Kadin genjot ekspor daerah dengan akses pembiayaan
A
A
A
Sindonews.com - Lonjakan defisit neraca perdagangan Indonesia yang tinggi mulai mengkhawatirkan imbasnya terhadap perekonomian nasional. Di kuartal pertama saja, defisit perdagangan telah mencapai USD3,3 miliar dan diperkirakan totalnya akan mencapai USD6 miliar di 2013.
Defisit itu dipicu oleh importasi migas dan bahan baku penolong untuk industri yang masih tinggi, disamping nilai komoditas ekspor nasional yang rendah. Atas permasalahan ini, kalangan dunia usaha berharap defisit neraca perdagangan itu bisa segera ditekan.
“Akhir-akhir lalu Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan, sekarang defisit neraca perdagangan juga. Permasalahan ini harus segera diatasi sebelum dampak negatifnya merambah lebih jauh terhadap perekonomian nasional,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P. Roeslani dalam siaran persnya, Rabu (21/8/2013).
Menurut Rosan, pemerintah harus bisa mengontrol importasi minyak dan gas serta bahan baku penolong industri yang masih tinggi. Selain itu, nilai komoditas ekspor nasional yang masih rendah harus lebih ditingkatkan melalui industri pengolahan bernilai tambah.
“Potensi-potensi ekspor daerah masih belum banyak diangkat. Padahal, setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas komoditas unggulan ekspornya. Dari daerah ini diharapkan bisa memperkuat pertambahan nilai ekspor nasional,” kata dia.
Rosan menilai, transaksi ekspor dengan pelemahan rupiah hingga mencapai niai di atas Rp 10.000 per dolar AS seharusnya bisa menjadi momentum bagi para eksportir untuk lebih meningkatkan kegiatan ekspornya di tengah fenomena defisit neraca perdagangan.
“Meski memang seharusnya nilai rupiah itu seharusnya mencapai titik yang baik dan ideal bagi stabilitas perekonomian nasional”.
Lebih jauh Rosan mengatakan, daya saing dari segala aspek industri tak terkecuali bagi usaha kecil menengah seharusnya bisa menjadi prioritas khusus.
“Daya saing kita lemah, sementara pasar bebas sudah tak terhindarkan. Sekarang tinggal bagaimana agar pelaku usaha kita berdaya saing dan siap menghadapi pasar bebas sehingga produknya bisa diterima tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga luar negeri," pungkasnya.
Defisit itu dipicu oleh importasi migas dan bahan baku penolong untuk industri yang masih tinggi, disamping nilai komoditas ekspor nasional yang rendah. Atas permasalahan ini, kalangan dunia usaha berharap defisit neraca perdagangan itu bisa segera ditekan.
“Akhir-akhir lalu Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan, sekarang defisit neraca perdagangan juga. Permasalahan ini harus segera diatasi sebelum dampak negatifnya merambah lebih jauh terhadap perekonomian nasional,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P. Roeslani dalam siaran persnya, Rabu (21/8/2013).
Menurut Rosan, pemerintah harus bisa mengontrol importasi minyak dan gas serta bahan baku penolong industri yang masih tinggi. Selain itu, nilai komoditas ekspor nasional yang masih rendah harus lebih ditingkatkan melalui industri pengolahan bernilai tambah.
“Potensi-potensi ekspor daerah masih belum banyak diangkat. Padahal, setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas komoditas unggulan ekspornya. Dari daerah ini diharapkan bisa memperkuat pertambahan nilai ekspor nasional,” kata dia.
Rosan menilai, transaksi ekspor dengan pelemahan rupiah hingga mencapai niai di atas Rp 10.000 per dolar AS seharusnya bisa menjadi momentum bagi para eksportir untuk lebih meningkatkan kegiatan ekspornya di tengah fenomena defisit neraca perdagangan.
“Meski memang seharusnya nilai rupiah itu seharusnya mencapai titik yang baik dan ideal bagi stabilitas perekonomian nasional”.
Lebih jauh Rosan mengatakan, daya saing dari segala aspek industri tak terkecuali bagi usaha kecil menengah seharusnya bisa menjadi prioritas khusus.
“Daya saing kita lemah, sementara pasar bebas sudah tak terhindarkan. Sekarang tinggal bagaimana agar pelaku usaha kita berdaya saing dan siap menghadapi pasar bebas sehingga produknya bisa diterima tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga luar negeri," pungkasnya.
(gpr)