Takut risiko hambat wanita kaya

Senin, 04 Juni 2012 - 10:12 WIB
Takut risiko hambat wanita kaya
Takut risiko hambat wanita kaya
A A A
Sindonews.com - Maret lalu majalah Forbes kembali melansir daftar orang terkaya di dunia. Dari daftar miliarder tersebut, urutan 10 besar masih didominasi kaum pria.

Sepuluh besar Orang Terkaya di Dunia versi Forbes tersebut didominasi miliarder pria. Nama Carlos Slim Helu dan Bill Gates masih menempati posisi puncak. Forbes menyebutkan, dari 1.226 miliarder di seluruh dunia, hanya 104 atau sekitar 8,5 persen di antaranya wanita, padahal jumlah wanita mencapai separuh dari populasi dunia. Padahal, sekitar 37–50 persen akuntan para miliarder Amerika adalah wanita.

Tapi, mengapa jarang ada wanita yang bisa memecahkan batasan tersebut dan menjadi miliarder? Karena itu, kabar yang menyebutkan Gina Rinehart, pengusaha pertambangan asal Australia, sebagai wanita terkaya di dunia (versi BRW Rich 200, Mei 2012) menjadi menarik. Mengapa di dunia miliarder wanita sangat minim? Ironisnya, dari jumlah miliarder wanita yang masuk daftar terkaya, sebagian besar kekayaan mereka diperoleh dari pernikahan, perceraian, dan warisan, bukan atas hasil usahanya sendiri.

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, berdasarkan data Forbes 400–– yang memuat daftar 400 orang terkaya di AS–– ternyata hanya enam wanita yang berhasil menjadi kaya berkat usahanya sendiri yakni Oprah Winfrey, Meg Whitman, Lynn Tilton, Sara Blakely, Doris Fisher, dan Diane Hendricks. Jumlah ini kurang dari satu persen dari total miliarder wanita yang masuk daftar tersebut.

Dalam laporan bertajuk “Global Wealth and Family Ties”,Forbes menulis minimnya jumlah miliarder wanita merupakan satu hal yang wajar terjadi karena sebagian besar para miliarder terkaya yang ada saat ini masih memperoleh kekayaan dari warisan orang tua. Di AS 42 persen bisnis diwariskan kepada keluarga. Umumnya, anak laki-laki yang lebih dipercaya untuk mengelola perusahaan maupun bisnis keluarga tersebut ketimbang anak perempuan.

Berbeda dengan alasan yang diungkapkan Forbes, situs CNBC dalam artikelnya yang berjudul “The Shortage of Women Billionaires” , para pakar ekonomi dan ahli kekayaan menilai, minimnya jumlah miliarder wanita kemungkinan besar dipicu karena sifat biologis para kaum hawa yang umumnya lebih takut atau tidak mau menanggung risiko yang terlalu berat dibanding pria. Saat seseorang telah menjadi miliarder, ia selalu terlibat dengan mendirikan sebuah perusahaan dan berarti harus siap mengambil risiko besar dan beban berat.

“Dengan alasan inilah, para wanita diduga tidak mau menjadi seorang miliarder,”tulis CNBC. Dalam beberapa studi sifat menghindari risiko yang dimiliki wanita ini terbukti menjadi aset ketika berurusan dengan investasi dan trading. Sebuah studi tentang klien dan broker (A study of brokerage clients) pada 2001 mengungkapkan fakta, imbal hasil investasi wanita lebih tinggi satu persen dibanding pria setiap tahun.

Kendati demikian, untuk menjadi seorang miliarder sifat ke hati-hatian tidak dapat berfungsi seutuhnya. Beberapa survei mengatakan,terkadang untuk menjadi seorang yang berada pada posisi tertinggi dan memiliki kebebasan finansial di tengah persaingan usaha yang begitu ketat saat ini dibutuhkan ide-ide berani dalam menjalankan suatu bisnis.

Maria Elena Lagomasino, yang telah bekerja dengan beberapa individu superkaya selama beberapa dekade sebagai pimpinan di JP Morgan Private Bank dan Direktur Coca Cola Company, menuturkan, untuk menciptakan kekayaan selevel para miliarder selain dibutuhkan keberanian dalam memimpin bisnis, seseorang juga harus memiliki ketekunan dan fokus penuh untuk menjalankan usaha tersebut. Selain itu diperlukan pula ide-ide yang luar biasa selama bertahun-tahun. Sedangkan para wanita sangat sulit untuk melakukan hal tersebut.Ditambah lagi, para kaum hawa ini biasanya harus membagi perhatian mereka dengan keluarga.

Padahal, berdasarkan hasil pengamatan wanita yang saat ini menjabat CEO Genspring Family Offices––sebuah firma manajemen kekayaan yang berbasis di AS––jika seseorang sudah hidup sebagai miliarder, mereka harus selalu berdekatan dengan bisnis yang mereka jalankan, layaknya bernafas.

“Hal ini sangat sulit, apalagi jika pada tahun-tahun pertama para wanita tersebut sudah memutuskan untuk membangun sebuah keluarga.Karena itu,dengan berbagai alasan yang telah diungkapkan, rasanya wajar bila hingga saat ini masih sedikit wanita yang menjadi miliarder,”ungkap Lagomasimo seperti dikutip CNBC.

Walaupun hingga saat ini jumlah kaum wanita yang menjadi miliarder masih minim dibanding kaum pria, seiring berjalannya waktu dan dengan makinbanyaknya kesempatanyangada makin tahun jumlah diprediksikan akan terus mengalami perkembangan. Adanya kecenderungan wanita menghindari risiko yang akhirnya menjadi salah satu penyebab masih minimnya jumlah miliarder wanita di dunia juga diungkapkan TelisaFalianty, pengamat ekonomi dari EC-Think. Menurut dia, wanita cenderung lebih risk averse atau menghindari risiko.

“Sehingga dengan adanya hal tersebut, wajar bila pada akhirnya kegiatan atau usaha yang mereka pilih juga merupakan suatu yang biasa dan tidak spesial,” ungkapnya kepada Seputar Indonesia (SINDO). Selanjutnya dia mengungkapkan,selain hal tersebut,minimnya jumlah wanita yang menjadi miliarder juga kemungkinan besar karena wanita memilik ilebih banyak constraint (batasan atau aturan) dalamhidupnya.

“Karenaitu, waktu yang mereka miliki tidak bisa digunakan sepenuhnya untuk mencari uang karena memiliki tugas kewanitaan,”katanya.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7005 seconds (0.1#10.140)