Bank syariah di DIY tumbuh pesat
A
A
A
Sindonews.com - Bank Indonesia mencatat pertumbuhan perbankan syariah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Lonjakan tidak hanya dalam segi aset, namun kemampuan menghimpun dana dari pihak ketiga juga mengalami peningkatan. Lebih banyak nasabah memilih menyimpan dana di perbankan syariah dibanding debitur kredit dari bank umum. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Mahdi Mahmudy mengatakan, pada 2005 aset perbankan syariah di DIY hanya Rp294 miliar.
Setelah tujuh tahun berkembang, aka pada kuartal pertama 2012 ini asetnya telah meningkat menjadi Rp2,3 triliun atau tumbuh 97,2 persen. Prestasi ini diperoleh dari pertumbuhan penghimpunan dana yang rata-rata per tahun tumbuh 96 persen. Sedangkan dari pembiayaan rata-rata per tahun tumbuh 56,8 persen.Pangsa aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional di DIY mencapai 6,68 persen,lebih tinggi dari data nasional yang hanya 4,1 persen.
”Pertumbuhan perbankan syariah di DIY ini cukup bagus,” jelas Muhdi pada pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) DIY di University Club UGM Yogyakarta, kemarin.
Menurut Muhdi, penyimpanan dana di perbankan syariah jauh lebih besar dibanding dengan jumlah debitur pembiayaan. Hal ini juga terjadi pada perbankan umum. Namun untuk Financing Deposit Ratio(FDR) perbankan syariah lebih tinggi yaitu 79,45 persen dari LDR bank umum yang mencapai 57,68 persen. Hal ini terjadi karena pada perbankan syariah terdapat pembiayaan yang bersifat underlying transaksi sektor riil.
Secaranasional,asetkeuangan perbankan syariah telah mencapai Rp241 triliun pada 2011. Aset ini didominasi dari bank syariah dengan 69,5 persen dan obligasi syariah (sukuk) 8,7 persen. Industri perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan rata-rata 40,2 persen dalam lima tahun terakhir.
Kondisi ini lebih tinggi dari bank konvensional yang hanya mencapai 16,7 persen. Karena itu, porsi bank syariah meningkat menjadi 4,1 persen.”Kalau pertumbuhan seperti ini,dalam satu dekade terakhir bisa mencapai 520 persen,” tutur Muhdi.
Kendati pertumbuhannya bagus,namun tantangan bank syariah di kancah lokal dan nasional hampir sama. Diantaranya masih kurangnya SDM yang memiliki pengetahuan syariah dan syariah fiqih. Selain itu, pemahaman masyarakat masih memandang syariah sama dengan bank konvensional. Belum lagi minimnya jaringan kantor syariah dan inovasi produk yang belum secanggih bank umum. Ketua Asbisindo DIY, Bambang Permana Hadi memaparkan, muswil digelar untuk menentukan kepengurusan yang baru.
Dalam rangkaian muswil juga digelar seminar bertema ”Menguatkan Komitmen Memajukan Bank Syariah Untuk kemandirian bangsa” dengan pembicara guru besar UMY, Yunahar Ilyas.”Kita ingin bank syariah bisa berperan lebih banyak di masyarakat,” pungkas Bambang.
Lonjakan tidak hanya dalam segi aset, namun kemampuan menghimpun dana dari pihak ketiga juga mengalami peningkatan. Lebih banyak nasabah memilih menyimpan dana di perbankan syariah dibanding debitur kredit dari bank umum. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Mahdi Mahmudy mengatakan, pada 2005 aset perbankan syariah di DIY hanya Rp294 miliar.
Setelah tujuh tahun berkembang, aka pada kuartal pertama 2012 ini asetnya telah meningkat menjadi Rp2,3 triliun atau tumbuh 97,2 persen. Prestasi ini diperoleh dari pertumbuhan penghimpunan dana yang rata-rata per tahun tumbuh 96 persen. Sedangkan dari pembiayaan rata-rata per tahun tumbuh 56,8 persen.Pangsa aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional di DIY mencapai 6,68 persen,lebih tinggi dari data nasional yang hanya 4,1 persen.
”Pertumbuhan perbankan syariah di DIY ini cukup bagus,” jelas Muhdi pada pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) DIY di University Club UGM Yogyakarta, kemarin.
Menurut Muhdi, penyimpanan dana di perbankan syariah jauh lebih besar dibanding dengan jumlah debitur pembiayaan. Hal ini juga terjadi pada perbankan umum. Namun untuk Financing Deposit Ratio(FDR) perbankan syariah lebih tinggi yaitu 79,45 persen dari LDR bank umum yang mencapai 57,68 persen. Hal ini terjadi karena pada perbankan syariah terdapat pembiayaan yang bersifat underlying transaksi sektor riil.
Secaranasional,asetkeuangan perbankan syariah telah mencapai Rp241 triliun pada 2011. Aset ini didominasi dari bank syariah dengan 69,5 persen dan obligasi syariah (sukuk) 8,7 persen. Industri perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan rata-rata 40,2 persen dalam lima tahun terakhir.
Kondisi ini lebih tinggi dari bank konvensional yang hanya mencapai 16,7 persen. Karena itu, porsi bank syariah meningkat menjadi 4,1 persen.”Kalau pertumbuhan seperti ini,dalam satu dekade terakhir bisa mencapai 520 persen,” tutur Muhdi.
Kendati pertumbuhannya bagus,namun tantangan bank syariah di kancah lokal dan nasional hampir sama. Diantaranya masih kurangnya SDM yang memiliki pengetahuan syariah dan syariah fiqih. Selain itu, pemahaman masyarakat masih memandang syariah sama dengan bank konvensional. Belum lagi minimnya jaringan kantor syariah dan inovasi produk yang belum secanggih bank umum. Ketua Asbisindo DIY, Bambang Permana Hadi memaparkan, muswil digelar untuk menentukan kepengurusan yang baru.
Dalam rangkaian muswil juga digelar seminar bertema ”Menguatkan Komitmen Memajukan Bank Syariah Untuk kemandirian bangsa” dengan pembicara guru besar UMY, Yunahar Ilyas.”Kita ingin bank syariah bisa berperan lebih banyak di masyarakat,” pungkas Bambang.
()