Impor pangan terserap, inflasi Agustus lebih rendah
A
A
A
Sindonews.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyebut angka inflasi bulan Juli sebesar 3,29 persen terjadi karena selain faktor naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), juga karena impor suplai bahan pangan baru terjadi pada bulan Agustus.
Agus juga meyakini apabila suplai bahan baku pangan impor segera diserap pasar, maka angka inflasi di bulan Agustus akan lebih rendah.
"Kalaupun inflasi sekarang tinggi karena impor baru masuk awal Agustus, maka nanti inflasi Agustus akan lebh rendah dibandingkan sebelumnya dan akan kembali netral di bulan September," ujarnya di BI Learning Centre, Jakarta, Kamis (1/8/2013) malam.
Dia menyebut, inflasi sekarang memang terjadi dari sektor riil yang menjadi domain dari pemerintah. Oleh sebab itu, BI mengimbau agar pemerintah cermat dalam mengelola demand dan supply dari volatile food.
"Semua analis sepakat kalau pemerintah bisa menjaga suplai volatile food ini, maka inflasi secara year on year akan ada di kisaran 8 persen," sambung Agus.
Sementara BI akan melakukan tugas-tugasnya juga dalam memitigasi inflasi terutama akibat naiknya harga BBM.
"Tantangan yang ada bagi BI adalah memulihkan kepercayaan pasar, menjaga second round effect dari naiknya harga BBM, menjaga kesinambungan ekonomi dan memitigasi sistem keuangan," tandas Agus.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) Juli 2013 1,03 persen dibanding bulan sebelumnya atau dapat disebutkan mengalami inflasi pada angka 3,29 persen.
Kepala BPS Suryamin menjelaskan, inflasi tahun kalender berada pada kisaran 6,75 persen dan inflasi secara yoy berada di angka 8,61 persen.
"Dari 2008, inflasi ini yang tertinggi. (Penyebabnya) Satu dari BBM satu per tiga di bulan Juni, dan dua per tiganya di bulan Juli, dan dampak tidak langsung BBM karena transportasi naik dan komoditi lain," kata Suryamin.
Agus juga meyakini apabila suplai bahan baku pangan impor segera diserap pasar, maka angka inflasi di bulan Agustus akan lebih rendah.
"Kalaupun inflasi sekarang tinggi karena impor baru masuk awal Agustus, maka nanti inflasi Agustus akan lebh rendah dibandingkan sebelumnya dan akan kembali netral di bulan September," ujarnya di BI Learning Centre, Jakarta, Kamis (1/8/2013) malam.
Dia menyebut, inflasi sekarang memang terjadi dari sektor riil yang menjadi domain dari pemerintah. Oleh sebab itu, BI mengimbau agar pemerintah cermat dalam mengelola demand dan supply dari volatile food.
"Semua analis sepakat kalau pemerintah bisa menjaga suplai volatile food ini, maka inflasi secara year on year akan ada di kisaran 8 persen," sambung Agus.
Sementara BI akan melakukan tugas-tugasnya juga dalam memitigasi inflasi terutama akibat naiknya harga BBM.
"Tantangan yang ada bagi BI adalah memulihkan kepercayaan pasar, menjaga second round effect dari naiknya harga BBM, menjaga kesinambungan ekonomi dan memitigasi sistem keuangan," tandas Agus.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) Juli 2013 1,03 persen dibanding bulan sebelumnya atau dapat disebutkan mengalami inflasi pada angka 3,29 persen.
Kepala BPS Suryamin menjelaskan, inflasi tahun kalender berada pada kisaran 6,75 persen dan inflasi secara yoy berada di angka 8,61 persen.
"Dari 2008, inflasi ini yang tertinggi. (Penyebabnya) Satu dari BBM satu per tiga di bulan Juni, dan dua per tiganya di bulan Juli, dan dampak tidak langsung BBM karena transportasi naik dan komoditi lain," kata Suryamin.
(rna)