BI Rate diyakini sulit tahan modal asing
A
A
A
Sindonews.com - Pelaku pasar modal menghkawatirkan keluarnya dana asing secara besar-besaran dari Indonesia, meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan BI Rate dari 5,75 persen menjadi 6 persen.
Keluarnya dana asing dari Indonesia dikhawatirkan akan menggoyahkan iklim investasi di dalam negeri. Apalagi, sekitar 60 persen dana di pasar modal berasal dari dana asing.
"Ini yang kita khawatirkan, dana asing akan keluar dari pasar modal Indonesia," jelas Brand Manager PT Trimegah Securities Tbk (TRIM) Asep Saefudin di Bandung, Kamis (20/6/2013).
Menurutnya, kenaikan BI Rate diprediksi sulit menahan dana asing keluar dari Indonesia. Terlebih, kondisi ekonomi Amerika Serikat yang terus membaik, diperkirakan akan menarik kembali dana asing masuk ke negara tersebut.
Dia menuturkan, dana tersebut diperkirakan tidak hanya keluar dari Indonesia, tapi juga dari beberapa negara lainnya. Investor juga di bayang-bayangi ketidakpastian kondisi ekonomi nasional dengan angka inflasi yang terus naik.
Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi sejak awal tahun juga membayang-bayangi investor atas kondisi inflasi di Indonesia. "Mestinya harus segera diputuskan. Sehingga investor asing bisa meraba berapa angka inflasi kita," jelasnya.
Defisit angka perdagangan nasional, lanjut Asep, juga berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing. Belum lagi, pelemahan nilai tukar rupiah yang terus mengkhawatirkan. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp9.900.
Dia mengatakan, jika pemerintah ingin mempertahankan dana asing di Indonesia, BI harus terus meningkatkan BI Rate, sebanding dengan angka inflasi di Indonesia.
"Kalau angka inflasi pada kisaran 7 persen, mestinya BI Rate bisa mengimbangi di angka itu. Bagaimanapun kita harus bermanis dulu dengan mereka," bebernya.
Ketika disinggung, kemungkunan BI Rate menarik investor yang saat ini berinvestasi di Malaysia, Singapura, dan negara lainnya di kawasan ASEAN, Asep menegaskan, belum bisa memberi banyak harapan. Stabilitasi ekonomi serta negara-negara ASEAN lainnya dinilai lebih mapan dan mendorong investor tetap bertahan di negara-negara tersebut.
"Mempertahankan dana aisng saja kelihatannya susah. Apalagi menarik mereka masuk," pungkas Asep.
Keluarnya dana asing dari Indonesia dikhawatirkan akan menggoyahkan iklim investasi di dalam negeri. Apalagi, sekitar 60 persen dana di pasar modal berasal dari dana asing.
"Ini yang kita khawatirkan, dana asing akan keluar dari pasar modal Indonesia," jelas Brand Manager PT Trimegah Securities Tbk (TRIM) Asep Saefudin di Bandung, Kamis (20/6/2013).
Menurutnya, kenaikan BI Rate diprediksi sulit menahan dana asing keluar dari Indonesia. Terlebih, kondisi ekonomi Amerika Serikat yang terus membaik, diperkirakan akan menarik kembali dana asing masuk ke negara tersebut.
Dia menuturkan, dana tersebut diperkirakan tidak hanya keluar dari Indonesia, tapi juga dari beberapa negara lainnya. Investor juga di bayang-bayangi ketidakpastian kondisi ekonomi nasional dengan angka inflasi yang terus naik.
Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi sejak awal tahun juga membayang-bayangi investor atas kondisi inflasi di Indonesia. "Mestinya harus segera diputuskan. Sehingga investor asing bisa meraba berapa angka inflasi kita," jelasnya.
Defisit angka perdagangan nasional, lanjut Asep, juga berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing. Belum lagi, pelemahan nilai tukar rupiah yang terus mengkhawatirkan. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp9.900.
Dia mengatakan, jika pemerintah ingin mempertahankan dana asing di Indonesia, BI harus terus meningkatkan BI Rate, sebanding dengan angka inflasi di Indonesia.
"Kalau angka inflasi pada kisaran 7 persen, mestinya BI Rate bisa mengimbangi di angka itu. Bagaimanapun kita harus bermanis dulu dengan mereka," bebernya.
Ketika disinggung, kemungkunan BI Rate menarik investor yang saat ini berinvestasi di Malaysia, Singapura, dan negara lainnya di kawasan ASEAN, Asep menegaskan, belum bisa memberi banyak harapan. Stabilitasi ekonomi serta negara-negara ASEAN lainnya dinilai lebih mapan dan mendorong investor tetap bertahan di negara-negara tersebut.
"Mempertahankan dana aisng saja kelihatannya susah. Apalagi menarik mereka masuk," pungkas Asep.
(izz)