IHSG tembus rekor baru berulang kali

Jum'at, 28 Desember 2012 - 08:00 WIB
IHSG tembus rekor baru berulang kali
IHSG tembus rekor baru berulang kali
A A A
SITUASI ekonomi global yang penuh ketidakpastian sedikit banyak memberi imbas terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini. Sejak awal tahun, IHSG bergerak fluktuatif, namun tetap berusaha menunjukkan kekuatannya, sehingga mampu mencetak rekor baru berulang kali.

IHSG untuk kali pertama pada awal 2012 berhasil menyentuh level 4.000. Level tersebut berhasil ditembus pada 19 Januari 2012. Indeks domestik ditutup pada level 4.001,07 ditopang sentimen positif dari dinaikkannya peringkat Indonesia ke level layak investasi (investment grade) oleh Moody’s dan menguatnya bursa Wall Street.

Namun, sehari setelahnya dan hari-hari berikutnya, IHSG kembali terkoreksi dan bergerak di bawah level tersebut. Hingga akhirnya pada 21 Februari dan 2 Maret 2012, IHSG berhasil menembus level 4.000 untuk kali kedua dan ketiganya. Kemudian sejak 13 Maret 2012 hingga 15 Mei 2012, pergerakan IHSG berada di kisaran angka 4.000.

Namun, pada 16 Mei 2012, IHSG terkoreksi kembali ke bawah level 4.000 atau berada pada posisi 3.980,5. Dan esoknya, IHSG kembali merosot lebih dalam ke level 3.940,11. Kendati demikian, pada 22 Mei 2012, IHSG berhasil merangkak naik ke level 4.021,1, meski akhirnya kembali anjlok ke level di bawah 4.000 dan terus bolak-balik di bawah level tersebut hingga akhir semester I tahun ini.

Bahkan, pada 4 Juni 2012, indeks terjun bebas 145,18 poin atau 3,82 persen ke level 3.654,58 dibanding hari sebelumnya. Ini merupakan level terendah IHSG sepanjang 2012. Penurunan tajam itu dikontribusi rontoknya harga sejumlah saham unggulan di lantai Bursa.

Pergerakan negatif indeks pada hari itu, menurut Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang, dipengaruhi pelemahan bursa global dan regional. "Waktu itu kebetulan bursa global melemah akibat terimbas sentimen negatif buruknya data ekonomi AS (Amerika Serikat), perkembangan krisis Eropa, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi di China. Jadi cocok, bila penurunan IHSG pada saat itu terjadi cukup tajam," terang Edwin kepada Sindonews.

Namun demikian, pasar kembali bergairah dan sempat beberapa kali menembus rekor baru kendati berkali-kali juga harus terjerembab dalam jurang pelemahan akibat aksi ambil untung (profit taking), yang dilakukan investor tiap kali IHSG menembus rekor barunya.

Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mencatat, rekor tertinggi IHSG sepanjang tahun ini terjadi pada 26 November 2012, dimana IHSG ditutup pada level 4.375,17. "Sepanjang perdagangan hari itu, IHSG menyentuh level 4.377,52 (level tertingginya) jelang akhir sesi 2 dan menyentuh level 4.350,38 (level terendahnya) jelang akhir sesi 1 dan akhirnya berhasil bertengger di level 4.375,17,” terang Reza.

Ditembusnya rekor tertinggi itu, Reza menjelaskan, turut dipicu adanya berita positif dari diadakannya conference call sehari jelang pertemuan Euro Group untuk menemukan solusi dana talangan (bailout) Yunani dan ekspektasi positif kenaikan penjualan ritel di AS saat Thanksgiving Day. Sentimen tersebut berhasil mengantarkan IHSG menyentuh level tertinggi terbarunya, meski bursa saham lainnya cenderung menguat terbatas dan bahkan beberapa diantaranya mulai melemah.

Analis PT Panin Sekuritas Purwoko Sartono menambahkan, faktor lain yang mendorong IHSG pada level tertinggi adalah adanya optimisme terkait penyelesaian jurang fiscal (fiscal cliff) di AS. Namun, faktor utama ditembusnya rekor baru IHSG lebih ditopang kabar baik dari pasar regional, terutama dari China sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia.

"Kenaikan IHSG seiring dengan optimisme akan tercapainya kesepakatan anggaran, sehingga fiscal cliff dapat dihindari. Selain itu, data manufaktur China yang bertumbuh pertama kali sejak 13 bulan terakhir dan business confidence di Jerman yang naik turut memberi dorongan positif," tutur Purwoko.

Purwoko menjelaskan, bila ditarik garis panjang, berbagai sentimen positif baik global maupun domestik yang terjadi sepanjang tahun ini, juga turut menorehkan peran dalam mendorong perbaikan kinerja bursa saham di Indonesia secara tahunan (year on year /yoy).

