Harga elpiji 12 kg, pemerintah harusnya tak intervensi!
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menyatakan, seharusnya pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap rencana PT Pertamina Persero yang akan menaikkan harga elpiji 12 kilogram (kg). Pasalnya. elpiji tersebut bukan merupakan barang subsidi.
"Pemerintah harusnya setuju dengan kenaikan harga elpiji 12 kg yang nonsubsidi," kata dia, Minggu (10/3/2013).
Menurut dia, pemerintah seharusnya hanya fokus terhadap suplai dan bukan soal harga. Apalagi, imbuhnya, Pertamina terikat pada UU yang mengamanatkan BUMN tidak boleh merugi.
Kalau Pertamina sengaja merugi, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa mempermasalahkannya. "Oleh karena itu, pemerintah harus menanggung risiko ini. Jangan sampai direksi Pertamina disalahkan karena melanggar perintah UU," katanya.
Menurut dia, ditundanya kenaikan harga elpiji 12 kg tersebut bermuatan politis, mengingat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Karena itu,
dia meminta, pemerintah terutama Menteri ESDM Jero Wacik memisahkan persoalan politik dan ekonomi.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mengatakan, penolakan rencana kenaikan harga elpiji 12 kg yang disampaikan oleh Kementerian ESDM tidak berdasar karena tidak memiliki landasan hukum.
"Jika Pertamina dibiarkan terus merugi di bisnis elpiji 12kg, sama saja pemerintah menghambat pertumbuhan perusahaan negara tersebut. Dengan dapat ditekannya kerugian di bisnis elpiji, Pertamina dapat diandalkan untuk bisa semakin melengkapi infrastruktur elpiji yang masih kurang," tegas Sofyano.
Harga jual elpiji 12 kg direncanakan naik dari sebelumnya Rp5.850 menjadi Rp7.966,7 per kg atau naik Rp2.116,7 per kg. Dengan demikian, harga elpiji dari agen ke konsumen akan naik dari Rp70.200 menjadi Rp95.600 atau naik Rp25.400 per tabung kemasan 12 kg.
Kenaikan harga itu akan mengurangi kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg sebesar Rp1,1 triliun atau menjadi tinggal Rp3,9 triliun. Kenaikan harga elpiji 12 kg diyakini tidak akan mempengaruhi masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha kecil karena pengguna elpiji 12 kg adalah berpenghasilan menengah ke atas. Sedangkan, konsumen masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha kecil sudah disediakan elpji kemasan 3 kg yang mendapat harga subsidi.
Pertamina terakhir kali menaikkan harga elpiji 12 kg pada Oktober 2009 sebesar Rp100 per kg dari sebelumnya Rp5.750 menjadi Rp5.850 per kg. Sementara, biaya produksi elpiji terus mengalami kenaikan dari sebelumnya pada 2009 hanya sekitar Rp7.000 menjadi Rp10.064 per kg. Dengan biaya produksi Rp10.064 per kg dan harga jual ke agen hanya Rp4.912 per kg, maka ada selisih Rp5.152 per kg yang mesti ditanggung Pertamina.
Pada saat yang sama saat ini terdapat badan usaha lain yang telah mendistribusikan elpiji dengan merek 'Blue Gaz' yang dijual pada harga keekonomian. Untuk kemasan tabung 5,5 kg, elpiji merek tersebut telah dijual Rp90.000 per tabung atau lebih dari Rp15.000 per kg.
"Pemerintah harusnya setuju dengan kenaikan harga elpiji 12 kg yang nonsubsidi," kata dia, Minggu (10/3/2013).
Menurut dia, pemerintah seharusnya hanya fokus terhadap suplai dan bukan soal harga. Apalagi, imbuhnya, Pertamina terikat pada UU yang mengamanatkan BUMN tidak boleh merugi.
Kalau Pertamina sengaja merugi, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa mempermasalahkannya. "Oleh karena itu, pemerintah harus menanggung risiko ini. Jangan sampai direksi Pertamina disalahkan karena melanggar perintah UU," katanya.
Menurut dia, ditundanya kenaikan harga elpiji 12 kg tersebut bermuatan politis, mengingat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Karena itu,
dia meminta, pemerintah terutama Menteri ESDM Jero Wacik memisahkan persoalan politik dan ekonomi.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mengatakan, penolakan rencana kenaikan harga elpiji 12 kg yang disampaikan oleh Kementerian ESDM tidak berdasar karena tidak memiliki landasan hukum.
"Jika Pertamina dibiarkan terus merugi di bisnis elpiji 12kg, sama saja pemerintah menghambat pertumbuhan perusahaan negara tersebut. Dengan dapat ditekannya kerugian di bisnis elpiji, Pertamina dapat diandalkan untuk bisa semakin melengkapi infrastruktur elpiji yang masih kurang," tegas Sofyano.
Harga jual elpiji 12 kg direncanakan naik dari sebelumnya Rp5.850 menjadi Rp7.966,7 per kg atau naik Rp2.116,7 per kg. Dengan demikian, harga elpiji dari agen ke konsumen akan naik dari Rp70.200 menjadi Rp95.600 atau naik Rp25.400 per tabung kemasan 12 kg.
Kenaikan harga itu akan mengurangi kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg sebesar Rp1,1 triliun atau menjadi tinggal Rp3,9 triliun. Kenaikan harga elpiji 12 kg diyakini tidak akan mempengaruhi masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha kecil karena pengguna elpiji 12 kg adalah berpenghasilan menengah ke atas. Sedangkan, konsumen masyarakat berpenghasilan rendah dan usaha kecil sudah disediakan elpji kemasan 3 kg yang mendapat harga subsidi.
Pertamina terakhir kali menaikkan harga elpiji 12 kg pada Oktober 2009 sebesar Rp100 per kg dari sebelumnya Rp5.750 menjadi Rp5.850 per kg. Sementara, biaya produksi elpiji terus mengalami kenaikan dari sebelumnya pada 2009 hanya sekitar Rp7.000 menjadi Rp10.064 per kg. Dengan biaya produksi Rp10.064 per kg dan harga jual ke agen hanya Rp4.912 per kg, maka ada selisih Rp5.152 per kg yang mesti ditanggung Pertamina.
Pada saat yang sama saat ini terdapat badan usaha lain yang telah mendistribusikan elpiji dengan merek 'Blue Gaz' yang dijual pada harga keekonomian. Untuk kemasan tabung 5,5 kg, elpiji merek tersebut telah dijual Rp90.000 per tabung atau lebih dari Rp15.000 per kg.
(rna)