Hanya 30 minimarket di Surabaya mengajukan IMB
A
A
A
Sindonews.com - Pemkot Surabaya dituntut lebih jeli dalam menertibkan minimarket yang kini menjamur di Kota Pahlawan. Ironisnya, dari 1.035 minimarket yang tersebar di berbagai wilayah, baru 30 minimarket yang mengajukan izin mendirikan bangunan (IMB).
Sementara ribuan minimarket yang sudah beroperasi lama tak pernah memiliki izin usaha toko modern (IUTM) dan IMB. Parahnya, keberadaan minimarket itu mematikan toko tradisional yang hampir ada di tiap kawasan di Surabaya.
Aturan tak tegas dari pemkot berupa peraturan daerah (Perda) tentang keberadaan minimarket benar-benar dimanfaatkan pengusaha toko modern untuk terus menambah jumlah gerainya. Dalam tempo 1-2 tahun terakhir jumlahnya sudah berlipat-lipat dan tanpa mempedulikan jarak antar minimarket dan kedekatannya dengan pasar tradisonal.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menuturkanan, selama setahun terakhir saat dia menjabat di dinasnya itu baru 30 pemilik minimarket yang mengajukan IMB. Kalau melihat itu, maka bisa dipastikan di Surabaya banyak mini market yang tidak memiliki IMB. Padahal IMB ini sebagai dasar dibuatnya Perda IUTM.
Sebelum mengajukan IMB, pemilik minimarket harus memiliki kajian sosial dan ekonomi. Baru kalau kajian itu tuntas, mereka bisa mengajukan IMB. “Jadi tak banyak yang mengajukan, padahal biaya untuk mengajukan IMB tak mahal,” ujar Agus di Surabaya, Kamis (21/3/2013).
Kalau pemilik minimarket memiliki kelengkapan seperti bukti kepemilikan tanah atau sewa-menyewa bisa langsung mengajukan IMB. Tapi kalau dalam kajiannya sosial dan ekonomi tak lolos, mereka tentunya tak bisa memperoleh IMB.
Dalam kajian sosial dan ekonomi, para pemilik minimarket akan diperiksa tentang kelayakan usaha di tempat tersebut. Kalau memang di sepanjang jalan tersebut sudah banyak toko yang serupa atau ada toko tradisional, maka kajiannya tak bisa dilakukan. “Berarti ada yang tak memenuhi syarat, makanya tak ada yang mengajukan IMB,” jelasnya.
DCKTR sendiri, lanjut Agus, sudah memberikan beberapa rekomendasi ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menertibkan. Bahkan, pihaknya juga bersinergi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin) untuk memantau minimarket itu.
“Saking banyaknya tak mungkin Satpol PP menutup semua. Jadi tetap dilakukan secara bertahap, jadi rekomendasi dari kami (DCKTR) nanti diteruskan Satpol PP,” ungkapnya.
Sementara ribuan minimarket yang sudah beroperasi lama tak pernah memiliki izin usaha toko modern (IUTM) dan IMB. Parahnya, keberadaan minimarket itu mematikan toko tradisional yang hampir ada di tiap kawasan di Surabaya.
Aturan tak tegas dari pemkot berupa peraturan daerah (Perda) tentang keberadaan minimarket benar-benar dimanfaatkan pengusaha toko modern untuk terus menambah jumlah gerainya. Dalam tempo 1-2 tahun terakhir jumlahnya sudah berlipat-lipat dan tanpa mempedulikan jarak antar minimarket dan kedekatannya dengan pasar tradisonal.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menuturkanan, selama setahun terakhir saat dia menjabat di dinasnya itu baru 30 pemilik minimarket yang mengajukan IMB. Kalau melihat itu, maka bisa dipastikan di Surabaya banyak mini market yang tidak memiliki IMB. Padahal IMB ini sebagai dasar dibuatnya Perda IUTM.
Sebelum mengajukan IMB, pemilik minimarket harus memiliki kajian sosial dan ekonomi. Baru kalau kajian itu tuntas, mereka bisa mengajukan IMB. “Jadi tak banyak yang mengajukan, padahal biaya untuk mengajukan IMB tak mahal,” ujar Agus di Surabaya, Kamis (21/3/2013).
Kalau pemilik minimarket memiliki kelengkapan seperti bukti kepemilikan tanah atau sewa-menyewa bisa langsung mengajukan IMB. Tapi kalau dalam kajiannya sosial dan ekonomi tak lolos, mereka tentunya tak bisa memperoleh IMB.
Dalam kajian sosial dan ekonomi, para pemilik minimarket akan diperiksa tentang kelayakan usaha di tempat tersebut. Kalau memang di sepanjang jalan tersebut sudah banyak toko yang serupa atau ada toko tradisional, maka kajiannya tak bisa dilakukan. “Berarti ada yang tak memenuhi syarat, makanya tak ada yang mengajukan IMB,” jelasnya.
DCKTR sendiri, lanjut Agus, sudah memberikan beberapa rekomendasi ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menertibkan. Bahkan, pihaknya juga bersinergi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperdagin) untuk memantau minimarket itu.
“Saking banyaknya tak mungkin Satpol PP menutup semua. Jadi tetap dilakukan secara bertahap, jadi rekomendasi dari kami (DCKTR) nanti diteruskan Satpol PP,” ungkapnya.
(gpr)