Pearl Oil bangun kilang, status Lereklerekan harus jelas
A
A
A
Sindonews.com - Jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene bersama DPRD kabupaten dan provinsi akan menghadap ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memperjelas status kepemilikan Pulau Lereklerekan.
Sebab, SK Mendagri no 43/2011 yang menegaskan bahwa pulau tersebut adalah milik Sulbar sudah dibatalkan setelah gugatan pemerintah Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel) beberapa bulan lalu diterima Mahkama Agung (MA).
"Kami bersama DPRD kabupaten dan provinsi akan ke Jakarta untuk menghadap ke Mendagri meminta kejelasan status kepemilikan Pulau Lerek-Lerekan," ujar Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Majene, Ahmad Rafli Nur, Jumat (7/6/2013).
Apalagi, Pulau Lerek-Lerekan yang berada sekira 105 mil dari pesisir Majene tersebut sebentar lagi akan berproduksi. Pipa sudah terpasang dari perairan Majene ke Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim). Bahkan, di dekat pulau tersebut, Pearl Oil akan membangun sebuah kilang instalasi penambangan gas.
Menurutnya, sebelum Pearl Oil selaku perusahaan yang memenangkan tender pengelolaan potensi migas tersebut berproduksi, status kepemilikannya harus diperjelas. Apalagi, ini menyangkut dana bagi hasil yang akan didapatkan daerah penghasil.
Sekadar diketahui, Pulau Lereklerekan yang memiliki potensi migas yang melimpah menjadi incaran antara Sulbar dan Kalsel. Pulau tersebut menjadi bulan-bulanan dua daerah yang berbatasan setelah kadungan migas yang ada di dalamnya diketahui.
Pada 2011, Pemkab Majene membangun dua papan nama di pulau itu, dan beberapa bulan kemudian, juga dibangun rumah singgah dan penanaman kelapa. Papan tersebut kini sudah rusak dan rumah singgah juga ikut dirobohkan pihak yang bersengketa dengan Kabupaten Majene, yang dalam hal ini Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel.
Dugaan tersebut muncul sebab tak jauh dari lokasi pembangunan rumah singgah ada papan nama dan tempat istirahat yang keduanya dibuat secara permanen dengan bertuliskan Selamat Datang di Pulau Lari-lariang, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel.
Bukan hanya bangunan dan papan nama yang dirusak, tanda pengukuran yang dibuat pemerintah pusat pun ikut dirusak. Padahal jelas di patok tersebut tertulis Survei Pengukuran Batas Daerah Departemen Dalam Negeri RI. Milik Negara Dilarang Merubah dan Mengganggu Tanda Ini.
"Kami sangat menyesalkan apa yang kami bangun dirusak, baik itu papan nama maupun rumah singgah. Untung papan nama masih tersisa atap dan tiang-tiangnya yang diperuntukan untuk nelayan," jelas Anggota DPRD Majene, Rusbi Hamid.
Menurutnya, sebelum perusahaan beroperasi, dia berharap agar Pemprov juga ikut membantu dalam mempertegas kepemilikan pulau tersebut.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Sulbar, Arifin Nurdin meminta agar persoalan Lereklerekan mendapat perhatian serius semua pihak untuk memperjelas status kepemilikan pulau tersebut.
"Pulau kita yang kaya dengan potensi Migas ini mau direbut provinsi lain. Karena itu, kita harus bersatu untuk mempertahankan apa yang memang milik Sulbar in," ujarnya.
Sebab, SK Mendagri no 43/2011 yang menegaskan bahwa pulau tersebut adalah milik Sulbar sudah dibatalkan setelah gugatan pemerintah Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel) beberapa bulan lalu diterima Mahkama Agung (MA).
"Kami bersama DPRD kabupaten dan provinsi akan ke Jakarta untuk menghadap ke Mendagri meminta kejelasan status kepemilikan Pulau Lerek-Lerekan," ujar Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Majene, Ahmad Rafli Nur, Jumat (7/6/2013).
Apalagi, Pulau Lerek-Lerekan yang berada sekira 105 mil dari pesisir Majene tersebut sebentar lagi akan berproduksi. Pipa sudah terpasang dari perairan Majene ke Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim). Bahkan, di dekat pulau tersebut, Pearl Oil akan membangun sebuah kilang instalasi penambangan gas.
Menurutnya, sebelum Pearl Oil selaku perusahaan yang memenangkan tender pengelolaan potensi migas tersebut berproduksi, status kepemilikannya harus diperjelas. Apalagi, ini menyangkut dana bagi hasil yang akan didapatkan daerah penghasil.
Sekadar diketahui, Pulau Lereklerekan yang memiliki potensi migas yang melimpah menjadi incaran antara Sulbar dan Kalsel. Pulau tersebut menjadi bulan-bulanan dua daerah yang berbatasan setelah kadungan migas yang ada di dalamnya diketahui.
Pada 2011, Pemkab Majene membangun dua papan nama di pulau itu, dan beberapa bulan kemudian, juga dibangun rumah singgah dan penanaman kelapa. Papan tersebut kini sudah rusak dan rumah singgah juga ikut dirobohkan pihak yang bersengketa dengan Kabupaten Majene, yang dalam hal ini Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel.
Dugaan tersebut muncul sebab tak jauh dari lokasi pembangunan rumah singgah ada papan nama dan tempat istirahat yang keduanya dibuat secara permanen dengan bertuliskan Selamat Datang di Pulau Lari-lariang, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel.
Bukan hanya bangunan dan papan nama yang dirusak, tanda pengukuran yang dibuat pemerintah pusat pun ikut dirusak. Padahal jelas di patok tersebut tertulis Survei Pengukuran Batas Daerah Departemen Dalam Negeri RI. Milik Negara Dilarang Merubah dan Mengganggu Tanda Ini.
"Kami sangat menyesalkan apa yang kami bangun dirusak, baik itu papan nama maupun rumah singgah. Untung papan nama masih tersisa atap dan tiang-tiangnya yang diperuntukan untuk nelayan," jelas Anggota DPRD Majene, Rusbi Hamid.
Menurutnya, sebelum perusahaan beroperasi, dia berharap agar Pemprov juga ikut membantu dalam mempertegas kepemilikan pulau tersebut.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Sulbar, Arifin Nurdin meminta agar persoalan Lereklerekan mendapat perhatian serius semua pihak untuk memperjelas status kepemilikan pulau tersebut.
"Pulau kita yang kaya dengan potensi Migas ini mau direbut provinsi lain. Karena itu, kita harus bersatu untuk mempertahankan apa yang memang milik Sulbar in," ujarnya.
(izz)