Masalah Koba Tin fokus utama carut marut pertambangan RI

Kamis, 20 Juni 2013 - 17:09 WIB
Masalah Koba Tin fokus...
Masalah Koba Tin fokus utama carut marut pertambangan RI
A A A
Sindonews.com - Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan bahwa permasalahan Koba Tin menjadi salah satu fokus utama carut marut pertambangan di Indonesia. Pasalnya, selama empat tahun berturut-turut negara tidak memperoleh pernerimaan pajak dari perusahaan tambang tersebut, sehingga berpotensi merugikan negara.

"Tidak hanya itu, Koba Tin juga mempunyai kewajiban utang kepada kontraktor jasa pertambangan yang berpotensi mengganggu kestabilan perusahaan di masa mendatang," ujarnya di Jakarta, Kamis (20/6/2013).

Menurut Marwan, PT Timah yang memiliki 25 persen saham di Koba Tin juga telah kehilangan saham sekitar Rp65 miliar. Berdasarkan laporan yang disampaikan kepada pemegang saham sejak tahun 2009-2013, Koba Tin telah merugi masing-masing USD6,1 juta, USD4,1 juta, USD6,3 juta dan USD37 juta.

Adapun kerugian Koba Tin disebabkan oleh penggelembungan biaya operasi dan praktek transfer pricing. Pihak investor asing, yaitu Malaysia Smeltring Corporation (MSC) juga telah menyembunyikan informasi dari pihak Indonesia.

"MSC mengubah komposisi pemegang saham tanpa pengetahuan PT Timah. Aksi korporasi MSC ini tidak sesuai dengan etika yang lazim di dunia bisnis, dimana perpindahan tangan saham seyogyanya harus mendapat persetujuan pemegang saham," jelas Marwan.

Marwan juga mengatakan, selama ini Koba Tin hanya menerima hasil bijih timah dari tambang rakyat yang ada di dalam dan luar wilayahnya, kemudian dilebur dan dijual ke luar negeri. Disamping itu, Koba Tin juga tidak membayar jaminan penutupan tambang sebesar USD17 juta pasca eksploitasi.

"Tapi Kementerian ESDM tampaknya memberi kesempatan kepada Koba Tin untuk menunggak," katanya.

Perlu diketahui, pemerintah telah menandatangani kontrak karya Koba Tin pertama kali pada 16 Oktober 1971 dengan masa kontrak 30 tahun. Perpanjangan kontrak karya dilakukan pada 6 September 2000 berlaku 10 tahun, sejak 1 April 2003 hingga 31 Maret 2013.

Setelah itu, pada 6 Januari 2011 Koba Tin mengajukan permohonan perpanjangan kontrak karya kedua oleh pemerintah. Atas permohonan tersebut hingga saat ini, pemerintah belum memberi keputusan. Kendati demikian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik telah memberikan izin kegiatan operasi pertambangan selama tiga bulan sejak 1 April 2013 hingga 30 Juni 2013.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7978 seconds (0.1#10.140)