Dari pasar regional, sentimin positif beberapa kali berhembus, salah satunya terpilih kembalinya Shinzo Abe menjadi Perdana Menteri Jepang. Selain kabar dari Pemilihan Umum (Pemilu) Jepang, preliminary manufaktur China bulan Desember mencapai angka 50,9 persen, yang menggambarkan pertumbuhan, juga turut memberi angin segar bagi bursa kawasan regional, termasuk Indonesia.

Sementara dari kawasan barat, kesepakatan Uni Eropa dan International Monetary Fund (IMF) untuk memberikan kucuran bailout ke Yunani, juga dianggap berkontribusi positif untuk memperbaiki iklim investasi global sekaligus meredakan kepanikan pasar terkait potensi memburuknya krisis utang di Uni Eropa.

Padahal sebelumnya, krisis ini sempat menekan kinerja bursa-bursa saham global termasuk IHSG. Masih soal sentimen positif, adanya berbagai kebijakan kelonggaran kuantitatif (quantitive easing 3/QE3) telah mendorong pemulihan ekonomi global.

Menjelang akhir tahun, selain kabar dari Eropa, data industrial Amerika pada November yang naik ke level tertinggi sejak dua tahun terakhir juga direspon positif oleh pasar. Sebelumnya juga ada data retail sales dan juga klaim tunjangan pengangguran yang bagus. Disisi lain, saat ini pasar seperti tidak melihat perkembangan fundamental yang positif tetapi lebih berfokus kepada kesepakatan anggaran agar terhindar dari fiscal cliff.

Sementara sentimen negatif dari global berasal dari alotnya perundingan penetapan anggaran AS. Ketua DPR AS John Boehner mendesak Presiden AS Barack Obama meningkatkan pajak untuk masyarakat berpenghasilan lebih dari USD1 juta dan sebagai gantinya, dengan memotong anggaran belanja lebih banyak lagi.

Obama menginginkan kenaikan pajak untuk semua masyarakat berpenghasilan USD400.000, itu pun sudah sempat dilonggarkan dari USD250.000. "Alotnya perundingan ini membuat pasar merespon negatif, sehingga terjadi koreksi di bursa," terang Purwoko. Disamping itu, dalam beberapa kali tekanan terhadap IHSG, faktor melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) dalam beberapa pekan terakhir juga menjadi katalisatornya.

Namun, bila ditilik sepanjang tahun, IHSG tetap menunjukkan kinerja yang positif dibuktikan dengan beberapa kali ditembusnya rekor baru. Positifnya kinerja Bursa, ternyata tidak berkorelasi positif terhadap seluruh sektor. Salah satu sektor dengan kondisi berlawanan dengan IHSG, yakni sektor pertambangan. Sektor ini mengalami koreksi lantaran harga komoditas tambang yang melemah sepanjang tahun ini.

Analis PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya memprediksi, dengan adanya sejumlah sentimen positif maupun negatif yang membayangi pasar, IHSG di penghujung tahun ini berpotensi ditutup pada kisaran 4.350-4.400.

Prospek IHSG tahun depan


Sementara itu, IHSG pada tahun depan diproyeksikan bisa menyentuh kisaran 4.750-50.50. Meski tahun depan, pasar akan dibayangi isu politik menjelang Pemiliahan Umum (pemilu) 2014, namun sejumlah faktor positif dari dalam maupun luar negeri masih akan memberi imbas baik terhadap pergerakan bursa domestik pada 2013.

Edbert menjelaskan, faktor global yang akan mempengaruhi gerak IHSG pada 2013 masih lanjutan dari sentimen yang terjadi pada tahun ini. Sentimen itu, yakni adanya keyakinan terhadap pemulihan ekonomi global pada tahun depan menyusul dukungan stimulus, seperti suku bunga yang dipertahankan pada level rendah dan dampak positif dari program pelonggaran kuantitatif tahap III. Faktor ini diperkirakan mulai memberi imbas positif pada kuartal I/2013.

"Pemulihan ekonomi AS sedikit terhambat disebabkan potensi fiscal cliff di AS, meski ada program stimulus QE tahap ketiga," kata dia.

Faktor lainnya, meski disediakan cadangan dana talangan permanen European Stability Mechanism (ESM), namun diperkirakan masih ada potensi munculnya profil baru sejumlah negara bermasalah dengan utang di zona Uni Eropa. Sementara faktor positif dari domsetik, berupa proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan yang bisa bertahan di atas 6 persen, didukung sektor konsumsi dan investasi.

Disamping itu, masih adanya optimisme kalangan pelaku pasar terhadap prospek perekonomian Tanah Air, yang tercermin pada indeks keyakinan bisnis dan konsumen. Persepsi resiko investor asing terhadap pasar dalam negeri diperkirakan akan makin membaik seiring perkembangan infrastruktur.

Hal ini diharapkan akan semakin menarik minat investor asing sekaligus dapat menjaga aliran dana asing, yang masuk ke pasar modal domestik. Selain itu, pertumbuhan kinerja emiten yang diperkirakan dapat semakin membaik pada tahun depan juga menjadi sentimen positif penopang IHSG.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6723 seconds (0.1#10.140)