Ekspor China Februari 2013 melonjak 20%
A
A
A
Sindonews.com - Ekspor China pada Februari 2013, dilaporkan melonjak lebih dari 20 persen, meskipun terpotong libur Tahun Baru Imlek. Hasil ini dipercaya sebagai indikasi pemulihan ekonomi negara terbesar kedua di dunia itu.
Administrasi Umum Bea Cukai China mengatakan, lonjakan ekspor membantu mencatat surplus perdagangan USD15,3 miliar, meskipun surplus menyempit dari USD29,2 miliar pada Januari lalu.
Pasar telah memperkirakan defisit perdagangan sebesar USD16 miliar, berdasarkan perkiraan median dalam jajak pendapat 13 ekonom Dow Jones Newswires.
Ekspor melonjak 21,8 persen year on year menjadi USD139,4 miliar pada Februari, sementara impor turun 15,2 persen menjadi USD124,1 miliar.
Para analis mengatakan, pertumbuhan ekspor yang kuat adalah pertanda baik bagi perekonomian, tetapi kelemahan impor mungkin karena pabrik memberhentikan produksi untuk liburan selama seminggu, mengurangi permintaan bahan baku dan komponen.
"Data impor mungkin telah dipengaruhi faktor musiman Tahun Baru Imlek, tetapi ekspor tidak terpengaruh sama sekali, tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan," kata Liu Ligang, seorang ekonom dari bank ANZ berbasis di Hong Kong, seperti dilansir Global Post, Jumat (8/3/2013).
"China pasti akan tetap di jalur pemulihan tahun ini, dengan ekonomi cenderung tumbuh lebih dari delapan persen," tambahnya.
Investor mencari kekuatan pemulihan ekonomi China setelah ekonomi tumbuh 7,8 persen per tahun pada 2012, kinerja terburuk selama 13 tahun, dalam menghadapi kelemahan di rumah dan di pasar luar negeri utama.
Pada pembukaan legislatif nasional, Perdana Menteri Wen Jiabao menetapkan target pertumbuhan ekonomi 7,5 persen tahun ini, tidak berubah dari tujuan yang ditetapkan tahun lalu.
"Perekonomian domestik tentu pulih, tapi masih sulit mengatakan kekuatan (pemulihan)," kata Zhang Zhiwei, ekonom dari Nomura Securities, Hong Kong.
Aktivitas manufaktur di China diperluas di laju paling lambat dalam lima bulan pada Februari, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) berdiri di 50,1. PMI merupakan barometer dari kesehatan ekonomi China.
Administrasi Umum Bea Cukai China mengatakan, lonjakan ekspor membantu mencatat surplus perdagangan USD15,3 miliar, meskipun surplus menyempit dari USD29,2 miliar pada Januari lalu.
Pasar telah memperkirakan defisit perdagangan sebesar USD16 miliar, berdasarkan perkiraan median dalam jajak pendapat 13 ekonom Dow Jones Newswires.
Ekspor melonjak 21,8 persen year on year menjadi USD139,4 miliar pada Februari, sementara impor turun 15,2 persen menjadi USD124,1 miliar.
Para analis mengatakan, pertumbuhan ekspor yang kuat adalah pertanda baik bagi perekonomian, tetapi kelemahan impor mungkin karena pabrik memberhentikan produksi untuk liburan selama seminggu, mengurangi permintaan bahan baku dan komponen.
"Data impor mungkin telah dipengaruhi faktor musiman Tahun Baru Imlek, tetapi ekspor tidak terpengaruh sama sekali, tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan," kata Liu Ligang, seorang ekonom dari bank ANZ berbasis di Hong Kong, seperti dilansir Global Post, Jumat (8/3/2013).
"China pasti akan tetap di jalur pemulihan tahun ini, dengan ekonomi cenderung tumbuh lebih dari delapan persen," tambahnya.
Investor mencari kekuatan pemulihan ekonomi China setelah ekonomi tumbuh 7,8 persen per tahun pada 2012, kinerja terburuk selama 13 tahun, dalam menghadapi kelemahan di rumah dan di pasar luar negeri utama.
Pada pembukaan legislatif nasional, Perdana Menteri Wen Jiabao menetapkan target pertumbuhan ekonomi 7,5 persen tahun ini, tidak berubah dari tujuan yang ditetapkan tahun lalu.
"Perekonomian domestik tentu pulih, tapi masih sulit mengatakan kekuatan (pemulihan)," kata Zhang Zhiwei, ekonom dari Nomura Securities, Hong Kong.
Aktivitas manufaktur di China diperluas di laju paling lambat dalam lima bulan pada Februari, dengan Indeks Manajer Pembelian (PMI) berdiri di 50,1. PMI merupakan barometer dari kesehatan ekonomi China.
(dmd)