LPPMI: Penetapan fee kurator Telkomsel tak wajar
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala menduga ada ketidakwajaran dalam penetapan fee kurator Telkomsel.
Dua hal yang disorot oleh mantan Anggota Komite BRTI ini adalah proses pengeluaran penetapan, dimana pada 10 Januari 2013, Telkomsel menerima putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Pada 11 Januari 2013 keluar Permenkumham No. 1/2013 tentang imbalan jasa kurator. Setelah itu 14 Januari 2013, ada pengumuman kurator didua media nasional.
"Logikanya, jika penetapan fee kurator itu keluar 31 Januari 2013, seharusnya yang dijadikan acuan adalah Permenkumham No. 1/2013, bukan peraturan yang sebelumnya," jelas Kamilov kepada Sindonews, di Jakarta, Kamis (14/2/2013).
Untuk diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah berdasarkan perhitungan 0,5 persen dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp58,723 triliun. Hasil perkalian itu adalah Rp293.616.135.000.
Angka sekitar Rp293.616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI) sehingga masing-masing dibebankan Rp146.808 miliar. Pola perhitungan itu menggunakan Permenkumham No 9/1998.
Sementara Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013. Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
Berdasarkan catatan, kurator dalam kasus pailit Telkomsel adalah Feri S Samad, Edino Girsang, dan Mokhamad Sadikin. Sedangkan hakim pemutus kasus pailit Telkomsel di PN Niaga adalah Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali. Majelis hakim yang sama juga yang menetapkan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan.
Dua hal yang disorot oleh mantan Anggota Komite BRTI ini adalah proses pengeluaran penetapan, dimana pada 10 Januari 2013, Telkomsel menerima putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Pada 11 Januari 2013 keluar Permenkumham No. 1/2013 tentang imbalan jasa kurator. Setelah itu 14 Januari 2013, ada pengumuman kurator didua media nasional.
"Logikanya, jika penetapan fee kurator itu keluar 31 Januari 2013, seharusnya yang dijadikan acuan adalah Permenkumham No. 1/2013, bukan peraturan yang sebelumnya," jelas Kamilov kepada Sindonews, di Jakarta, Kamis (14/2/2013).
Untuk diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah berdasarkan perhitungan 0,5 persen dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp58,723 triliun. Hasil perkalian itu adalah Rp293.616.135.000.
Angka sekitar Rp293.616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI) sehingga masing-masing dibebankan Rp146.808 miliar. Pola perhitungan itu menggunakan Permenkumham No 9/1998.
Sementara Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013. Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
Berdasarkan catatan, kurator dalam kasus pailit Telkomsel adalah Feri S Samad, Edino Girsang, dan Mokhamad Sadikin. Sedangkan hakim pemutus kasus pailit Telkomsel di PN Niaga adalah Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali. Majelis hakim yang sama juga yang menetapkan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan.
(gpr)