Ini 6 komoditas berpotensi kartel versi Kadin
A
A
A
Sindonews.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh sejumlah pihak.
"Komoditas strategis yang berpotensi kartel, yaitu daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung, beras," sebut Wakil Ketua Kadin bidang Bulog, Natsir Mansyur dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Natsir mengungkapkan, nilai transaksi keenam komoditas yang mengalami kartel tersebut diperkirakan mencapai Rp11 triliun. "Kira-kira ada kurang lebih kartel dengan nilai transaski Rp11 triliun, ini potensi," ujarnya.
Sebagai indikasi adanya kartel, Natsir menuturkan, bagaimana harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya, daging sapi dulu Rp63 ribu (per kg), sekarang Rp95 ribu. Padahal, di negara asalnya Rp53 ribu," tukas Natsir.
Namun, pihaknya meminta untuk dibuat kajian yang lebih mendalam guna membuktikan keberadaan kartel pangan di Tanah Air. "Ini perkiraan kami, masih diperlukan perhitungan akademisnya," pungkasnya.
"Komoditas strategis yang berpotensi kartel, yaitu daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung, beras," sebut Wakil Ketua Kadin bidang Bulog, Natsir Mansyur dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (7/2/2013).
Natsir mengungkapkan, nilai transaksi keenam komoditas yang mengalami kartel tersebut diperkirakan mencapai Rp11 triliun. "Kira-kira ada kurang lebih kartel dengan nilai transaski Rp11 triliun, ini potensi," ujarnya.
Sebagai indikasi adanya kartel, Natsir menuturkan, bagaimana harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya, daging sapi dulu Rp63 ribu (per kg), sekarang Rp95 ribu. Padahal, di negara asalnya Rp53 ribu," tukas Natsir.
Namun, pihaknya meminta untuk dibuat kajian yang lebih mendalam guna membuktikan keberadaan kartel pangan di Tanah Air. "Ini perkiraan kami, masih diperlukan perhitungan akademisnya," pungkasnya.
(rna)