Basis data perusahaan tambang lemah
A
A
A
Sindonews.com - Direktorat Jenderal Pajak berharap pemberlakuan bea keluar atas ekspor 65 produk mineral dan nonmineral bisa mendorong perbaikan basis data (database) perusahaan pertambangan yang masih lemah.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengakui, database perusahaan tambang di Indonesia masih sangat lemah.Kelemahan data salah satunya diakibatkan banyaknya izin yang diberikan pemerintah daerah (pemda) kepada perusahaan tambang. Perbaikan database juga diharapkan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak (WP) Besar Pertambangan.
”Izin-izin dari pemda itu yang kita belum dapat semua, datanya tidak lengkap,alamatnya di mana. Kita lagi beresin dulu datanya,” papar Fuad setelah menghadiri upacara Hari Kebangkitan Nasional di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, kemarin. Fuad menambahkan, sebagian pemda telah memiliki data yang bagus tetapi banyak juga yang sangat tidak memadai.
Selain itu, sangat tidak mudah meminta data dari pemda yang bersangkutan.Ditjen Pajak akan memilih cara lain dalam memperbaiki database, antara lain dengan bantuan instansi terkait. Mengenai pemberlakuan bea keluar terhadap perbaikan basis data, Fuad mengakui bahwa aturan tersebut bakal berpengaruh meski tidak terlalu banyak. Alasannya, ada barang tambang yang dijual antarpulau sehingga sulit dideteksi. ”Tidak semua diekspor, ada juga yang mereka jual di dalam negeri, itu yang susah kita dapatkan datanya,” tandasnya.
Berdasarkan data Ditjen Pajak, pemerintah telah menerbitkan 10.235 izin usaha pertambangan (IUP). Dari jumlah itu, hanya 5.800 perusahaan yang terdaftar sebagai WP dan 6.084 izin bermasalah. Fuad menjelaskan, sebagian dari ribuan perusahaan tambang yang terdaftar merupakan perusahaan besar. ”Yang kita pikirkan bagaimana mendapatkan data dan juga mendekati mereka karena di daerah itu kan tersebar,” ucapnya.
Seperti diketahui, per 16 Mei 2012 pemerintah telah memberlakukan tarif bea keluar 20 persen bagi 65 produk tambang mineral dan nonmineral. Ke-65 produk barang tambang logam dan mineral yang akan dikenai bea keluar terdiri atas 21 mineral logam, 10 mineral bukan logam, serta 34 batuan. Aturan tersebut bisa menjadi sarana dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam tambang, kepentingan lingkungan, serta adanya nilai tambah melalui pembangunan smelter.
Aturan bea keluar tersebut juga diharapkan bisa menjadi transisi dalam penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara.Melalui UU tersebut, perusahaan tambang akan dilarang mengekspor komoditas tambang mulai 2014. Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo berharap, aturan bea keluar bisa membuat pengusaha ataupun eksportir pertambangan lebih patuh terhadap sejumlah peraturan yang sudah ditetapkan Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM.
”Selama ini kelihatannya kurang terjaga, misalnya bahwa lahan yang dikelola itu statusnya clear and clean, tidak tumpang tindih. Mereka memenuhi kewajiban membayar royalti, mereka memiliki izin ekspor sesuai dengan ketentuan menteri perdagangan,” ujarnya. Agus Marto belum menjelaskan 65 produk tambang yang dikenai bea keluar.
Namun, secara implisit, dia mengatakan 65 barang tambang mineral dan nonmineral yang akan dikenai bea keluar adalah komoditas tambang yang ekspornya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 29 Tahun 2012 tentang Ekspor Produk Pertambangan yang dikeluarkan per 11 Mei lalu.
Berdasarkan peraturan menteri itu, jenis mineral logam yang diatur di antaranya bijih besi dan konsentratnya tidak diaglomerasi, pirit besi panggang, bijih tembaga dan konsentratnya, bijih nikel dan konsentratnya.
