KPPU diminta tegas soal rencana merger XL-Axis

Senin, 01 Juli 2013 - 12:24 WIB
KPPU diminta tegas soal rencana merger XL-Axis
KPPU diminta tegas soal rencana merger XL-Axis
A A A
Sindonews.com - Rencana merger antara XL Axiata dan Axis yang dipaksakan dinilai rentan terhadap sejumlah pelanggaran hukum. Regulator dan perusahaan bisa terkena sanksi.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus memberikan sanksi terhadap dua perusahaan provider XL dan Axis bila rencana merger atau akuisisi dua perusahaan itu tetap dilakukan, tanpa berkoordinasi dengan KPPU.

Pengamat Hukum Bisnis dari Universitas Sumatera Utara, Ningrum Sirait mengatakan, KPPU harus bisa bersikap tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak melaporkan terlebih dahulu soal merger dan akuisisi. Pasalnya, ada aturan yang mengikat bagi perusahaan-perusahaan dalam melaksanakan merger tersebut.

Peraturan perundang-undangan bersifat imperatif atau memaksa jadi harus dipatuhi kalau tidak mengikuti peraturan KPPU dapat bertindak sesuai kewenangannya untuk menegakkan hukum.

"KPPU harus keras beri sanksinya apa. Karena soal persaingan usaha yang mempunyai kewenangan KPPU," kata Ningrum, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) juga bisa dilibatkan dalam persoalan ini, sebagai perusahaan terbuka, di pasar saham, lembaga pengawas seperti Bapepam dapat mengawasi soal merger ini. Tinggal sekarang kedua lembaga pengawas ini berkoordinasi perihal merger tersebut.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR akan terlibat aktif dalam mengawasi rencana merger XL dan Axis, terutama berkaitan dengan kemungkinan peralihan frekuensi yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

Anggota Komisi I DPR, Syaifullah Tamliha mengatakan, komisi akan memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring dan pihak terkait lainnya untuk meminta penjelasan tentang persoalan peralihan spektrum frekuensi tersebut. Pemanggilan Tifatul akan dilakukan sebelum reses.

"Frekuensi tidak diperkenankan untuk dijual bebas. Karena itu kita minta Menkominfo tegas mengenai penggabungan XL dan Axis, terutama soal frekuensinya," kata Syaifullah beberpa waktu lalu.

Penggabungan XL-Axis berpotensi menjadikan frekuensi yang menurut PP 53/2000 merupakan sumber daya yang terbatas beralih ke pihak perusahaan Malaysia dan Arab Saudi.

Pemegang saham pengendali XL adalah Axiata Investments (66,5 persen). Axiata Group Berhard dipimpin Dato' Sri Jamaludin Ibrahim adalah perusahaan di Malaysia.

Sedangkan Saudi Telecom Company (STC) perusahaan Arab Saudi tercatat sebagai pemegang saham terbesar Axis dengan kepemilikan 80,1 persen saham, pemegang saham lain adalah perusahan asal Malaysia, Maxis Communication, sebanyak 14,9 persen, dan PT Hamersha Investindo 5 persen saham.

Dia juga khawatir merger XL-Axis ini berisiko merugikan negara, akibat terjadinya peralihan frekuensi kepada perusahaan Malaysia dan Arab Saudi itu.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7173 seconds (0.1#10.140)