Surabaya batasi investasi kecil
A
A
A
Sindonews.com - Terbatasnya luasan wilayah kota membuat Pemkot Surabaya putar otak. Salah satu kebijakan yang akan diterapkan adalah selektif terhadap rencana masuknya industri. Tidak semua industri, utamanya kelas teri bisa masuk dan menjalankan produksi di Kota Pahlawan.
Industri yang bisa masuk hanyalah yang berbasis teknologi tinggi, rendah polusi serta ramah lingkungan. Upaya ini diterapkan dengan harapan pelaku industri yang tak memenuhi kriteria tersebut bisa bergeser ke Pasuruan, Mojokerto dan atau daerah lain di Jatim.
”Kebijakan ini sebenarnya cukup berat karena implikasinya terhadap penanaman modal, terutama industri berat yang terus menurun. Meski demikian Surabaya tak cocok buat industri berat karena tidak mengambil peranan penting,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan, kemarin.
Menurut dia, upaya pembatasan lebih berdasar niatan pemkot benar-benar menjadikan Surabaya sebagai kota jasa dan perdagangan. Prinsipnya, pabrik bisa di luar, namun transaksinya di Surabaya. Terobosan ini, kata Hendro, dikhawatirkan tidak berdampak pada makin sempitnya dunia kerja untuk industri. Alasannya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Surabaya banyak diperoleh dari dunia perhotelan, restoran dan perdagangan, serta telekomunikasi.
”Justru tenaga kerja yang ada ini memang tidak terserap dalam dunia industri karena memang kebanyakan berada di luar kota. Justru tenaga kerja ini terserap dalam dunia perhotelan, telekomunikasi dan perusahaan jasa lainnya,” tanda mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) ini.
Dengan ditopang dalam dunia perdagangan dan jasa, tambah Hendro, pertumbuhan ekonomi di Surabaya cukup tinggi. Bahkan pada tahun ini, pertumbuhannya mencapai 7 persen dan ini paling tinggi di antara kota dan kabupaten di Jatim. Bahkan jika dibandingkan dengan pertumbunan ekonomi di Jatim dan nasional, pertumbuhan ekonomi di Surabaya paling bagus. ”Jadi pertumbuhan ekonomi di Surabaya tetap bagus,” klaim dia.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim Anwar menilai, boleh-boleh saja adanya pembatasan jumlah industri di Surabaya. Apalagi saat ini lahan untuk industri semakin menyempit. ”Perlu adapemetaan kawasan mana saja yang akan digunakan untuk kawasan industri yang ramah lingkungan, untuk pemukimanan dan lainnya,” saran Alim.
Terpisah, Komisi B DPRD Surabaya membenarkan jika sektor hotel, restoran dan hiburan di Surabaya memiliki kontribusi signifikan. Baik terkait PDRB maupun Pendapatan Asli Daerah (PDRB). ”Pendapatan jenis pajak hotel dan restoran terus menunjukan peningkatan,” kata Ketua Komisi B Moch Machmud. (ank)
Industri yang bisa masuk hanyalah yang berbasis teknologi tinggi, rendah polusi serta ramah lingkungan. Upaya ini diterapkan dengan harapan pelaku industri yang tak memenuhi kriteria tersebut bisa bergeser ke Pasuruan, Mojokerto dan atau daerah lain di Jatim.
”Kebijakan ini sebenarnya cukup berat karena implikasinya terhadap penanaman modal, terutama industri berat yang terus menurun. Meski demikian Surabaya tak cocok buat industri berat karena tidak mengambil peranan penting,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan, kemarin.
Menurut dia, upaya pembatasan lebih berdasar niatan pemkot benar-benar menjadikan Surabaya sebagai kota jasa dan perdagangan. Prinsipnya, pabrik bisa di luar, namun transaksinya di Surabaya. Terobosan ini, kata Hendro, dikhawatirkan tidak berdampak pada makin sempitnya dunia kerja untuk industri. Alasannya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Surabaya banyak diperoleh dari dunia perhotelan, restoran dan perdagangan, serta telekomunikasi.
”Justru tenaga kerja yang ada ini memang tidak terserap dalam dunia industri karena memang kebanyakan berada di luar kota. Justru tenaga kerja ini terserap dalam dunia perhotelan, telekomunikasi dan perusahaan jasa lainnya,” tanda mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) ini.
Dengan ditopang dalam dunia perdagangan dan jasa, tambah Hendro, pertumbuhan ekonomi di Surabaya cukup tinggi. Bahkan pada tahun ini, pertumbuhannya mencapai 7 persen dan ini paling tinggi di antara kota dan kabupaten di Jatim. Bahkan jika dibandingkan dengan pertumbunan ekonomi di Jatim dan nasional, pertumbuhan ekonomi di Surabaya paling bagus. ”Jadi pertumbuhan ekonomi di Surabaya tetap bagus,” klaim dia.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim Anwar menilai, boleh-boleh saja adanya pembatasan jumlah industri di Surabaya. Apalagi saat ini lahan untuk industri semakin menyempit. ”Perlu adapemetaan kawasan mana saja yang akan digunakan untuk kawasan industri yang ramah lingkungan, untuk pemukimanan dan lainnya,” saran Alim.
Terpisah, Komisi B DPRD Surabaya membenarkan jika sektor hotel, restoran dan hiburan di Surabaya memiliki kontribusi signifikan. Baik terkait PDRB maupun Pendapatan Asli Daerah (PDRB). ”Pendapatan jenis pajak hotel dan restoran terus menunjukan peningkatan,” kata Ketua Komisi B Moch Machmud. (ank)
()