Mafia hukum dibalik pemailitan hotel di Bali

Selasa, 31 Juli 2012 - 10:53 WIB
Mafia hukum dibalik pemailitan hotel di Bali
Mafia hukum dibalik pemailitan hotel di Bali
A A A
Sindonews.com - Sinyalemen praktek mafia hukum yang mempailitkan usaha perhotelan di Bali makin menguat seperti dalam kasus Hotel Aston Tanjung Benoa dan Bali Kuta Residence (BKR).

Kini praktek mafia hukum makin meresahkan bukan hanya bagi investor namun masyarakat. Dua kasus besar yang menjadi bukti masih kuatnya praktek mafia hukum di Bali adalah pemailitan Aston Resort and Spa, Tanjung Benoa, dan Bali Kuta Residence (BKR).

Modus persekongkolan mafia hukum dalam mempailitkan hotel-hotel di Bali melibatkan beberapa oknum mulai kurator, perbankan, pengacara, pembeli hingga pengadilan tata niaga.

Praktek mafia pemailitan di Bali itu diungkapkan Kuasa Hukum PT Dewata Raya Indonesia selaku pemilik Aston Villa, Yusril Ihza Mahendra saat jumpa pers di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Senin 30 Juli 2012 malam.

Kata Yusril, oknum bank dan kurator berusaha dengan segala macam cara mempailitkan nasabah padahal kondisi usahanya sehat. “Mereka ini menafsirkan UU kepailitan tahun 2004 itu semaunya," kata Yusril yang ikut membidani kelahiran UU tentang kepailitan tersebut.

Setelah dipailitkan, mereka melelang aset perusahaan/perseorangan dengan harga murah. Pembelinya pun sudah diatur dari lingkaran mereka dengan cara kolusi dengan kurator.

Yusril memaparkan, modus mafia hukum dengan membuat seolah-olah para debitur, baik perusahaan ataupun perseorangan yang tidak mampu membayar kredit padahal dalam keadaan sehat dan lancar membayar kewajibannya. "Bukannya menjual jaminan tapi mereka langsung mempailitkan," imbuh Yusril didampingi rekannya Agus Dwi Warsono

Perbankan bukannya menganalisis mendalam jika ada debitur tak mampu bayar dengan mengeksekusi agunan, justru malah mempailitkan nasabah.

Kejahatan mafia kepailitan ini melakukan perampokan aset bukan saja mematikan usaha swasta namun juga berdampak buruk terhadap iklim investasi di tanah air.

Dicontohkan, korban mafia kepailitan adalah Aston Villa di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, sehingga mengalami kerugian tanah dan bangunan senilai Rp600 miliar, inventaris hotel atau barang sekitar Rp52 miliar, dan dana di empat bank Rp90 miliar.

Dalam pengamatannya PT DRI pengelola Aston Villa tak layak dipailitkan karena hotel tersebut sedang sehat, operasionalnya lancar, tingkat okupansi 90 persen.

Seperti diketahui hotel tersebut memiliki kredit di Bank Mandiri sebesar USD14 juta atau Rp 33 miliar. Pada tahun 1996. Hotel Aston telah melunasi sebesar Rp70 miliar.

Pemailitan hotel tersebut oleh Bank Mandiri dinilai aneh dan janggal sebab Bank BUMN ini menggandeng Dispenda Kabupaten Badung untuk mengajukan kepailitan ke pengadilan. Atas kasus tersebut pihaknya telah melaporkan pidana ke Polda Bali terhadap Bank Panin, BCA, Mandiri, dan Dispenda Badung.

Semua institusi itu didakwa melakukan pelanggaran tindak pidana perbankkan sebagaimana diatur pasal 47 ayat 2. Juncto Pasal 49 ayat 1 hurf a, juncto Pasal 42 ayat 2 (b) UU no 7 tahin 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah UU No 10 tahun 1998.
(and)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6115 seconds (0.1#10.140)