Kebijakan BBM tidak realistis

Sabtu, 05 Mei 2012 - 09:05 WIB
Kebijakan BBM tidak...
Kebijakan BBM tidak realistis
A A A


Sindonews.com - Lima kebijakan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai tidak realistis karena hanya bersifat imbauan tanpa disertai regulasi yang jelas.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Achmad Erani Yustika mengungkapkan lima program yang ditetapkan pemerintah tidak akan efektif untuk meredam konsumsi BBM.
Pelaksanaan program tersebut, kata dia, akan memerlukan pengawasan yang justru bisa membebani anggaran negara. ”Jangankan imbauan, dengan regulasi pun (pembatasan konsumsi BBM bersubsidi) belum tentu bisa berjalan,” tutur Erani kepada SINDO kemarin.

Seperti diketahui, pemerintah semula merencanakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan di atas 1.500 cc. Langkah ini diharapkan bisa mengendalikan pemakaian BBM yang diprediksi melonjak melewati 42 juta kiloliter (kl). Namun, Kamis lalu (3/5), pemerintah justru memutuskan untuk menunda pembatasan BBM bersubsidi bagi mobil pribadi.

Sebagai gantinya, pemerintah mengeluarkan lima program kebijakan, yaitu melarang kendaraan dinas pemerintah menggunakan BBM bersubsidi, kendaraan operasional pertambangan dan perkebunan dilarang menggunakan BBM bersubsidi, percepatan konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), penghematan listrik di gedung pemerintahan, serta melarang PLN membangun pembangkit listrik menggunakan BBM.

”Pembatasan mobil dinas itu juga lucu. Memang kantong untuk subsidi premium berkurang, tapi akhirnya kantong untuk belanja di kementerian kan juga meningkat untuk belanja premium. Ini rancu,” papar Erani.

Menurut dia, pemerintah sebenarnya menyadari ketidaksiapannya menjalankan program pembatasan karena banyak hambatan dan masalah. Selain bisa menimbulkan pasar gelap, pembatasan juga bisa mengakibatkan ketidakpastian yang berdampak buruk pada stabilitas sosial dan politik.

”Pemerintah kelihatan panik melihat situasi sekarang dan menjadi kehilangan akal sehat untuk mencari kebijakan yang bermanfaat,” ucapnya.

Erani menambahkan, pemerintah sebaiknya fokus untuk menyusun regulasi kon- versi BBM ke BBG pada tahun ini daripada membuang energi memikirkan kebijakan pembatasan yang justru membingungkan masyarakat. Keberadaan regulasi tersebut bisa mempercepat pembangunan infrastruktur untuk konversi BBM ke BBG,terutama stasiun pengisian BBG (SPBG).

”Bila tahun depan, infrastrukturnya sudah siap, per Januari pemerintah bisa menaikkan harga BBM dan masyarakat sudah punya pilihan energi yang lebih murah,” paparnya.

Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute Pri Agung Rakhmanto menambahkan, aturan hemat BBM tersebut hanya bersifat normatif dan simbolik karena aturan tersebut tanpa aturan yang tegas. Menurut dia,aturan penghematan ini tidak akan mampu membendung ketahanan kuota BBM sebesar 40 juta kl.

”Lima aturan tersebut efek penghematannya kurang dari 1%, sifat aturan tersebut hanya menenteramkan saja karena tensi politik dan di masyarakat masih tinggi dari rencana kenaikan harga BBM, kemudian wacana pembatasan BBM yang dilempar ke publik tidak mampu dilaksanakan,” ujarnya.

Dia sangat yakin dengan aturan tersebut,konsumsi BBM bersubsidi tetap akan melebihi kuota yang ditetapkan APBN-P 2012 sebesar 40 juta kl. ”Aturan konkret dilakukan pemerintah tidak pernah ada. Pembatasan BBM pun kalau dilakukan kuota BBM bersubsidi masih jebol 1 juta–2 juta kl, apalagi tidak sama sekalidilakukan(pembatasan),” ungkapnya.

Gambarannya, Pri menjelaskan realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun lalu saja sudah 41,5 juta kl. Sementara tahun ini jatahnya hanya 40 juta kl, kemudian disertai dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. ”Kuota ya pasti jebol.”

Lebih jauh Pri menilai, lima aturan pemerintah itu tidak mempunyai relevansi yang mendasar dan sudah kedaluwarsa. Karena empat dari lima aturan sudah pernah dikeluarkan dan hasilnya tidak pernah jelas.
Misalnya PLN yang tidak boleh menggunakan BBM dinilainya sebagai aturan basi. Karena PLN sudah lama menekan secara maksimal penggunaan BBM terhadap pembangkit listriknya. Yang baru hanya kewajiban kendaraan dinas pemerintah tidak boleh memakai BBM bersubsidi yang dinilainya sebagai aturan yang baru.

