Pengangguran Jabar terbesar ketiga di Indonesia
Senin, 07 Mei 2012 - 18:53 WIB

Pengangguran Jabar terbesar ketiga di Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Provinsi Jawa Barat menempati posisi ketiga dengan jumlah pengangguran terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Provinsi Banten.
Badan Pusat Statsitik (BPS) Jabar mencatat, per Februari 2012 tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa barat mencapai 1.968.006 orang atau sebesar 9,78 persen dari jumlah angkatan kerja. Posisi pengangguran di Jabar jauh lebih tinggi dibanding provinsi lainnya di pulau Jawa seperti Jawa Tengah 5,88 persen dan Jawa Timur 4,13 persen.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Jabar Dyah Anugrah Kuswardani menjelaskan, tingkat pengangguran terbuka lulusan SMA kejuruan menjadi penyumbang terbesar terhadap pengangguran di Jabar yaitu sebesar 281.345 orang atau mencapai 14,52 persen dari porsi pekerja dan angkatan kerja.
Disusul lulusan SMA Umum sebanyak 411.890 orang atau 13,09 persen, lulusan SMP 499.600 atau 12,94 persen, diploma 1-3 61.577 orang atau 11,94 persen, universitas 112.540 orang atau 9,81 persen dan terendah adalah lulusan pengangguran lulusan SD sebesar 602.054 orang atau 6,32 persen.
“Lulusan SMA Kejuruan dan SMA Umum memberi kontribusi terbesar terhadap pengguran di Jabar. Justru, lulusan SD tingkat penganggurannya paling rendah,” jelas Dyah Anugrah Kuswardani di Bandung, Senin (7/5/2012).
Namun demikian, dalam waktu satu tahun, jumlah pengangguran di Jabar turun sebanyak 13.442 orang (0,06 persen) dari Februari 2011 yang tercatat sebanyak 1.982.448 orang.
Lulusan SD, lanjut dia, paling banyak terserap pada berbagai sektor pekerjaan, dengan lulusan yang bekerja sebesar 8.928.460 orang. Jauh meninggalkan lulusan SMA kejuruan dengan jumlah lulusan yang bekerja sebanyak 1.656.635 orang atau lulusan universitas dengan lulusan yang bekerja sebanyak 1.034.153 orang. Total masyarakat Jabar yang bekerja mencapai 18.169.652 orang.
Tingginya serapan tenaga kerja dengan jenjang pendidikan SD, menurut Dyah diakibatkan oleh keinginan lulusan SD untuk bekerja di berbagai sektor. Lain halnya dengan lulusan universitas atau kejuruan yang harus memilih sektor pekerjaan.
Hal itu bisa dilihat dari serapan tenaga kerja dari sektor perdagangan sebanyak 4.809.726 (26,47 persen), industri 20,58 persen dan pertanian 19,96 persen. Ketiga sektor tersebut menyumbang serapan tenaga kerja di Jabar.
Kendati sektor pertanian menyokong tenaga kerja terbesar di Jabar, namun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian turun dari 4.000.956 orang (22,02 persen) di Februari 2011 menjadi 3.626.171 orang (19,96 persen) pada Februari 2012. Sedangkan pada sektor industri bertambah sekitar 244.583 orang atau tumbuh 1.35 persen. Dan penduduk yang bekerja pada sektor lainnya juga meningkat sebesar 239.227 orang atau tumbuh 1,32 persen.
“Kondisi ini menunjukkan adanya migrasi tenaga kerja pertanian ke industri. Bisa jadi, tenaga kerja yang ada di pedesaan tertarik bekerja di perkotaan. Mereka menilai, sektor pertanian kurang menjanjikan,” imbuh dia.
Dijelaskannya, hampir 50 persen tenaga kerja di Jabar terserap pada sektor informal. Padahal, sektor ini tidak memberi kepastian penghasilan karena kondisi bisnis yang tidak menentu. Artinya, sebagian besar pekerja di Jabar hanya mempertimbangkan status bekerja saja. (ank)
Badan Pusat Statsitik (BPS) Jabar mencatat, per Februari 2012 tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa barat mencapai 1.968.006 orang atau sebesar 9,78 persen dari jumlah angkatan kerja. Posisi pengangguran di Jabar jauh lebih tinggi dibanding provinsi lainnya di pulau Jawa seperti Jawa Tengah 5,88 persen dan Jawa Timur 4,13 persen.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Jabar Dyah Anugrah Kuswardani menjelaskan, tingkat pengangguran terbuka lulusan SMA kejuruan menjadi penyumbang terbesar terhadap pengangguran di Jabar yaitu sebesar 281.345 orang atau mencapai 14,52 persen dari porsi pekerja dan angkatan kerja.
Disusul lulusan SMA Umum sebanyak 411.890 orang atau 13,09 persen, lulusan SMP 499.600 atau 12,94 persen, diploma 1-3 61.577 orang atau 11,94 persen, universitas 112.540 orang atau 9,81 persen dan terendah adalah lulusan pengangguran lulusan SD sebesar 602.054 orang atau 6,32 persen.
“Lulusan SMA Kejuruan dan SMA Umum memberi kontribusi terbesar terhadap pengguran di Jabar. Justru, lulusan SD tingkat penganggurannya paling rendah,” jelas Dyah Anugrah Kuswardani di Bandung, Senin (7/5/2012).
Namun demikian, dalam waktu satu tahun, jumlah pengangguran di Jabar turun sebanyak 13.442 orang (0,06 persen) dari Februari 2011 yang tercatat sebanyak 1.982.448 orang.
Lulusan SD, lanjut dia, paling banyak terserap pada berbagai sektor pekerjaan, dengan lulusan yang bekerja sebesar 8.928.460 orang. Jauh meninggalkan lulusan SMA kejuruan dengan jumlah lulusan yang bekerja sebanyak 1.656.635 orang atau lulusan universitas dengan lulusan yang bekerja sebanyak 1.034.153 orang. Total masyarakat Jabar yang bekerja mencapai 18.169.652 orang.
Tingginya serapan tenaga kerja dengan jenjang pendidikan SD, menurut Dyah diakibatkan oleh keinginan lulusan SD untuk bekerja di berbagai sektor. Lain halnya dengan lulusan universitas atau kejuruan yang harus memilih sektor pekerjaan.
Hal itu bisa dilihat dari serapan tenaga kerja dari sektor perdagangan sebanyak 4.809.726 (26,47 persen), industri 20,58 persen dan pertanian 19,96 persen. Ketiga sektor tersebut menyumbang serapan tenaga kerja di Jabar.
Kendati sektor pertanian menyokong tenaga kerja terbesar di Jabar, namun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian turun dari 4.000.956 orang (22,02 persen) di Februari 2011 menjadi 3.626.171 orang (19,96 persen) pada Februari 2012. Sedangkan pada sektor industri bertambah sekitar 244.583 orang atau tumbuh 1.35 persen. Dan penduduk yang bekerja pada sektor lainnya juga meningkat sebesar 239.227 orang atau tumbuh 1,32 persen.
“Kondisi ini menunjukkan adanya migrasi tenaga kerja pertanian ke industri. Bisa jadi, tenaga kerja yang ada di pedesaan tertarik bekerja di perkotaan. Mereka menilai, sektor pertanian kurang menjanjikan,” imbuh dia.
Dijelaskannya, hampir 50 persen tenaga kerja di Jabar terserap pada sektor informal. Padahal, sektor ini tidak memberi kepastian penghasilan karena kondisi bisnis yang tidak menentu. Artinya, sebagian besar pekerja di Jabar hanya mempertimbangkan status bekerja saja. (ank)
()