Tangki penampungan kunci Indonesia tentukan harga CPO
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia saat ini masih belum mampu memposisikan sebagai pengendali harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional. Hal ini akibat ketidakmampuan menimbun hasil produksi sehingga pengusaha sawit harus menyerahkan penetapan harga di intervensi kepentingan pasar padahal kapasitas produksi RI untuk CPO mencapai 20 juta ton per tahun.
"Produksi CPO kan harus tetap berjalan, tapi kita tak punya kemampuan menimbun, jadi suka tidak suka CPO harus diekspor. Kita terpaksa menyerahkan penetapan harga dengan indikator pasar international," jelas Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Utara Laksamana Adyaksa, Jumat (25/5/2012).
Menurut Laksamana, Indonesia berpotensi mengendalikan harga karena CPO asal Indonesia memenuhi kebutuhan global. "Kalau orang butuh sementara, kita punya banyak, berapa pun harga yang kita jual orang tetap akan beli. Apalagi CPO sudah jadi kebutuhan mendasar. Makanya kita butuh penampungan," tambahnya.
Pemerintah, ditambahkan Laksamana, juga harus memfasilitasi keberadaan tangki penampungan CPO ini. Pemerintah sebenarnya diuntungkan karena bisa mendapatkan keuntungan dari penyewaan tangki. "Kami pada dasarnya sanggup menyediakan tanki penampungan itu, tapi pasti kurang efektif karena kapasitas produksi kita enggak sebanyak itu," tambah dia.
Sementara terkait pembiayaan, hasil yang didapat pemerintah dari bea keluar CPO dinilai dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas tersebut. "Selama ini kan bea keluar itu belum dikembalikan untuk industri CPO, jadi sangat pantas kalau fasilitas tangki ini dibangun dengan dana itu," tutup dia.
Sebagai informasi, penentuan harga CPO sendiri saat ini masih tergantung pada lima indikator ketersediaan pasokan untuk pasar dalam negeri, kondisi negara tujuan ekspor, harga komoditas minyak nabati sebagai substitusi CPO, harga minyak dunia dan pajak ekspor. (ank)
"Produksi CPO kan harus tetap berjalan, tapi kita tak punya kemampuan menimbun, jadi suka tidak suka CPO harus diekspor. Kita terpaksa menyerahkan penetapan harga dengan indikator pasar international," jelas Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatera Utara Laksamana Adyaksa, Jumat (25/5/2012).
Menurut Laksamana, Indonesia berpotensi mengendalikan harga karena CPO asal Indonesia memenuhi kebutuhan global. "Kalau orang butuh sementara, kita punya banyak, berapa pun harga yang kita jual orang tetap akan beli. Apalagi CPO sudah jadi kebutuhan mendasar. Makanya kita butuh penampungan," tambahnya.
Pemerintah, ditambahkan Laksamana, juga harus memfasilitasi keberadaan tangki penampungan CPO ini. Pemerintah sebenarnya diuntungkan karena bisa mendapatkan keuntungan dari penyewaan tangki. "Kami pada dasarnya sanggup menyediakan tanki penampungan itu, tapi pasti kurang efektif karena kapasitas produksi kita enggak sebanyak itu," tambah dia.
Sementara terkait pembiayaan, hasil yang didapat pemerintah dari bea keluar CPO dinilai dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas tersebut. "Selama ini kan bea keluar itu belum dikembalikan untuk industri CPO, jadi sangat pantas kalau fasilitas tangki ini dibangun dengan dana itu," tutup dia.
Sebagai informasi, penentuan harga CPO sendiri saat ini masih tergantung pada lima indikator ketersediaan pasokan untuk pasar dalam negeri, kondisi negara tujuan ekspor, harga komoditas minyak nabati sebagai substitusi CPO, harga minyak dunia dan pajak ekspor. (ank)
()