Namun peraturan tersebut hanya simbolis karena ujung-ujungnya pemerintah juga yang bayar. Pri menjelaskan, kebijakan terkait BBM tidak bisa dianggap enteng sehingga pemerintah harus tegas dan pasti. Senada dengan Erani, dia juga menyarankan tahun ini pemerintah mesti lebih fokus pada program konversi BBM ke BBG.

Program BBM free day

Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo tidak sependapat bahwa kebijakan pemerintah tersebut tidak ada manfaatnya. Dia mengatakan walaupun tidak bisa menjaga kuota, kebijakan tersebut tetap berdampak positif untuk menekan agar konsumsi BBM bersubsidi tidak terlalu tinggi.

Kebijakan menerapkan pembatasan BBM bersubsidi di lingkungan pemerintahan dengan melarang mobil dinas menggunakan BBM bersubsidi, menurut Evita, bisa sedikit menekan konsumsi, yakni sekitar 70.000–100.000 kl.

Penggunaan BBM nonsubsidi untuk mobil dinas akan diterapkan pemerintah bulan Mei ini dengan sasaran utama wilayah Jawa-Bali terlebih dahulu. Mengenai larangan yang sama untuk mobil milik pertambangan dan perkebunan, menurut Evita, juga turut menahan konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri.

”Penghematannya bisa mencapai 43,5 juta kl tanpa pembatasan bagi mobil di atas 1.500 cc. Dapat ditekan 42 juta kl kalau dengan kebijakan pembatasan BBM bagi mobil di atas cc tertentu, sementara untuk tambang penghematannya 100.000 kl. Artinya, masih banyak yang harus kita kerjakan. BPH Migas juga harus memperketat pengawasan,” katanya saat jumpa pers di Kementerian ESDM Jakarta, kemarin.

Pemerintah, lanjut Evita, akan menggunakan berbagai cara untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi. Salah satunya dengan menggulirkan program BBM free day, yaitu satu hari tanpa BBM bersubsidi. ”Kemudian pengurangan gerai BBM bersubsidi dan pengetatan pengawasan dari BPH Migas sehingga bisa berkurang lagi.”

Di tempat yang sama Menteri ESDM Jero Wacik menambahkan, aturan hemat energi berupa konversi BBM ke BBG yang dicanangkan pemerintah tidak sekadar wacana. Program ini akan dipercepat pelaksanaannya. ”Ada yang kritik pemerintah omdo, omong doang. Di era sekarang saya akan buktikan tidak omong doang, kita do, kerjakan,” katanya meyakinkan.

Menurut dia, pada program konversi BBM akan ada tiga komponen yang dikerjakan Kementerian ESDM. Pertama adalah persiapan gas di mana institusi ini telah mengalokasikan gas sebanyak 35,5 juta kaki kubik per hari di sejumlah daerah.

Kedua, mempersiapkan alat pengubah konsumsi BBM ke BBG atau converter kit. Pemerintah dalam waktu dekat akan mempersiapkan 14.000 converter kit yang dipasok dari luar dan dalam negeri. Untuk fase pertama, kendaraan umum akan menerima alat pengubah konsumsi BBM ini secara gratis.

Ketiga adalah pembangunan SPBG. Selain menambah ratusan SPBG di beberapa daerah, pemerintah telah meminta pengusaha swasta mulai membangun SBPG. ”Ada keluhan dari pengusaha untuk membangun SPBG harus melalui 17 perizinan, saya minta dipermudah,” paparnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memperkirakan anggaran untuk subsidi BBM bersubsidi pada tahun ini bisa membengkak menjadi Rp234,2 triliun atau meningkat sebesar 58% dari anggaran yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp137,4 triliun.

Hatta mengakui sangat sulit bagi pemerintah untuk menjaga kuota BBM sebesar 40 juta kl seperti yang ditetapkan dalam APBN-P, baik dengan atau tanpa kebijakan pengendalian.

Karena itulah,menurut dia, lima program pengendalian BBM tersebut dibutuhkan. Program tersebut diharapkan juga bisa mendukung upaya pemerintah untuk memenuhi dua tujuan utama,yaitu target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% dan menjaga fiskal agar sehat.”Makanya harus diupayakan maksimum 42 juta kl, harus bisa dengan disiplin yang tinggi,” tegas Hatta.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi mengingatkan risiko yang harus ditanggung pemerintah bila pembatasan tidak dilakukan secara hati-hati, terutama laju inflasi. Purbaya memperkirakan inflasi akibat pembatasan bisa setara dengan kenaikan BBM.

Sebagai catatan, dalam APBN-P 2012,pemerintah menargetkan laju inflasi sebesar 6,8%. Asumsi inflasi sebesar itu ditetapkan dengan menyertakan perkiraan kenaikan BBM. ”Paling pinter adalah menyediakan alternatif BBM yang lebih murah,yaitugas atau campuran,” tutur Purbaya. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8310 seconds (0.1#10.140)