”Harusnya antara Kementerian ESDM,Kementerian Perdagangan dan apa yang diputuskan Kementerian Keuangan atau tim tarif itu sama,”harapnya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengakui, database perusahaan tambang di Indonesia masih sangat lemah.Kelemahan data salah satunya diakibatkan banyaknya izin yang diberikan pemerintah daerah (pemda) kepada perusahaan tambang. Perbaikan database juga diharapkan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak (WP) Besar Pertambangan.
”Izin-izin dari pemda itu yang kita belum dapat semua, datanya tidak lengkap,alamatnya di mana. Kita lagi beresin dulu datanya,” papar Fuad setelah menghadiri upacara Hari Kebangkitan Nasional di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, kemarin. Fuad menambahkan, sebagian pemda telah memiliki data yang bagus tetapi banyak juga yang sangat tidak memadai.
Selain itu, sangat tidak mudah meminta data dari pemda yang bersangkutan.Ditjen Pajak akan memilih cara lain dalam memperbaiki database, antara lain dengan bantuan instansi terkait. Mengenai pemberlakuan bea keluar terhadap perbaikan basis data, Fuad mengakui bahwa aturan tersebut bakal berpengaruh meski tidak terlalu banyak. Alasannya, ada barang tambang yang dijual antarpulau sehingga sulit dideteksi. ”Tidak semua diekspor, ada juga yang mereka jual di dalam negeri, itu yang susah kita dapatkan datanya,” tandasnya.
Berdasarkan data Ditjen Pajak, pemerintah telah menerbitkan 10.235 izin usaha pertambangan (IUP). Dari jumlah itu, hanya 5.800 perusahaan yang terdaftar sebagai WP dan 6.084 izin bermasalah. Fuad menjelaskan, sebagian dari ribuan perusahaan tambang yang terdaftar merupakan perusahaan besar. ”Yang kita pikirkan bagaimana mendapatkan data dan juga mendekati mereka karena di daerah itu kan tersebar,” ucapnya.
Seperti diketahui, per 16 Mei 2012 pemerintah telah memberlakukan tarif bea keluar 20 persen bagi 65 produk tambang mineral dan nonmineral. Ke-65 produk barang tambang logam dan mineral yang akan dikenai bea keluar terdiri atas 21 mineral logam, 10 mineral bukan logam, serta 34 batuan. Aturan tersebut bisa menjadi sarana dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam tambang, kepentingan lingkungan, serta adanya nilai tambah melalui pembangunan smelter.
Aturan bea keluar tersebut juga diharapkan bisa menjadi transisi dalam penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara.Melalui UU tersebut, perusahaan tambang akan dilarang mengekspor komoditas tambang mulai 2014. Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo berharap, aturan bea keluar bisa membuat pengusaha ataupun eksportir pertambangan lebih patuh terhadap sejumlah peraturan yang sudah ditetapkan Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM.
”Selama ini kelihatannya kurang terjaga, misalnya bahwa lahan yang dikelola itu statusnya clear and clean, tidak tumpang tindih. Mereka memenuhi kewajiban membayar royalti, mereka memiliki izin ekspor sesuai dengan ketentuan menteri perdagangan,” ujarnya. Agus Marto belum menjelaskan 65 produk tambang yang dikenai bea keluar.
Namun, secara implisit, dia mengatakan 65 barang tambang mineral dan nonmineral yang akan dikenai bea keluar adalah komoditas tambang yang ekspornya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 29 Tahun 2012 tentang Ekspor Produk Pertambangan yang dikeluarkan per 11 Mei lalu.
Berdasarkan peraturan menteri itu, jenis mineral logam yang diatur di antaranya bijih besi dan konsentratnya tidak diaglomerasi, pirit besi panggang, bijih tembaga dan konsentratnya, bijih nikel dan konsentratnya.
”Harusnya antara Kementerian ESDM,Kementerian Perdagangan dan apa yang diputuskan Kementerian Keuangan atau tim tarif itu sama,”harapnya.
()