DPR minta pemerintah tidak mempersulit akses FLPP
A
A
A
Sindonews.com - Anggota DPR RI Komisi V meminta pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat untuk tidak mempersulit akses masyarakat dalam memperoleh program subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Bagaimana Masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah bisa mengakses FLPP jika syaratnya menyulitkan?" kata Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) V FPKS DPR RI, Sigit Sosiantomo dalam rapat kerja komisi V dengan Menteri Perumahan Rakyat, di Jakarta, Rabu (6/3/2013).
Sesuai dengan Lampiran Permenpera No.11/2011 tentang Juklak FLPP, penyaluran dana FLPP melalui Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera (KPR Sejahtera), Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Murah (KPR Sejahtera Murah), Kredit Pembangunan atau Perbaikan Rumah Swadaya Sejahtera (KPRS Sejahtera), Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera (KK Rumah Sejahtera), dan Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera Murah (KK Rumah Sejahtera Murah).
Sejak diluncurkan pada Oktober 2010, FLPP kurang berhasil, bahkan mati suri. Kurang suksesnya penyerapan FLPP ini karena masih banyak kendala di lapangan. “Kendala banyak muncul di lapangan, mulai dari masalah administrasi sampai masih rendahnya minat pengembang membangun rumah yang dibiayai FLPP," tegasnya.
Menurutnya, program FLPP sejak akhir tahun 2011 lalu terhenti karena terhentinya Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan bank-bank penyedia fasilitas. Kemenpera menginginkan, suku bunga yang tercantum dalam PKO menjadi 5 persen, atau turun dari kesepakatan
sebelumnya 8,15 persen (fixed rate).
"Pemerintah berpendapat suku bunga KPR juga harus turun karena BI rate juga turun. Ini yang disinyalir menjadikan perbankan enggan menyampaikan PKO ke pemerintah. Kalau program FLPP ini terhenti jelas akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” tambah Sigit.
Selama tiga tahun terakhir (2010-2012), alokasi dana FLPP mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Alokasi dana tersebut meningkat hampir lima kali lipat atau mencapai sebesar Rp13,69 triliun. Jika ditambah dana subsidi (yang kemudian berubah menjadi dana likuiditas pembiayaan perumahan) maka besarnya menjadi Rp21,62 triliun.
Pada 2010 lalu telah teralokasi dana sebesar Rp964,5 milliar, ditambah subsidi dana likuiditas sebesar Rp3,099 triliun. Kemudian alokasi dana pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp3,31 triliun, ditambah dana likuiditas Rp3,099 triliun.
Kemudian alokasi dana pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp3,31 triliun, ditambah dana likuiditas pembiayaan perumahan Rp6,7 triliun. Adapun pagu definitif untuk tahun 2012 mencapai Rp4,6 triliun, ditambah dana likuiditas pembiayaan perumahan Rp4,7 triliun.
“Bagaimana Masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah bisa mengakses FLPP jika syaratnya menyulitkan?" kata Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) V FPKS DPR RI, Sigit Sosiantomo dalam rapat kerja komisi V dengan Menteri Perumahan Rakyat, di Jakarta, Rabu (6/3/2013).
Sesuai dengan Lampiran Permenpera No.11/2011 tentang Juklak FLPP, penyaluran dana FLPP melalui Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera (KPR Sejahtera), Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Murah (KPR Sejahtera Murah), Kredit Pembangunan atau Perbaikan Rumah Swadaya Sejahtera (KPRS Sejahtera), Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera (KK Rumah Sejahtera), dan Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera Murah (KK Rumah Sejahtera Murah).
Sejak diluncurkan pada Oktober 2010, FLPP kurang berhasil, bahkan mati suri. Kurang suksesnya penyerapan FLPP ini karena masih banyak kendala di lapangan. “Kendala banyak muncul di lapangan, mulai dari masalah administrasi sampai masih rendahnya minat pengembang membangun rumah yang dibiayai FLPP," tegasnya.
Menurutnya, program FLPP sejak akhir tahun 2011 lalu terhenti karena terhentinya Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan bank-bank penyedia fasilitas. Kemenpera menginginkan, suku bunga yang tercantum dalam PKO menjadi 5 persen, atau turun dari kesepakatan
sebelumnya 8,15 persen (fixed rate).
"Pemerintah berpendapat suku bunga KPR juga harus turun karena BI rate juga turun. Ini yang disinyalir menjadikan perbankan enggan menyampaikan PKO ke pemerintah. Kalau program FLPP ini terhenti jelas akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” tambah Sigit.
Selama tiga tahun terakhir (2010-2012), alokasi dana FLPP mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Alokasi dana tersebut meningkat hampir lima kali lipat atau mencapai sebesar Rp13,69 triliun. Jika ditambah dana subsidi (yang kemudian berubah menjadi dana likuiditas pembiayaan perumahan) maka besarnya menjadi Rp21,62 triliun.
Pada 2010 lalu telah teralokasi dana sebesar Rp964,5 milliar, ditambah subsidi dana likuiditas sebesar Rp3,099 triliun. Kemudian alokasi dana pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp3,31 triliun, ditambah dana likuiditas Rp3,099 triliun.
Kemudian alokasi dana pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp3,31 triliun, ditambah dana likuiditas pembiayaan perumahan Rp6,7 triliun. Adapun pagu definitif untuk tahun 2012 mencapai Rp4,6 triliun, ditambah dana likuiditas pembiayaan perumahan Rp4,7 triliun.
(gpr)