Cobranding sensasional ala SBY-Roy Suryo

Rabu, 16 Januari 2013 - 10:23 WIB
Cobranding sensasional...
Cobranding sensasional ala SBY-Roy Suryo
A A A
Habibie & Ainun. The best cobranding of the year. Personal brand Habibie yang cemerlang dipadukan dengan personal brand Ainun yang tidak kalah cemerlang menjadi sebuah kekuatan baru yang saling menambahkan.

Mungkin sudah banyak yang mengenal sosok BJ Habibie tetapi belum banyak yang mengerti siapakah Ainun. Dalam film mereka, yang ditampilkan adalah penjabaran dua personal brand yang kokoh, yang saling melengkapi dan menguatkan. Jika dalam matematika murni 1+1 adalah 2, maka dalam ilmu cobranding, 1+1 belum tentu sama dengan 2, bisa lebih atau justru bisa kurang dari 2. Nilai penjumlahannya tergantung apakah brand pertama dan brand kedua sama-sama cemerlang atau tidak.

Tetapi, pada prinsipnya, dalam rumus penggabungan dua brand cobranding, 1+1 jangan kurang dari 3 untuk bisa disebut efektif. Cobranding ala Habibie & Ainun adalah contoh di mana satu brand yang kuat ditambah satu brand lain yang juga kuat menjadikan sinergi keduanya menjadi powerful. Bisa dipastikan 1+1 ala Habibie & Ainun nilainya bisa mencapai 10. Gabungan keduanya menjadi inspirasi audience-nya akan kesetiaan dan ketulusan cinta, jiwa nasionalisme, kerja keras, tekun, dan fokus dalam mencapai cita-cita.

Last impression counts


Masih banyak yang menganggap enteng personal branding atau citra diri. Dibiarkan mengalir saja tanpa dikelola dengan sebaik-baiknya. Citra diri adalah apa pun yang dikatakan oleh para stakeholders tentang diri seseorang, terutama di saat orang tersebut tidak berada di ruangan yang sama. Memilih aliansi yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap pembinaan personal brand. Personal brand umumnya hanya dipikirkan saat seseorang ingin masuk kerja ke sebuah perusahaan.

Atau, saat seseorang ingin mendapatkan promosi jabatan. Jarang yang berpikir bahwa personal brand itu tidak berhenti sampai di sana. Banyak karyawan yang mulai kehilangan gairah bekerja di sebuah perusahaan saat menjelang kepindahan ke tempat barunya. Biasanya kerja sudah setengah hati dan konsentrasi sudah mulai terpecah, berpikir ke tempat baru. Padahal, justru pada saat-saat terakhir bekerja di sebuah perusahaan, kita harus bisa memberikan the best last impression.

Karena kesan yang terakhir itulah yang akan tertinggal di benak para stakeholders-nya. Jika memungkinkan, berikan kesan terbaik. Dalam situasi personal brand SBY, saat ini bisa dikatakan adalah menjelang akhir dari masa pemerintahannya. Last impression akan menentukan apakah kesan masyarakat terhadap beliau positif atau negatif.

Saya merupakan salah satu dari pemilih SBY yang cukup kecewa dengan performance brand SBY karena di era pemerintahannya yang kedua ini begitu banyak janji yang tidak ditepati. Janji terpenting yaitu pemberantasan korupsi secara utuh dan sampai ke akar-akarnya, masih belum terlaksana juga. Bahkan, yang menyakitkan adalah melihat display kasus korupsi justru tampil dari partai beliau sendiri.

Karenanya, saya menyambut baik semua kegiatan SBY akhir-akhir ini yang berlandaskan tujuan positif. Blusukan misalnya. Banyak pengamat yang skeptis dan meragukan motivasi SBY dalam kegiatan blusukannya. Mungkin hanya ikut tren saja, karena Jokowi sebagai Gubernur DKI begitu dicintai setelah melakukan kegiatan blusukan. SBY dianggap hanya akting saja untuk mengambil hati rakyat dengan cara yang sama.

Saya tidak mempermasalahkan apakah blusukan ini genuine (asli, tulus) dari lubuk hati yang paling dalam atau bisa dikategorikan sebagai blusukan semu atau blusukan dadakan. Yang saya nilai adalah niat positifnya. Sebagai seorang ethnographer, saya mengerti apa artinya bila seorang leader langsung berhadapan dengan masyarakatnya di habitatnya. Ia akan menyaksikan secara langsung dengan mata kepala sendiri, apakah aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat itu masuk akal atau tidak. Jadi, berada di dalam lokasi itu saja sudah merupakan sebuah nilai tambah.

SBY-Roy Suryo: Sensasional


Last impression personal brand SBY saat blusukan saya perkirakan akan meningkat karena kegiatan itu sudah menjanjikan sesuatu yang positif. Tetapi, berita tentang pemilihan menpora baru membuat saya tersentak. Ini berita sensasional, dan personal brand SBY sangat tidak membutuhkan sensasi di akhir pemerintahannya. Memilih Roy Suryo mengandung unsur sensasi. Roy Suryo memang sudah selalu dikaitkan dengan berita-berita yang sensasional. Hujatan kekecewaan terhadap pilihan Presiden bisa dibaca secara gamblang di media sosial.

Dalam banyak interviu di media, bahkan Roy Suryo sebagai Menpora baru mengakui bahwa dirinya tidaklah mempunyai kompetensi yang cukup untuk posisinya. Lalu, mau dibawa ke mana Kementerian Pemuda dan Olahraga jika leadernya sendiri saja mengakui bahwa dirinya tidak kompeten. Bandingkan reaksi masyarakat saat SBY mengangkat dr Nafsiah Mboi sebagai pengganti almarhumah dr Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Kesehatan.

Tidak ada yang menghujat, tidak ada yang mempersoalkan. Itu karena masyarakat sudah melihat kompetensi dari pilihan SBY, dengan track record yang positif. Semua pihak merasa nyaman dengan dr Nafsiah Mboi dan ini merupakan modal kepercayaan internal kementerian dan eksternal masyarakatnya. Cobranding antara atasanbawahan merupakan salah satu cara jitu dalam strategi personal branding.

Pada saat personal brand seseorang membutuhkan dukungan aspek-aspek yang di luar kompetensi dirinya, maka aliansi menjadi solusi bagi audience-nya. Sayangnya, dalam kasus cobranding SBY-Roy Suryo, yang saya khawatirkan jika dipadukan, maka 1+1 akan menjadi kurang dari 2. Bagaimana dengan cita-cita memperoleh the best last impression diakhir pemerintahan, Pak Beye? Blusukan demi blusukan akan jadi sia-sia sebab penonton kecewa.

AMALIA E. MAULANA. PH.D.
Brand Consultant & Ethnographer
ETNOMARK Consulting
www.amaliamaulana.com @etnoamalia
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8013 seconds (0.1#10.140)