Kemenkeu minta LCGC gunakan merek Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, hal yang paling penting dari Low Cost Green Car (LCGC) adalah harus dibuat di Indonesia.
Selain itu, kata dia, harus menjual merek berupa nama-nama Indonesia seperti Aliya dan Agya.
"Intinya bukan hanya harga murah, tapi yang paling penting mobil yang mendapatkan fasilitas itu harus dibuat di Indonesia. mudah-mudahn diikuti perindustrian. Jadi ada merek principle-nya tapi ada merek Indonesianya seperti Aliya dan Agya," ujar dia di gedung Kemenkeu, Jumat (14/6/2013).
Bambang mengatakan, pengembangan LCGC ini lebih realistis dibandingkan Mobil Nasional (Mobnas) yang pernah dikembangkan dahulu.
"(LCGC) Lebih realistis. Kalau Mobnas itu kan memaksakan merek tapi tidak disertai dengan spesifikasi yang jelas dan hanya kejar merek, akhirnya batal," ujarnya.
Dia juga menuturkan, bahwa mobil jenis ini hemat energi dan didesain untuk bahan bakar oktan 90 dan tidak mahal.
"Mobil itu bisa saja pakai Premium, tapi akan cepat rusak. Jadi kita desain untuk oktan 90, dikiranya akan mahal. Tapi tidak juga karena hemat, sama saja kaya motor karena konsumsi bahan bakarnya kecil," pungkas Bambang.
Selain itu, kata dia, harus menjual merek berupa nama-nama Indonesia seperti Aliya dan Agya.
"Intinya bukan hanya harga murah, tapi yang paling penting mobil yang mendapatkan fasilitas itu harus dibuat di Indonesia. mudah-mudahn diikuti perindustrian. Jadi ada merek principle-nya tapi ada merek Indonesianya seperti Aliya dan Agya," ujar dia di gedung Kemenkeu, Jumat (14/6/2013).
Bambang mengatakan, pengembangan LCGC ini lebih realistis dibandingkan Mobil Nasional (Mobnas) yang pernah dikembangkan dahulu.
"(LCGC) Lebih realistis. Kalau Mobnas itu kan memaksakan merek tapi tidak disertai dengan spesifikasi yang jelas dan hanya kejar merek, akhirnya batal," ujarnya.
Dia juga menuturkan, bahwa mobil jenis ini hemat energi dan didesain untuk bahan bakar oktan 90 dan tidak mahal.
"Mobil itu bisa saja pakai Premium, tapi akan cepat rusak. Jadi kita desain untuk oktan 90, dikiranya akan mahal. Tapi tidak juga karena hemat, sama saja kaya motor karena konsumsi bahan bakarnya kecil," pungkas Bambang.
(izz)