Program BSPS Mamuju dinilai banyak masalah
A
A
A
Sindonews.com - DPRD Mamuju menilai pelaksanaan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) banyak masalah di lapangan. Salah satunya adalah dualisme data dan kelompok kerja (pokja) antara Bappeda dengan Mamuju.
Dualisme itu sering membuat benturan para pelaksana program. Di Mamuju, warga di dua kecamatan mengeluhkan pelaksanaan program ini. Yakni Kecamatan Tapalang dan Papalang. Namun sebenarnya di Kecamatan Mamuju pun ada kasus yang sama. Hanya saja tidak diungkap langsung oleh warga.
Karena itu, DPRD Mamuju menggelar pertemuan lintas komisi yang dipimpin legislator asal PKS dengan Bappeda dan Dinas PU Mamuju. Juga diundang Camat Tapalang dan Papalang. Sayang pertemuan ini tidak membuahkan hasil dan akan diagendakan dalam sidang pleno DPRD Mamuju.
"Memang banyak masalah di program BSPS itu. Khsususnya pada tahun 2011 dan 2012. Karena peliknya masalah, dewan belum bisa ambil keputusan apapun dan akan membawa ke tingkat sidang pleno dewan pekan depan," tutur Hajrul usai pertemuan, Selasa (26/3/2013).
Diungkapkan, Bappeda Mamuju mengaku sebagai institusi yang ditunjuk Bupati sebagai Ketua Pokja. Sehingga data BSPS yang dipakai yang sah berasal dari lembaga tersebut. Sementara Dinas PU Mamuju pun mengaku sebagai lembaga yang sah. "Ada ego sektoral disini," katanya.
Selain data, realisasi program juga ditengarai tidak sesuai. Misalnya, laporan harga bahan bangunan dari unit pelaksana kegiatan tidak sesuai dengan harga di pasar.
Salah seorang legislator lainnya, Lalu Syamsul Rizal mengungkapkan, ada laporan warga Desa Taang Kecamatan Tapalang yang menyebutkan bahwa harga pasir sebesar Rp176 ribu per kubik. Setelah dicek, ternyata harganya hanya Rp60 ribu per kubik.
"Artinya sudah jelas ada mark up. Unit kerja pelaksana itu juga bekerjasama dengan toko bangunan yang tidak memiliki izin, Aneka Sandal. Ini lucu, ada toko sandal jual bahan bangunan. Ironinya, Bappeda Mamuju menyetujui transaksi itu. Ini bukti kelalaian Bappeda," ungkap Lalu.
Sayangnya saat dikonfmasi Kepala Bappeda Mamuju, Junda Maulana, sedang mengikuti Latpim II di Makassar. Namun Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Mamuju Basit mengatakan, pihaknya akan segera turun ke lapangan. Semua informasi itu akan dicek dengan seksama, terutama yang menyangkut harga bangunan dan mitra unit kerja pelaksana.
Dia mengakui menandatangani kwitansi transaksi antara unit kerja pelaksana dengan toko aneka sandal. Atas dasar kepercayaan, dia menegaskan bahwa tidak mengetahui adanya manipulasi harga. "Saya tidak cek harga ketika itu. Tapi dengan informasi ini, kami segera turun ke lapangan," katanya.
Pada program BSPS ini, Kemenpera mengucurkan dana rehab atau perbaikan sebesar enam juta rupiah setiap rumah tak layak huni di Mamuju. Perbaikan utamanya pada lantai, dinding dan atap rumah.
Dualisme itu sering membuat benturan para pelaksana program. Di Mamuju, warga di dua kecamatan mengeluhkan pelaksanaan program ini. Yakni Kecamatan Tapalang dan Papalang. Namun sebenarnya di Kecamatan Mamuju pun ada kasus yang sama. Hanya saja tidak diungkap langsung oleh warga.
Karena itu, DPRD Mamuju menggelar pertemuan lintas komisi yang dipimpin legislator asal PKS dengan Bappeda dan Dinas PU Mamuju. Juga diundang Camat Tapalang dan Papalang. Sayang pertemuan ini tidak membuahkan hasil dan akan diagendakan dalam sidang pleno DPRD Mamuju.
"Memang banyak masalah di program BSPS itu. Khsususnya pada tahun 2011 dan 2012. Karena peliknya masalah, dewan belum bisa ambil keputusan apapun dan akan membawa ke tingkat sidang pleno dewan pekan depan," tutur Hajrul usai pertemuan, Selasa (26/3/2013).
Diungkapkan, Bappeda Mamuju mengaku sebagai institusi yang ditunjuk Bupati sebagai Ketua Pokja. Sehingga data BSPS yang dipakai yang sah berasal dari lembaga tersebut. Sementara Dinas PU Mamuju pun mengaku sebagai lembaga yang sah. "Ada ego sektoral disini," katanya.
Selain data, realisasi program juga ditengarai tidak sesuai. Misalnya, laporan harga bahan bangunan dari unit pelaksana kegiatan tidak sesuai dengan harga di pasar.
Salah seorang legislator lainnya, Lalu Syamsul Rizal mengungkapkan, ada laporan warga Desa Taang Kecamatan Tapalang yang menyebutkan bahwa harga pasir sebesar Rp176 ribu per kubik. Setelah dicek, ternyata harganya hanya Rp60 ribu per kubik.
"Artinya sudah jelas ada mark up. Unit kerja pelaksana itu juga bekerjasama dengan toko bangunan yang tidak memiliki izin, Aneka Sandal. Ini lucu, ada toko sandal jual bahan bangunan. Ironinya, Bappeda Mamuju menyetujui transaksi itu. Ini bukti kelalaian Bappeda," ungkap Lalu.
Sayangnya saat dikonfmasi Kepala Bappeda Mamuju, Junda Maulana, sedang mengikuti Latpim II di Makassar. Namun Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Mamuju Basit mengatakan, pihaknya akan segera turun ke lapangan. Semua informasi itu akan dicek dengan seksama, terutama yang menyangkut harga bangunan dan mitra unit kerja pelaksana.
Dia mengakui menandatangani kwitansi transaksi antara unit kerja pelaksana dengan toko aneka sandal. Atas dasar kepercayaan, dia menegaskan bahwa tidak mengetahui adanya manipulasi harga. "Saya tidak cek harga ketika itu. Tapi dengan informasi ini, kami segera turun ke lapangan," katanya.
Pada program BSPS ini, Kemenpera mengucurkan dana rehab atau perbaikan sebesar enam juta rupiah setiap rumah tak layak huni di Mamuju. Perbaikan utamanya pada lantai, dinding dan atap rumah.
(gpr)