Defisit neraca perdagangan harus terus diwaspadai
A
A
A
Sindonews.com - Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengingatkan, meski masih belum pada tahap yang mengkhawatirkan, perlunya terus mewaspadai defisit neraca perdagangan yang masih membesar.
Hal ini disampaikan Firmanzah menanggapi pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu, di antaranya disebutkan bahwa defisit perdagangan Januari–Mei 2013 sudah mencapai USD2,53 miliar, sementara pada periode yang sama tahun lalu (2012) neraca perdagangan mencatat surplus USD1,52 miliar.
Mengurangi defisit perdagangan, kata Firmanzah, tentunya akan membantu meringankan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Namun diakuinya, sektor perdagangan masih relatif belum menemukan momentum yang ideal selain karena tekanan eksternal juga persoalan internal seperti proses industrialisasi dan pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, guna mengerem laju defisit perdagangan perlu diterapkan strategi keterkaitan antara perdagangan, investasi dan industrialisasi sesegera mungkin.
“Bagi Indonesia, strategi keterkaitan antara perdagangan, investasi dan industrialisasi merupakan tiga pilar untuk mendorong ekonomi domestik lebih berdaya saing sekaligus resilient terhadap dampak krisis global,” tegas Firmanzah seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (8/7/2013).
Ia menyebutkan, kekuatan ekonomi domestik dan daya beli masyarakat perlu diimbangi oleh kekuatan produksi nasional. Kalau tidak, maka pasar Indonesia akan mendapatkan serbuan produk impor dan membuat neraca perdagangan defisit.
Namun diakui Firmanzah, bahwa membangun dan memperkuat sistem produksi nasional membutuhkan investasi baik untuk pembangunan infrastruktur maupun di sektor riil. Perlu waktu agar infrastruktur yang terbangun dapat meningkatkan sistem produksi.
Selain itu juga, strategi industrialisasi dan hilirisasi yang saat ini berlangsung membutuhkan barang modal yang masih perlu di impor.
“Oleh karena itu, percepatan pembangunan infrastruktur untuk menopang investasi sektor riil dan industrialisasi perlu terus kita tingkatkan,” papar Firmanzah.
Hal ini disampaikan Firmanzah menanggapi pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu, di antaranya disebutkan bahwa defisit perdagangan Januari–Mei 2013 sudah mencapai USD2,53 miliar, sementara pada periode yang sama tahun lalu (2012) neraca perdagangan mencatat surplus USD1,52 miliar.
Mengurangi defisit perdagangan, kata Firmanzah, tentunya akan membantu meringankan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Namun diakuinya, sektor perdagangan masih relatif belum menemukan momentum yang ideal selain karena tekanan eksternal juga persoalan internal seperti proses industrialisasi dan pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, guna mengerem laju defisit perdagangan perlu diterapkan strategi keterkaitan antara perdagangan, investasi dan industrialisasi sesegera mungkin.
“Bagi Indonesia, strategi keterkaitan antara perdagangan, investasi dan industrialisasi merupakan tiga pilar untuk mendorong ekonomi domestik lebih berdaya saing sekaligus resilient terhadap dampak krisis global,” tegas Firmanzah seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (8/7/2013).
Ia menyebutkan, kekuatan ekonomi domestik dan daya beli masyarakat perlu diimbangi oleh kekuatan produksi nasional. Kalau tidak, maka pasar Indonesia akan mendapatkan serbuan produk impor dan membuat neraca perdagangan defisit.
Namun diakui Firmanzah, bahwa membangun dan memperkuat sistem produksi nasional membutuhkan investasi baik untuk pembangunan infrastruktur maupun di sektor riil. Perlu waktu agar infrastruktur yang terbangun dapat meningkatkan sistem produksi.
Selain itu juga, strategi industrialisasi dan hilirisasi yang saat ini berlangsung membutuhkan barang modal yang masih perlu di impor.
“Oleh karena itu, percepatan pembangunan infrastruktur untuk menopang investasi sektor riil dan industrialisasi perlu terus kita tingkatkan,” papar Firmanzah.
(gpr)