Kerugian minyak di Asia meluas akibat profit taking
A
A
A
Sindonews.com - Harga minyak di perdagangan Asia hari ini memperpanjang kerugian karena profit taking, setelah kenaikan tajam didukung janji bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) mempertahankan program pembelian obligasi besar-besaran.
Kontrak utama New York, minyah mentah West Texas Intermediate (WTI) light sweet untuk pengiriman Agustus, turun 14 sen menjadi USD104,77 per barel. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus, turun 20 sen menjadi USD107,53.
Minyak WTI sempat mencapai harga tertinggi dalam 15 bulan sebesar USD107,45 di New York dan Brent mencapai USD108,93 pada perdagangan malam.
"Profit taking yang mendorong harga turun. Banyak investor mengambil posisi short pada minyak sekarang," ujar Kelly Teoh, ahli strategi pasar IG Markets, Singapura, seperti dilansir dari AFP, Jumat (12/7/2013).
"Tapi, aku masih berharap WTI memiliki dukungan jangka pendek yang kuat di angka USD102 pada sentimen optimis, bahwa Fed akan mengambil kursi belakang untuk saat ini," tambahnya.
Dua hari lalu, Ketua Federal Reserve AS, Ben Bernanke mengatakan, pihaknya akan mengandalikan stimulus USD85 miliar per bulan, yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (QE), disimpan di tempat di masa mendatang.
Berita itu menyiramkan air dingin pada ekspektasi pasar, bahwa bank akan mulai menurunkan stimulus pada akhir tahun ini, yang telah mengirim indeks saham global terguncang dalam beberapa pekan terakhir.
Bernanke menegaskan, bahwa kebijakan pelonggaran dana Fed masih diperlukan, karena tingkat pengangguran sebesar 7,6 persen masih terlalu tinggi dan inflasi terlalu rendah untuk kenyamanan, meskipun terjadi tanda-tanda perbaikan ekonomi AS.
Turunnya harga minyak setelah hampir dua pekan terjadi kenaikan, didorong kekhawatiran pasokan di Timur Tengah karena eskalasi konflik Suriah dan kudeta militer di Mesir.
Kontrak utama New York, minyah mentah West Texas Intermediate (WTI) light sweet untuk pengiriman Agustus, turun 14 sen menjadi USD104,77 per barel. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Agustus, turun 20 sen menjadi USD107,53.
Minyak WTI sempat mencapai harga tertinggi dalam 15 bulan sebesar USD107,45 di New York dan Brent mencapai USD108,93 pada perdagangan malam.
"Profit taking yang mendorong harga turun. Banyak investor mengambil posisi short pada minyak sekarang," ujar Kelly Teoh, ahli strategi pasar IG Markets, Singapura, seperti dilansir dari AFP, Jumat (12/7/2013).
"Tapi, aku masih berharap WTI memiliki dukungan jangka pendek yang kuat di angka USD102 pada sentimen optimis, bahwa Fed akan mengambil kursi belakang untuk saat ini," tambahnya.
Dua hari lalu, Ketua Federal Reserve AS, Ben Bernanke mengatakan, pihaknya akan mengandalikan stimulus USD85 miliar per bulan, yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (QE), disimpan di tempat di masa mendatang.
Berita itu menyiramkan air dingin pada ekspektasi pasar, bahwa bank akan mulai menurunkan stimulus pada akhir tahun ini, yang telah mengirim indeks saham global terguncang dalam beberapa pekan terakhir.
Bernanke menegaskan, bahwa kebijakan pelonggaran dana Fed masih diperlukan, karena tingkat pengangguran sebesar 7,6 persen masih terlalu tinggi dan inflasi terlalu rendah untuk kenyamanan, meskipun terjadi tanda-tanda perbaikan ekonomi AS.
Turunnya harga minyak setelah hampir dua pekan terjadi kenaikan, didorong kekhawatiran pasokan di Timur Tengah karena eskalasi konflik Suriah dan kudeta militer di Mesir.
(dmd)