Petani tebu Jabar kecewa HPP gula

Senin, 07 Mei 2012 - 10:34 WIB
Petani tebu Jabar kecewa HPP gula
Petani tebu Jabar kecewa HPP gula
A A A


Sindonews.com - Ketetapan pemerintah menentukan harga patokan petani (HPP) gula mendapat protes dari petani tebu di Jawa Barat. Tidak sesuainya ketentuan HPP yang telah diusulkan petani di Jawa Barat memunculkan reaksi tersebut.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Anwar Asmali menyebutkan, pemerintah menetapkan HPP hanya Rp8.100/kg dari ajuan Rp8.750/kg. Jumlah yang ditetapkan pemerintah itu dianggap para petani merugikan.

“Padahal, ketika mengajukan HPP kami sudah melakukan kajian dan penelitian mengenai kondisi riil di lapangan. Tapi ternyata pemerintah tidak menetapkan HPP sesuai hasil kajian petani tebut itu,” beber dia.
Ketetapan yang diambil pemerintah itu, lanjut dia, mengesankan tidak adanya koordinasi antara sejumlah kementerian terkait. Dia terutama menunjuk Kementerian Pertanian dan Perdagangan sebagai dua pihak yang memiliki koordinasi lemah.

Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan usulan Kementerian Pertanian yang sebelumnya menyebutkan HPP Rp8.750/kg. Namun, Kementerian Perdagangan justru menetapkan HPP Rp8.100/kg sehingga mengundang kekecewaan petani tebu.

Rendahnya HPP gula, terang dia, dapat berdampak pada minat petani dalam memilih komoditas tebu. Jika komoditas lain dianggap lebih menguntungkan, para petani dimungkinkan meninggalkan komoditas tebu. “Sementara kami tidak bisa memaksa para petani untuk tidak terus menanam tebu,” cetus dia.

Meski begitu, dia mengaku pihaknya menerima keputusan tersebut.Namun pihaknya juga meminta pemerintah,terutama Kementerian Pertanian untuk memperbaiki budidaya tanaman tebu. Dengan begitu, diharapkan petani dapat lebih mudah menghasilkan produksi tebunya.

Pihaknya juga meminta Kementerian Perdagangan tidak bersikap standar ganda mengenai harga gula lokal dan impor. Menurut dia, ketika gula impor masuk beberapa waktu lalu, harga yang ditetapkan Rp9.250/kg.

“Tapi untuk HPP gula lokal ternyata hanya Rp8.100/kg.Kami pun berharap Kemendag menetapkan HPP sesuai kondisi di lapangan,” kata dia.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian juga dituntut mampu menata keberadaan gula rafinasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Jangan sampai gula rafinasi justru bocor ke pasaran sehingga merugikan petani gula lokal.

Kementerian BUMN juga tak lepas dari permintaan APTRI untuk mendorong perbaikan dan revitalisasi pabrik gula. Pihaknya memandang hal itu penting untuk meningkatkan rendemen gula.

“Pabril gula yang ada sekarang kan kebanyakan peninggalan masa kolonial Belanda sehingga sudah tidak layak. Saat ini, pabrik gula di Indonesia rata-rata hanya mampu menghasilkan rendeman di bawah tujuh. Produksi gulanya kan menjadi rendah dan beban petani berat karena tidak sebanding dengan biaya produksi yang justru tinggi,” papar dia. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6438 seconds (0.1#10.140)