Gita Wirjawan bahas kemajuan perundingan WTO di Jenewa
A
A
A
Sindonews.com - Di sela-sela mengikuti pertemuan Aid for Trade di Jenewa sebagai pembicara dan panelis, Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan pertemuan dengan perwakilan sejumlah negara dan kelompok negara guna mempelajari sejauh mana proses perundingan telah mencapai kemajuan menuju KTM WTO ke-9 yang akan diadakan di Bali pada Desember mendatang.
Negara dan kelompok negara yang bertemu dengan Mendag RI adalah Jepang, China, Jamaika, Nepal dan Pakistan. Mendag juga bertemu dengan kelompok G33 guna membahas isu perundingan di bidang pertanian.
Indonesia mengambil prakarsa untuk menjadi Tuan Rumah KTM WTO ke-9 di Bali berdasarkan pertimbangan tertentu. Mendag menjelaskan bahwa perundingan Putaran Doha yang khusus memperjuangkan kepentingan negara berkembang dan negara kurang berkembang (Least Developed Countries/LDCs) yang dimulai tahun 2001 hingga kini masih mengalami kebuntuan.
“Kondisi ini jelas tidak menguntungkan Indonesia yang menjadi ketua kelompok G33 dan anggota kelompok G20 yang dimotori Brasil untuk memperjuangkan kepentingan di sektor pertanian dan masalah pembangunan. Diharapkan KTM di Bali nanti dapat menjadi batu loncatan untuk selanjutnya membuka jalan bagi penyelesaian Perundingan Putaran Doha,” ujar Gita dalam siaran persnya, Selasa (9/7/2013).
Saat ini, anggota WTO merundingkan sebuah paket kesepakatan Bali yang terdiri dari trade facilitation, beberapa elemen dari perundingan di bidang pertanian, dan isu-isu pembangunan termasuk kepentingan LDCs. Beberapa negara juga secara paralel merundingkan perluasan Perjanjian Teknologi Informasi (Information Technology Agreement/ITA) dan perundingan plurilateral di bidang jasa.
Namun Indonesia mengingatkan para anggota WTO bahwa target utama di Bali adalah sebuah paket kesepakatan yang terdiri dari isu trade facilitation, elemen dari pertanian dan masalah pembangunan yang meskipun kecil namun mencerminkan keseimbangan kepentingan antara negara maju, negara berkembang dan LDCs.
“Paket Bali harus kredibel, mampu mengembalikan kepercayaan terhadap sistem perdagangan multilateral di bawah naungan WTO, sehingga tumbuh kemauan politik yang kuat untuk menyelesaikan Perundingan Doha setelah KTM di Bali,” imbuh Gita Wirjawan.
Menurut Mendag, perundingan di Jenewa belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, terutama terkait dengan usulan G33 mengenai public stockholding for food security, yang mendorong munculnya taktik “tarik-ulur” di antara beberapa anggota WTO pada isu runding lainnya khususnya trade facilitation.
“Dalam pertemuan dengan negara dan kelompok negara kunci hari ini, Indonesia menekankan kembali bahwa pembahasan pada tiga isu runding harus maju secara horizontal dan seimbang. Artinya, keterlambatan pada satu isu runding jangan menghambat kemajuan isu runding lainnya. Menjelang KTM di Bali, kita akan mengkaji sampai di mana keseimbangan dapat diwujudkan,” ujar Gita.
Negara dan kelompok negara yang bertemu dengan Mendag RI adalah Jepang, China, Jamaika, Nepal dan Pakistan. Mendag juga bertemu dengan kelompok G33 guna membahas isu perundingan di bidang pertanian.
Indonesia mengambil prakarsa untuk menjadi Tuan Rumah KTM WTO ke-9 di Bali berdasarkan pertimbangan tertentu. Mendag menjelaskan bahwa perundingan Putaran Doha yang khusus memperjuangkan kepentingan negara berkembang dan negara kurang berkembang (Least Developed Countries/LDCs) yang dimulai tahun 2001 hingga kini masih mengalami kebuntuan.
“Kondisi ini jelas tidak menguntungkan Indonesia yang menjadi ketua kelompok G33 dan anggota kelompok G20 yang dimotori Brasil untuk memperjuangkan kepentingan di sektor pertanian dan masalah pembangunan. Diharapkan KTM di Bali nanti dapat menjadi batu loncatan untuk selanjutnya membuka jalan bagi penyelesaian Perundingan Putaran Doha,” ujar Gita dalam siaran persnya, Selasa (9/7/2013).
Saat ini, anggota WTO merundingkan sebuah paket kesepakatan Bali yang terdiri dari trade facilitation, beberapa elemen dari perundingan di bidang pertanian, dan isu-isu pembangunan termasuk kepentingan LDCs. Beberapa negara juga secara paralel merundingkan perluasan Perjanjian Teknologi Informasi (Information Technology Agreement/ITA) dan perundingan plurilateral di bidang jasa.
Namun Indonesia mengingatkan para anggota WTO bahwa target utama di Bali adalah sebuah paket kesepakatan yang terdiri dari isu trade facilitation, elemen dari pertanian dan masalah pembangunan yang meskipun kecil namun mencerminkan keseimbangan kepentingan antara negara maju, negara berkembang dan LDCs.
“Paket Bali harus kredibel, mampu mengembalikan kepercayaan terhadap sistem perdagangan multilateral di bawah naungan WTO, sehingga tumbuh kemauan politik yang kuat untuk menyelesaikan Perundingan Doha setelah KTM di Bali,” imbuh Gita Wirjawan.
Menurut Mendag, perundingan di Jenewa belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, terutama terkait dengan usulan G33 mengenai public stockholding for food security, yang mendorong munculnya taktik “tarik-ulur” di antara beberapa anggota WTO pada isu runding lainnya khususnya trade facilitation.
“Dalam pertemuan dengan negara dan kelompok negara kunci hari ini, Indonesia menekankan kembali bahwa pembahasan pada tiga isu runding harus maju secara horizontal dan seimbang. Artinya, keterlambatan pada satu isu runding jangan menghambat kemajuan isu runding lainnya. Menjelang KTM di Bali, kita akan mengkaji sampai di mana keseimbangan dapat diwujudkan,” ujar Gita.
(gpr)