Bunga kredit masih mengganjal
A
A
A
Sindonews.com - Penerapan asas cabotage dinilai banyak menguntungkan dan memberi peluang bagi industri galangan dalam negeri untuk bangkit. Namun, masih banyak tantangan yang dihadapi sektor bisnis ini untuk bisa tumbuh, khususnya masalah pembiayaan dan kepercayaan masyarakat.
Pakar teknik perkapalan, Daniel M Rosyid mengatakan, kendala utama dari bisnis galangan kapal adalah penyaluran kredit dari perbankan. Selama ini, dunia perbankan masih belum menganggap bisnis galangan kapal sebagai mitra bisnis yang potensial. Perbankan cenderung menyalurkan kredit ke sektor-sektor konvensional seperti properti dan otomotif.
”Tidak adanya dukungan dari perbankan ini, membuat industri galangan kapal tidak bisa bersaing dengan luar negeri. Bunga kreditnya masih tinggi,” katanya.
Anggota komite The Royal Institution of Naval Arcitects (RINA) ini menilai, asas cabotage cukup membantu menggairahkan bisnis galangan kapal. Jika industri ini bertumbuh, maka nantinya kebutuhan akan lulusan teknik perkapalan juga cukup besar. Secara umum, jumlah galangan di Indonesia dengan kapasitas produksi terpasangnya cukup memadai.
”Yang perlu dibangun sekarang adalah, kepercayaan masyarakat. Bagaimana masyarakat ketika hendak membeli kapal, tidak ke luar negeri, karena perusahaan galangan kapal di Indonesia juga mampu,” ujar Daniel.
Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan dan Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini menandaskan, persoalan lain yang harus diselesaikan adalah persebaran galangan kapal.
Saat ini, galangan kapal tersentral di Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Sudah saatnya, galangan kapal menyasar ke daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Ini untuk melayani kebutuhan kapal di seluruh Indonesia dalam upaya pemeliharaan dan perbaikan.
”Galangan kapal galangan kapal jangan hanya di barat saja (Indonesia bagian barat). Seharusnya, galangan ini bisa lebih menyebar, misalnya ke Nusa Tenggara (Nusra) dan beberapa kawasan timur lainnya,” pintanya.
Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Tjahjono Roesdianto mengungkapkan, kebutuhan kapal berbagai jenis, dalam kurun waktu 2011 hingga 2015 mencapai 235 unit. Sayangnya, saat ini pelaku industri galangan kapal dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang yang diimpor. Padahal, sebelumnya, tidak ada.
”Untuk mendorong pertumbuhan industri galangan, kami minta agar PPN dihapus untuk impor bahan baku dan komponen kapal,” pintanya.
Sementara itu, pengajar teknik mesin ITS, Herman Sasongko menilai, industri galangan kapal di Indonesia saat ini memang sedang bertumbuh. Pertumbuhan ini menjadi peluang tersendiri bagi lulusan teknik, khususnya teknik perkapalan.
Dia berharap, peluang yang besar ini mampu dimanfaatkan mahasiswa. ”Nantinya, mahasiswa bisa merancang dan menciptakan kapal-kapal baru. Saya kira, jiwa wirausaha pada mahasiswa harus ditumbuhkan,” tandasnya. (bro)
()