Harga gas melambung, industri was-was
A
A
A
Sindonews.com - Seiring tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat gas kini menjadi primadona di kalangan industri. Padahal sebelumnya gas tidak diminati oleh kalangan industri lantaran dinilai tidak memiliki nilai keekonomian.
Namun kini, dengan kecenderungan harga gas industri menanjak, justru semakin membuat industri was-was.
Vice President Gas Resource & Subsidiary Management Gas & Power Jarwo Sanyoto mengatakan, semakin lama harga gas semakin berkembang, dan makin banyak pula konsumen yang menggunakan gas tersebut. Atas alasan itulah membuat harga gas industri semakin naik.
"Tahun 1973 Pertamina memasok gas untuk Pusri (Pupuk Sriwijaya), dulu masih dianggap sebagai (biaya) produksi minyak. Gas berasal dari lapangan Sumatera Selatan, harga biaya angkut masih kecil," jelas dia dalam Round Table Discussion "Renegosiasi Harga Gas Bumi dan Permasalahannya" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Kamis (21/6/2012).
Awalnya, harga gas memang tidak banyak pergerakan, karena belum ada perhitungan pasti terkait harga gas industri. Dia menjelaskan, selama 20 tahun, Pusri selalu membeli gas dengan harga 50 sen. Namun, saat ini harga gas untuk industri sudah bervariasi hingga mencapai USD10 per million metric British thermal units (mmbtu).
"Menurut saya yang bagus formula untuk pupuk, kalau harga produknya mahal, harga gas mahal. Tapi karena ada produsen yang menjual minyak, jadi masih tergantung ICP," kata dia.
Menurutnya, untuk menentukan harga gas industi, tidak semudah menentukan harga minyak mentah. Dia mengungkapkan terdapat banyak faktor yang menjadi penentu harga gas. 'Menentukan harga gas sulit, karena ada faktor periode, jarak, kemudian komposisinya," terang dia.
Namun, setelah periode 2000, pembeli gas semakin banyak. "Akhirnya mulailah indeksasi dengan waktu. Kenaikannnya tiga persen per tahun, empat persen per tahun. Awalnya harga ke PGN USD2 per mmbtu dengan eskalasi dua persen per tahun," tukas Jarwo. (bro)
()