Laju IHSG tertekan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi masih akan tertekan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), sehingga potensi penguatan yang mungkin terjadi masih sangat tipis dan hampir tak mampu menyupai tenaga kepada IHSG untuk sekedar bertahan apa lagi menguat.
"Selasa ini, IHSG saya perkirakan berpeluang turun kembali karena penyakit lama, yakni kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap USD muncul kembali setelah kemarin mencapai Rp9740/USD," terang Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang, Selasa (29/1/2013).
Hari ini, Edwin memperdiksi, IHSG akan bergerak dalam rentang 4.398-4.440. Dia menerangkan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung disikapi pemerintah, dipandang sebagai biang keladi yang membebani anggaran negara sehingga melemahkan nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang asing terutama USD.
"Seperti yang telah saya sering jelaskan, selama subsidi BBM belum dipotong alias BBM bersubsidi dinaikkan, which is mustahil untuk dinaikkan tahun 2013 ini, maka sepanjang tahun ini nilai tukar rupiah terhadap USD akan cenderung melemah, sehingga berdampak atas IHSG. Terlebih jika tembus lagi diatas Rp9.800-10.000, maka IHSG diperkirakan cenderung terus tertekan," tegas dia.
Sementara dari pasar global, pergerakan saham di sejumlah bursa-bursa kawasan Eropa, Amerika dan Asia menunjukkan kondisi yang masih volatile. Setelah S&P naik 5,4 persen di awal tahun 2013 ini dan ditutup diatas level 1500 serta Dow Jones hanya tersisa 2,2 persen dari level tertinggi mereka di bulan Oktober 2007, dimana Dow Jones ditutup pada level 13.895,98, maka di awal pekan ini Dow Jones terkoreksi tipis sebesar 14,05 poin atau 0,1 persen.
Kondisi tersebut diikuti kenaikan The VIX sebesar 5,28 persen ditutup pada level 13,57 sebagai dampak beragamnya data ekonomi dan sentimen yang berkembang semalam dimana sebagai katalis adalah menggembirakannya data Durable Goods Orders bulan Desember yang naik 4,6 persen (konsensus ekonom +2 persen) versus terjadinya penurunanan data Pending Home Sales Desember sebesar 4,3 persen (konsensus ekonomi terjadi kenaikan 1 persen)
Serta mulai menghangatnya kembali persoalan jurang fiskal sebesar USD1,2 triliun, yang bisa berkurang tiba-tiba sebagai contoh anggaran Departemen Pertahanan jika tidak ada kesepakatan diakhir Februari 2013 dan jangan heran persoalan jurang fiskal ini akan dijadikan alasan, sehingga Wall Street akan lebih volatile di bulan Februari nanti.
"Selasa ini, IHSG saya perkirakan berpeluang turun kembali karena penyakit lama, yakni kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap USD muncul kembali setelah kemarin mencapai Rp9740/USD," terang Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang, Selasa (29/1/2013).
Hari ini, Edwin memperdiksi, IHSG akan bergerak dalam rentang 4.398-4.440. Dia menerangkan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung disikapi pemerintah, dipandang sebagai biang keladi yang membebani anggaran negara sehingga melemahkan nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang asing terutama USD.
"Seperti yang telah saya sering jelaskan, selama subsidi BBM belum dipotong alias BBM bersubsidi dinaikkan, which is mustahil untuk dinaikkan tahun 2013 ini, maka sepanjang tahun ini nilai tukar rupiah terhadap USD akan cenderung melemah, sehingga berdampak atas IHSG. Terlebih jika tembus lagi diatas Rp9.800-10.000, maka IHSG diperkirakan cenderung terus tertekan," tegas dia.
Sementara dari pasar global, pergerakan saham di sejumlah bursa-bursa kawasan Eropa, Amerika dan Asia menunjukkan kondisi yang masih volatile. Setelah S&P naik 5,4 persen di awal tahun 2013 ini dan ditutup diatas level 1500 serta Dow Jones hanya tersisa 2,2 persen dari level tertinggi mereka di bulan Oktober 2007, dimana Dow Jones ditutup pada level 13.895,98, maka di awal pekan ini Dow Jones terkoreksi tipis sebesar 14,05 poin atau 0,1 persen.
Kondisi tersebut diikuti kenaikan The VIX sebesar 5,28 persen ditutup pada level 13,57 sebagai dampak beragamnya data ekonomi dan sentimen yang berkembang semalam dimana sebagai katalis adalah menggembirakannya data Durable Goods Orders bulan Desember yang naik 4,6 persen (konsensus ekonom +2 persen) versus terjadinya penurunanan data Pending Home Sales Desember sebesar 4,3 persen (konsensus ekonomi terjadi kenaikan 1 persen)
Serta mulai menghangatnya kembali persoalan jurang fiskal sebesar USD1,2 triliun, yang bisa berkurang tiba-tiba sebagai contoh anggaran Departemen Pertahanan jika tidak ada kesepakatan diakhir Februari 2013 dan jangan heran persoalan jurang fiskal ini akan dijadikan alasan, sehingga Wall Street akan lebih volatile di bulan Februari nanti.
(rna)