Outsourcing Sampoerna Indonesia dilaporkan ke ILO

Selasa, 28 Mei 2013 - 17:12 WIB
Outsourcing Sampoerna Indonesia dilaporkan ke ILO
Outsourcing Sampoerna Indonesia dilaporkan ke ILO
A A A
Sindonews.com - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Partisipasi Indonesia melaporkan Sampoerna Indonesia ke organisasi tenaga kerja internasional (International Labour Organization/ILO).

Sekertaris Jenderal OPSI, Timbul Siregar mengatakan, laporan tersebut terkait dugaan 'perbudakan modern' dalam bentuk outsourcing terhadap 65 ribu buruh pelinting yang dikelola Sampoerna melalui Mitra Produksi Sigaret (MPS).

"Kami berharap laporan ke ILO bersama KSPSI dan Partisipasi Indonesia dapat menjadi salah satu isu yang dibahas dalam International Labour Conference (ILC) yang akan dilaksanakan pada 6–26 Juni nanti di Jenewa, Swiss," kata Timbul dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (28/5/2013).

Programme Officer ILO, Tauvik Muhamad mengatakan pihaknya berjanji akan menyampaikan aspirasi yang diusung oleh serikat pekerja tersebut semaksimal mungkin. "ILO sebagai lembaga tripartit yang mengakomodasi pekerja akan membahas masalah di tingkat internasional," ujar Tauvik.

Sampoerna dalam memproduksi sigaret kretek tangan (SKT) yang notabene dilakukan oleh pekerja (buruh), menyerahkan kepada 38 MPS yang tersebar di Pulau Jawa. Timbul menekankan, dalam industri rokok kretek, proses pelintingan adalah bagian dari pekerjaan inti yang tidak boleh di-outsource.

"Oleh karena itu, penyerahan pekerjaan utama (core bisnis) kepada MPS sebagai pihak ketiga (third party operation), seperti yang dilakukan Sampoernaini diduga melanggar Pasal 66 UU 13 / 2003 Junto Permenakertrans No 109 / 2012," kata Timbul.

Sebelumnya, pelanggaran tersebut telah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Ketenaga Kerjaan serta Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pada 8 Januari lalu.

Namun hingga saat ini, tidak terlihat adanya langkah nyata Kemenakertrans dalam menindaklanjuti pelanggaran tersebut. Kendati saat digelar audensi dengan pihak Kemenakertrans saat itu Dirjend PHI mengatakan akan menindak tegas karena dalam catatan Kemenakertrans, Sampoerna telah dua kali melanggar aturan ketenagakerjaan yaitu penerapan standar ganda aturan kerja antara pekerja kerah putih dan kerah biru.

Praktek outsourcing sendiri menjadi ancaman bagi kesejahteraan buruh karena menyebabkan putusnya hubungan langsung antara pekerja dan pemberi kerja dalam sebuah hubungan kerja.

Kondisi itu menyebabkan terabaikannya hak-hak normatif pekerja, atau standar kerja yang diperoleh pada buruh MPS berbeda dengan yang berlaku pada pekerja tetap Sampoerna. Selain itu terdapat juga berbagai pelanggaran hak normatif seperti kondisi buruh tidak sesuai aturan ketenagakerjaan, dintaranya jam kerja bisa mencapai 12 jam kerja/hari selama 6 hari dan proses hubungan kerja pekerja dihadapkan kepada para mandor.

Selain itu, kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga buruk sehingga banyak pekerja yang mengalami gangguan pernapasan (ISPA) sampai masalah paru-paru, dan lain-lain.

Menurut kajian bersama pimpinan Serikat Pekerja, outsourcing melalui MPS menyebabkan putusnya hubungan langsung antara pekerja dan pemberi kerja dalam sebuah hubungan kerja (langsung). Praktik ini tidak hanya menjadi isu nasional yang menuntut perhatian pemerintah, namun juga isu internasional yang mengancam kesejahteraan para tenaga kerja.

"Bila dibiarkan, pola MPS ini berpotensi di adopsi oleh pelaku industri lain demi proses produksi berbiaya rendah, yang tentu saja akan merugikan para tenaga kerja. Preseden buruk inilah yang dikhawatirkan sejumlah Serikat Pekerja, sehingga dengan membawa masalah ini ke ILO diharapakan bisa menjadikan presure lebih kuat bagi regulator untuk bertindak tegas atas pelanggaran-pelanggaran pola MPS Sampoerna ini," pungkas Timbul.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7485 seconds (0.1#10.140)