Standar impor harus diperketat
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah diminta memperketat standar kualitas barang yang akan masuk ke Indonesia guna mengurangi peningkatan laju impor sekaligus menekan defisit neraca perdagangan.
Kepala ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengingatkan, pasar Indonesia yang begitu besar menjadi incaran bagi China, negara-negara ASEAN, ataupun negara lain.Terkait hal itu, pembatasan atau pengetatan barang impor menjadi sebuah kewajiban, terutama untuk makanan olahan, sayursayuran, serta buah-buahan.
Persyaratan impor yang terlalu mudah hanya akan membuat Indonesia menjadi pasar. Pengetatan persyaratan impor melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) juga harus diberlakukan karena sulit bagi Indonesia untuk melakukan pembatasan kuota barang impor sesuai ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
”Pembatasan paling tidak dengan melakukan penentuan standar yang tinggi. Menerapkan SNI juga akan memperkuat industri domestik.Tanpa itu, pasar Indonesia yang begitu besar akan terus menjadi market,” tutur Destry saat dihubungi SINDO kemarin.
Destry mengungkapkan,penentuan standar yang tinggi sudah harus dimulai karena ke depan Indonesia tidak bisa mengharapkan kebijakan fiskal untuk menekan laju impor.
Menurut Destry, tren ke depan bea masuk mengarah ke nol persen sesuai ketentuan perdagangan bebas yang akan dilakukan Indonesia dengan beberapa negara. Selain memperketat standar barang yang akan masuk, Destry mengatakan, pemerintah juga harus memperbaiki dan meningkatkan mutu hasil agrobisnis serta olahannya.
Dia mengingatkan banyak industri pengolahan makanan di Indonesia yang sebetulnya kompetitif, tapi kurang bisa bersaing karena minimnya dukungan pemerintah. Menurut dia, peningkatan mutu agrobisnis harus dilakukan karena sekarang Indonesia dibanjiri hasil pertanian serta olahannya.
”Salah satu kebijakan agroindustri adalah pembudidayaan buah-buahan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas serta pengemasan yang menarik. Ke depan sudah harus fokus ke sana. Industrialisasi sektor agro harus dikembangkan pemerintah,”ucapnya.
Senada dengan Destry, anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengungkapkan, proteksi terhadap produk dalam negeri terutama hasil pertanian harus dilakukan karena kebijakan impor Indonesia yang terlalu mudah sehingga barang impor membanjiri pasar lokal.
Kementerian Pertanian dan instansi terkait juga harus bekerja sama untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas sayur dan buah Indonesia. ”Salah sendiri kalau pemerintah tidak memberikan proteksi karena kebijakan impor yang terlalu mudah dan tidak ada persyaratanpersyaratan khusus,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengkhawatirkan melonjaknya impor hasil pertanian serta produk olahannya seperti kakao, buah-buahan,sayur-sayuran, kopi, gandum, cokelat, teh, serta beras.
Berdasarkan data BPS,ada lonjakan impor besarbesaran beberapa komoditas pertanian seperti bawang merah, kopi,dan buah-buahan. Impor bawang merah pada Februari 2012 misalnya mencapai USD12,728 juta,padahal pada Januari hanya USD2,36 juta.Impor buah asam pada Januari 2012 hanya USD292.176, sementara pada Februari USD720.225. Impor black tea pada Februari mencapai USD1,17 juta, padahal Januari hanya USD660.869.
”Kalau buah-buahan ada di Indonesia, kenapa harus impor?” tutur Suryamin di kantornya,Jumat 1 Juni lalu. Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada April sudah mencatatkan defisit USD641,1 juta. Defisit ini disebabkan laju impor yang lebih tinggi dibandingkan impor.Data BPS menunjukkan nilai ekspor pada April 2012 mencapai USD15,98 miliar.Pencapaian ini sebuah kemunduran drastis karena pada Maret ekspor Indonesia masih membukukan nilai USD17,251 miliar.
Sebaliknya, kinerja impor terus menunjukkan peningkatan. Pada April 2012 nilai impor Indonesia melampaui USD16,62 miliar atau naik 1,82 persen dibandingkan Maret 2012 (USD16,33 miliar) dan meningkat 11,65 persen dibandingkan April 2011 (USD14,89 miliar).
