2008 tentang Pelayaran telah mengamanatkan pemerintah untuk membentuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai (sea and coast guard) sebagai lembaga tunggal yang berwenang dalam kegiatan penegakan aturan di bidang pelayaran,” jelasnya.
Carmelita menjelaskan bahwa untuk mengakhiri tumpang tindih kewenangan serta mendukung program peningkatan daya saing logistik dan percepatan arus barang domestik, pemerintah harus mengambil langkah cepat dengan menerbitkan regulasi berupa keputusan presiden (keppres) yang menunjuk badan tunggal menjadi penegak hukum pelayaran di laut.
Menurut dia, badan tunggal yang ditunjuk melalui keppres dapat menjadi cikal bakal bagi lahirnya Badan Penjagaan Laut dan Pantai untuk kawasan perairan Indonesia.
“Ini langkah cepat untuk mengakhiri tumpang-tindih kewenangan penegakan aturan di laut dan untuk meningkatkan daya saing pelayaran nasional sesuai Inpres No 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional,” katanya.
Sementara, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan mengatakan, dalam sektor pelayaran memang terdapat peraturan dan kewenangan sesuai masing-masing instansi dan hal tersebut telah terdapat dalam UU Pelayaran.
Sedangkan, kewenangan dalam Kemenhub yaitu mengenai bidang keselamatan dan keamanan di kapal dan pelabuhan. “Untuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai saat ini sedang dalam tahap akhir pembahasan, jika telah terbentuk diharapkan lembaga ini bisa menjadi koordinasi keamanan dan keselamatan yang menjadi kewenangan Kemenhub,” ujar Bambang. (ank)
()