BBM naik, tingkat kesejahteraan buruh turun
A
A
A
Sindonews.com - Rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan bulan ini sekitar 40 persen tidak sebanding dengan tren kenaikan upah buruh tiap tahun yang rata-rata hanya berkisar 20 persen.
Jika kenaikan harga BBM benar-benar diberlakukan, maka meningkatnya Indeks Harga Kebutuhan (IHK) tidak akan terjangkau dengan upah minimum Kabupaten (UMK) 2013 yang selama ini diterima buruh.
Misalnya besaran UMK Kudus pada 2013 sebesar Rp990 ribu. Jika dibandingkan dengan 2012 yang besarannya Rp889 ribu, kenaikan nominal UMK tersebut malah tidak mencapai 20 persen.
Organizer Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kudus, Slamet Machmudi mengatakan, jika dihitung ulang, maka efek domino kenaikan BBM justru malah menjadi penyebab anjloknya daya beli buruh.
Ujungnya, kata dia, buruh akan semakin miskin karena rendahnya daya beli mereka. "Kondisi ini akan semakin diperparah dengan sejumlah skema efisiensi yang dilakukan pihak perusahaan seiring kenaikan BBM tersebut. Kemungkinan besar efisiensi itu juga akan berpengaruh pada penurunan kesejahteraan para buruh," katanya di Kudus, Kamis (13/6/2013).
Menurut Mamik, panggilan akrab Slamet Machmudi, jika pemerintah tetap menaikkan BBM pada 17 Juni 2013, maka keputusan tersebut benar-benar menjerumuskan buruh pada ketidakberdayaan ekonomi.
Sebab, kata dia tanpa kenaikan BBM, buruh sudah menjerit akibat naiknya harga kebutuhan pokok yang biasa terjadi menjelang Ramadhan dan Lebaran.
"Dampak sosial ekonomi yang luar biasa ini akan semakin memperberat buruh untuk dapat bertahan hidup atau memenuhi kebutuhan makan sehari-hari," ujarnya.
Pihaknya memperkirakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang akan dikucurkan pemerintah dinilai tidak akan menjadi jawaban untuk mengatasi kesulitan ekonomi buruh dan masyarakat miskin lainnya. Sebab, nilai BLSM tidak sepadan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Apalagi nominal BLSM hanya Rp150 ribu/bulan dan diberikan selama lima bulan.
Sementara terkait persoalan ini, KSBSI Kudus mengusulkan adanya peninjauan besaran UMK di Kota Kretek. Menurutnya, upaya peninjauan upah ini memang diperbolahkan dan sesuai dengan pasal 92 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Langkah ini penting dalam rangka penyesuaian inflasi seiring kenaikan BBM," pungkas Mamik.
Jika kenaikan harga BBM benar-benar diberlakukan, maka meningkatnya Indeks Harga Kebutuhan (IHK) tidak akan terjangkau dengan upah minimum Kabupaten (UMK) 2013 yang selama ini diterima buruh.
Misalnya besaran UMK Kudus pada 2013 sebesar Rp990 ribu. Jika dibandingkan dengan 2012 yang besarannya Rp889 ribu, kenaikan nominal UMK tersebut malah tidak mencapai 20 persen.
Organizer Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kudus, Slamet Machmudi mengatakan, jika dihitung ulang, maka efek domino kenaikan BBM justru malah menjadi penyebab anjloknya daya beli buruh.
Ujungnya, kata dia, buruh akan semakin miskin karena rendahnya daya beli mereka. "Kondisi ini akan semakin diperparah dengan sejumlah skema efisiensi yang dilakukan pihak perusahaan seiring kenaikan BBM tersebut. Kemungkinan besar efisiensi itu juga akan berpengaruh pada penurunan kesejahteraan para buruh," katanya di Kudus, Kamis (13/6/2013).
Menurut Mamik, panggilan akrab Slamet Machmudi, jika pemerintah tetap menaikkan BBM pada 17 Juni 2013, maka keputusan tersebut benar-benar menjerumuskan buruh pada ketidakberdayaan ekonomi.
Sebab, kata dia tanpa kenaikan BBM, buruh sudah menjerit akibat naiknya harga kebutuhan pokok yang biasa terjadi menjelang Ramadhan dan Lebaran.
"Dampak sosial ekonomi yang luar biasa ini akan semakin memperberat buruh untuk dapat bertahan hidup atau memenuhi kebutuhan makan sehari-hari," ujarnya.
Pihaknya memperkirakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang akan dikucurkan pemerintah dinilai tidak akan menjadi jawaban untuk mengatasi kesulitan ekonomi buruh dan masyarakat miskin lainnya. Sebab, nilai BLSM tidak sepadan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Apalagi nominal BLSM hanya Rp150 ribu/bulan dan diberikan selama lima bulan.
Sementara terkait persoalan ini, KSBSI Kudus mengusulkan adanya peninjauan besaran UMK di Kota Kretek. Menurutnya, upaya peninjauan upah ini memang diperbolahkan dan sesuai dengan pasal 92 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Langkah ini penting dalam rangka penyesuaian inflasi seiring kenaikan BBM," pungkas Mamik.
(izz)