Kepala ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengingatkan, pasar Indonesia yang begitu besar menjadi incaran bagi China, negara-negara ASEAN, ataupun negara lain.Terkait hal itu, pembatasan atau pengetatan barang impor menjadi sebuah kewajiban, terutama untuk makanan olahan, sayursayuran, serta buah-buahan.
Persyaratan impor yang terlalu mudah hanya akan membuat Indonesia menjadi pasar. Pengetatan persyaratan impor melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) juga harus diberlakukan karena sulit bagi Indonesia untuk melakukan pembatasan kuota barang impor sesuai ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
”Pembatasan paling tidak dengan melakukan penentuan standar yang tinggi. Menerapkan SNI juga akan memperkuat industri domestik.Tanpa itu, pasar Indonesia yang begitu besar akan terus menjadi market,” tutur Destry saat dihubungi SINDO kemarin.
Destry mengungkapkan,penentuan standar yang tinggi sudah harus dimulai karena ke depan Indonesia tidak bisa mengharapkan kebijakan fiskal untuk menekan laju impor.
Menurut Destry, tren ke depan bea masuk mengarah ke nol persen sesuai ketentuan perdagangan bebas yang akan dilakukan Indonesia dengan beberapa negara. Selain memperketat standar barang yang akan masuk, Destry mengatakan, pemerintah juga harus memperbaiki dan meningkatkan mutu hasil agrobisnis serta olahannya.
Dia mengingatkan banyak industri pengolahan makanan di Indonesia yang sebetulnya kompetitif, tapi kurang bisa bersaing karena minimnya dukungan pemerintah. Menurut dia, peningkatan mutu agrobisnis harus dilakukan karena sekarang Indonesia dibanjiri hasil pertanian serta olahannya.
”Salah satu kebijakan agroindustri adalah pembudidayaan buah-buahan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas serta pengemasan yang menarik. Ke depan sudah harus fokus ke sana. Industrialisasi sektor agro harus dikembangkan pemerintah,”ucapnya.
Senada dengan Destry, anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengungkapkan, proteksi terhadap produk dalam negeri terutama hasil pertanian harus dilakukan karena kebijakan impor Indonesia yang terlalu mudah sehingga barang impor membanjiri pasar lokal.
Kementerian Pertanian dan instansi terkait juga harus bekerja sama untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas sayur dan buah Indonesia. ”Salah sendiri kalau pemerintah tidak memberikan proteksi karena kebijakan impor yang terlalu mudah dan tidak ada persyaratanpersyaratan khusus,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengkhawatirkan melonjaknya impor hasil pertanian serta produk olahannya seperti kakao, buah-buahan,sayur-sayuran, kopi, gandum, cokelat, teh, serta beras.
Berdasarkan data BPS,ada lonjakan impor besarbesaran beberapa komoditas pertanian seperti bawang merah, kopi,dan buah-buahan. Impor bawang merah pada Februari 2012 misalnya mencapai USD12,728 juta,padahal pada Januari hanya USD2,36 juta.Impor buah asam pada Januari 2012 hanya USD292.176, sementara pada Februari USD720.225. Impor black tea pada Februari mencapai USD1,17 juta, padahal Januari hanya USD660.869.
”Kalau buah-buahan ada di Indonesia, kenapa harus impor?” tutur Suryamin di kantornya,Jumat 1 Juni lalu. Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada April sudah mencatatkan defisit USD641,1 juta. Defisit ini disebabkan laju impor yang lebih tinggi dibandingkan impor.Data BPS menunjukkan nilai ekspor pada April 2012 mencapai USD15,98 miliar.Pencapaian ini sebuah kemunduran drastis karena pada Maret ekspor Indonesia masih membukukan nilai USD17,251 miliar.
Sebaliknya, kinerja impor terus menunjukkan peningkatan. Pada April 2012 nilai impor Indonesia melampaui USD16,62 miliar atau naik 1,82 persen dibandingkan Maret 2012 (USD16,33 miliar) dan meningkat 11,65 persen dibandingkan April 2011 (USD14,89 miliar).
()